Kuliner Jateng
Kisah Sukses Pedagang Gudeg Keliling di Kudus Kenalkan Makanan Khas Yogyakarta di Kota Kretek
Menjadi pedagang keliling dengan menjual sebuah produk kepada masyarakat dengan cara mobile nampaknya memunculkan sensasi berbeda.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Menjadi pedagang keliling dengan menjual sebuah produk kepada masyarakat dengan cara mobile nampaknya memunculkan sensasi berbeda.
Pedagang bisa lebih fleksibel dalam mencari konsumen dan tempat berjualan.
Cara berdagang ini dinilai efektif untuk pedagang pemula dalam rangka mengenalkan produk dagangan di kalangan masyarakat lebih luas.
Pedagang kuliner keliling dengan memanfaatkan kendaraan mobil bak terbuka, misalnya, banyak ditemukan di setiap daerah, termasuk di Kabupaten Kudus.
Contohnya Sutono, pedagang kuliner gudeg Yogyakarta di Kota Kretek.
Menurut dia, cara berdagang keliling dinilai lebih efektif untuk mengenalkan gudeg kepada masyarakat.
Tiga tahun sudah Sutono menjadi pedagang gudeg keliling.
Kini dia sudah menemukan satu tempat favorit di pinggir Jalan Sosrokartono, Barongan, Kecamatan Kota Kudus sebagai lapak usahanya.
Dalam sehari, warga Keramat, Nganguk, Kecamatan Kota Kudus tersebut bisa menjual hingga puluhan porsi, mulai dari pukul 06.30 - 11.30 WIB.
"Saya jualan gudeg sudah tiga tahun keliling di beberapa tempat. Sekarang mangkal di satu tempat saja karena sudah ada pelanggan," terangnya, Kamis (1/2/2024).
Dia mengatakan, gudeg dipilih sebagai menu usaha kulinernya karena dinilai masih jarang ditemukan di Kabupaten Kudus.
Dengan harapan tingkat persaingan dagang tidak terlalu tinggi, sehingga potensi peminatnya pun besar.
Sutono menyebut, satu porsi gudeg buatannya dibandrol Rp 15.000.
Isiannya sama dengan menu gudeg pada umumnya. Di antaranya olahan nangka muda, suwiran ayam, telur bacem, olahan rambak, dan kuah opor.
Cita rasa gudeg buatan Sutono terasa gurih dan manis. Sebagaimana cita rasa khas gudeg pada umumnya.
Hanya saja, Sutono memiliki cara sendiri agar masakan gudegnya lebih lembut.
Yaitu merebusnya dalam waktu 8-9 jam, serta dijual setelah tiga hari.
"Gudeg yang enak adalah gudeg yang sudah dipanaskan beberapa kali. Misal buatnya Senin, nanti dijual Rabu nunggu layu (lembek) dulu. Tentunya tetap harus dijaga agar tidak basi," ujarnya.
Dia menyatakan, jualan di atas kendaraan lebih praktis dan bisa dibawa ke mana-mana.
Selain itu juga bisa pindah sewaktu-waktu untuk mengunjungi pusat keramaian. Sehingga tidak terpatok pada satu tempat jualan saja.
"Dengan jualan keliling sebenarnya lebih banyak menarik pembeli. Sementara ini kami stay di satu tempat dulu agar bisa dikenal masyarakat sekitar. Supaya dagangan laris dan bisa buka kios," harapnya. (Sam)
Baca juga: Inilah Upaya Pemprov dan Pengusaha untuk Genjot Sektor Pariwisata Jawa Tengah
Baca juga: Pemprov Jateng dan Pengusaha Komitmen Lakukan Pengembangan Sektor Pariwisata 2024
Baca juga: Kronologi Ibu Rumah Tangga Dianiaya Karena Tolak Ajakan Berhubungan Badan Teman Pria
Baca juga: UIN Walisongo Siap Menyambut Ribuan Peserta AICIS 2024
Mengulik Kuliner Legendaris Khas Kudus Berbahan Keong : Lezatnya Keong Sruput Ibu Puji di Kudus |
![]() |
---|
Jepara Miliki Sentra Tempung Areng di Plajan, Bahan Dasar Horog Horog Makan Khas Pengganti Lontong |
![]() |
---|
Kuliner Boyolali : Melihat Proses Pembuatan Tiwul Hangat di Pasar Pasekan Boyolali |
![]() |
---|
"Saya Kira Roti Isi Daging, Ternyata Tempe," Menikmati Olahan Roti Isi Tempe di Kota Lama |
![]() |
---|
KULINER WONOSOBO : Cicipi Kuliner Khas Wonosobo Berkuah Kental Gurih, Mie Ongklok Longkrang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.