Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pemilu 2024

Gerindra Hanya Urutan ke-3 Pileg, Padahal Prabowo-Gibran Juara Pilpres Versi Quick Count, Mengapa?

Hasil Pilpres dan Pileg 2024 ternyata tak selalu sejalan. Paslon yang berjaya di Pilpres belum tentu parpol yang mengusungnya menang di Pileg 2024.

Editor: Muhammad Olies
Istimewa Youtube Prabowo Gibran
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menggelar pidato kemenangan lewat live streaming Youtube Prabowo Gibran, yang digelar di Istora Senayan, Rabu (14/2/2024) 

Modal tersebut diperkuat dengan taktik kampanye Prabowo-Gibran, yang secara tidak langsung melibatkan cawe-cawe Jokowi.

Dengan bekal tersebut, tak heran jika kini Prabowo-Gibran unggul di kisaran perolehan suara 58 persen.

“Bangunan dukungan yang disusun terlalu kuat menggunakan modal sosial yang sudah ada, ditambah dengan modal elektoral dari Jokowi, ditambah dengan manuver politik yang tajam. Makanya itu enggak goyah,” ujar Totok.

Baca juga: Gerindra Jateng Temukan Surat Suara Yang Sudah Tercoblos Sebelum Pelaksanaan Pencoblosan

Sementara, mengenai suara Gerindra yang tak unggul di pileg, Totok menduga ini berkaitan dengan faktor ideologi partai.

Totok bilang, secara teoritik, seseorang memilih partai politik karena alasan ideologi, kesamaan pandangan, atau lainnya.

Bisa jadi, suara Gerindra tidak unggul lantaran secara ideologis sudah tak terlalu menarik.

“Mungkin karena secara ideologis dia sudah enggak terlalu menarik. Artinya, bukan dalam arti tidak menarik bagaimana, tetapi pemilih partai nasionalis yang lain, dia tidak terlalu tertarik untuk pindah partai, dia lebih pada soal (pilihan) presidennya saja,” terang Totok.

Ketimbang Gerindra, pemilih partai nasionalis lebih banyak menjatuhkan pilihan ke Partai Golkar. Ini terbukti dari naiknya perolehan suara partai beringin tersebut menurut hasil quick count.

Bisa jadi, ini karena kampanye yang dilakukan Golkar lebih masif dan efektif ketimbang Gerindra.

“Di antara partai partai nasionalis ini berpindahnya relatif menjadi lebih sulit karena faktor daya tarik sudah kurang. Bagi pemilih, tinggal daya tarik praktikal yang sifatnya rasional, ekonomis sehari-hari,” tutur Totok.

 
Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved