Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

IDI Apresiasi Kejelian Dokter RS Panti Wilasa Periksa 2 Anak Meninggal Tak Wajar di Semarang

Ikatan Dokter Indonesia (IDI)  Kota Semarang mengapresiasi kejelian para dokter di RS Panti Wilasa Citarum Kota Semarang

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
ISTIMEWA
Proses pemakaman jenazah DWK (12) seorang anak perempuan di bawah umur yang meninggal tak wajar dengan temuan sejumlah luka di dubur dan vagina. Mayatnya telah diautopsi di RSUP Kariadi Semarang sebelum dimakamkan di TPU Tenggang, Gayamsari, Kota Semarang kamis (2/11/2023) dini hari. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Ikatan Dokter Indonesia (IDI)  Kota Semarang mengapresiasi kejelian para dokter di RS Panti Wilasa Citarum Kota Semarang.

Berkat kejelian dokter IGD di rumah sakit tersebut, dua kasus anak perempuan  meninggal tak wajar di Kota Semarang dapat ditindaklanjuti oleh polisi.

Dua kasus itu mencakup meninggalnya anak perempuan berinisial KSA (6) warga Gayamsari dan DKW (12) warga Semarang Timur. 

Jarak kematian antara kedua korban selama dua minggu.

Baca juga: Fakta Bocah Perempuan di Semarang Meninggal Tak Wajar, Autopsi 4 Jam, Dimakamkan Dini Hari

Baca juga: Setelah Bunuh dan Mutilasi Rohmadi, Suyono Mendatangi Anaknya di Sukoharjo, Sempat Minta Dikeroki

Kedua korban memiliki kesamaan yakni mengalami luka di dubur dan area genetalia.

"Iya, kami sangat apresiasi dokter IGD di Panti Wilasa Citarum yang betul-betul mengaplikasikan ilmu forensik," kata Ketua IDI  Kota Semarang dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.FM(K) saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).

Ia menilai, sikap tersebut perlu dimiliki oleh semua dokter terutama mereka yang bertugas di garda terdepan seperti dokter yang bertugas di IGD, puskesmas ataupun di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Terlebih, tugas dokter bukan hanya mengobati melainkan pula harus melindungi pasien.

"Makanya, awareness (kesadaran) terhadap korban kekerasan seksual, penganiayaan dan kasus lainnya menjadi satu fungsi pencegahan dari seorang dokter," ungkapnya.

Melihat pentingnya peran dokter di garis depan tersebut, lanjut dia, perlu peningkatan kompetensi dokter umum di bidang ilmu forensik.

Sebab, bisa saja kasus serupa terjadi pula di puskesmas atau rumah sakit lainnya. 

Namun, dokternya tidak tanggap.

Padahal tugas dokter selain mengobati secara medis juga harus tanggap terhadap kasus-kasus kekerasan yang berkaitan dengan hukum pidana.

"Kalau di RS Panti Wilasa Citarum kebetulan di sana sudah ada dokter forensik sehingga ketika ada kasus seperti ini mereka lebih tanggap karena ada penguatan kompetensi lewat paparan in-house training yang lebih sering dilakukan," paparnya.

Menurutnya, hal yang sama tentu akan dilakukan di layanan kesehatan lainnya lantaran sudah ada sistem operasional prosedur (SOP) terutama saat menghadapi kasus kematian perempuan anak.

Para dokter di IGD sudah dilatih ketika menangani pasien terutama perempuan anak supaya tak hanya menilai luka di tubuh.

Mereka akan pula melihat bagian anus dan genetalia.

"Jadi itu sudah SOP dan harus dikerjakan," ungkapnya.

Dokter dibekali pula kemampuan anamnesis sehingga ketika menemukan kejanggalan kekerasan lalu meminta keterangan kepada keluarga nantinya bisa melakukan kesimpulan awal untuk menguatkan temuan tersebut.

Langkah berikutnya, tim medis bisa melaporkan temuan itu ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti.

Sigit menambahkan, kecurigaan itu tidak selalu benar, bisa saja ketika polisi melakukan penyelidikan tidak terbukti tetapi hal itu tak menjadi masalah.

"Sikap jeli itu lebih baik daripada tidak melaporkan tetapi ternyata itu  benar-benar korban," imbuhnya. (iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved