Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Pengusaha Jateng Tolak Dibebani Tapera, Apindo Minta Tak Diberlakukan Ke Perusahaan Swasta

Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, terutama bagi perusahaan swasta.

Editor: m nur huda
Tribun Jateng/M Zaenal Arifin
Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, terutama bagi perusahaan swasta. 

Satria menuturkan kehidupan pekerja di Jateng bakal semakin berat ke depannya. Hal itu lantaran tanggungan buruh jomplang dengan gaji yang diterima setiap bulannya.

"Untuk kehidupan sehari-hari saja kurang, masih dipotong lagi. Bayangkan buruh dengan dua anak harus membiayai pendidikan anaknya yang tak murah, belum lagi naiknya harga kebutuhan pokok. Kami terus digencet oleh aturan pemerintah, bukanya mensejahterakan pekerjaan malah membuat kami semakin sekarat," katanya.

Sementara itu, Taufik Riyadi (36) satu di antara karyawan super market di Kota Semarang berujar, jika Tapera positif dan bermanfaat untuk masyarakat kenapa tidak.

Ia berkesimpulan seperti BPJS yang awalnya ditolak namun setelah dirasakan manfaatnya banyak masyarakat yang memerlukan jaringan sosial tersebut.

Meski demikian ia berujar, manajemen Tapera harus benar-benar baik karena dana yang dihimpun adalah dana masyarakat kecil.

"Yang ditakutkan adalah dana tersebut dikorupsi dan bukan diperuntukkan untuk masyarakat kecil," tambahnya.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng kebijakan Tapera yang dikenakan kepada pekerja untuk dikaji lagi.

Sekertaris KSPI Jateng, Aulia Hakim mengaku tujuan dari Tapera bagus agar buruh bisa memiliki rumah. Namun tujuan itu bergeser adanya perubahan aturan.

"Kami menganggap ini menjadi sebuah kepentingan oleh pemerintah untuk mengumpulkan uang saja," kata dia kepada tribunjateng.com, Rabu (29/5).

Dia awalnya berharap tujuan Tapera tidak hanya pemotongan gaji untuk ditabung. Pihaknya menginginkan pemotongan gaji buruh untuk mencicil rumah.

"Dengan kebijakan ini seakan-akan pemerintah hanya mengumpulkan uang saja. Tidak seperti zaman Perumnas, pemotongan gaji karyawan untuk mencicil rumah," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya membebankan pengusaha dibandingkan buruh untuk memberikan Tapera.

"Seharusnya pengusaha 2,5 persen, buruh 0,5 persen. Hal ini agar buruh tidak terbebani. Potongan itu bisa menjadi cicilan," ujarnya.

Di sisi lain, anggota Komisi X DPR RI, Yoyok Sukawi menanggapi polemik mengenai gaji karyawan yang akan dipotong 3 persen untuk iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).

Menurut legislator Partai Demokrat ini, rencana pemotongan gaji karyawan untuk Tapera harus dikaji lebih dalam.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved