READERS NOTE
Tinjauan Kejiwaan Penjudi Online
READERS NOTE Tinjauan Kejiwaan Penjudi Online oleh Eirene Natalia Putri Mahasiswa Magister Psikologi Unika Semarang
READERS NOTE Tinjauan Kejiwaan Penjudi Online
oleh Eirene Natalia Putri
Mahasiswa Magister Psikologi Unika Semarang
INDONESIA darurat judi online. Tahun 2023 tercatat perputaran uang yang digunakan untuk transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp 327 triliun (VOA Indonesia, 2024). Wow, angka yang fantastis mengingat pada saat ini masyarakat masih merasakan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Menurut data Survey Drone Emprit ditemukan bahwa Indonesia posisi teratas dunia dalam hal, pengguna judi online. Berdasar data PPATK peringkat pertama Jawa Barat sebanyak 535.644 ribu dengan nilai transaksi Rp 3,8 triliun, disusul DKI Jakarta 238.568 pemain judi online dengan nilai transaksi Rp 2,3 triliun, dan nomor tiga Jawa Tengah sebanyak 201.963 penjudi online dengan nilai transaksi Rp 1,3 triliun.
Kompas.com menulis, sebanyak 2,73 juta penduduk Indonesia bermain judi online, 2 persen anak-anak berusia kurang dari 10 tahun, dan 40 % pada rentang usia 30-50 tahun. Mayoritas masyarakat yang terjerat judi online berasal dari kalangan ekonomi bawah seperti driver ojol, tukang becak, pedagang pasar dan tukang parkir. Selain itu, sudah ada beberapa orang bunuh diri akibat judi online. Ratusan bahkan ribuan keluarga bercerai karena faktor ekonomi yang dipicu oleh perilaku penjudi online. Pelaku judi online berasari dari hampir semua kalangan.
Kecanduan judi online disebabkan karena kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh teman sebaya, mudahnya akses internet dan harapan untuk mendapatkan uang secara cepat (Kuncoro, 2024).
Pengaruhi Kecemasan
Berubahnya komunikasi interpersonal di dunia nyata seperti hubungan dengan teman, keluarga dan rekan-rekan sejawat terganggu karena pelaku judi online lebih memilih untuk berkomunikasi dengan sesama pemain judi online daripada dengan orang sekitar (Ramadhan, 2023).
Pada penelitian Wahkidi (2021) ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kecanduan terhadap kecemasan pelaku judi online. Pada penelitian terbaru ditemukan bahwa terdapat pengaruh judi online terhadap kesehatan mental pada pemainnya. Ketika seseorang bermain judi dan kehilangan sejumlah uang sehingga ia tidak dapat memenuhi kebutuhan finansialnya membuat ketidakseimbangan emosional, sering merasa cemas, stress yang tinggi dan depresi. (Kuncoro (2024).
Faktor tekanan ekonomi (kemiskinan) dan gaya hidup dapat membuat orang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan tujuannya secara instan. Lingkungan yang mendukung aksi seseorang melakukan judi dan budaya muncul di masyarakat memandang bahwa judi online adalah hal yang biasa sehingga nilai dan normal diabaikan.
Menurut Abraham Mashlow dalam Hierarki Kebutuhan. Kebutuhan dasar (basic needs) manusia adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis seperti kebutuhan untuk makan, minum, udara dan lainnya. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi dapat menyebabkan manusia kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena tujuannya akan terpusat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.
Ingin Cepat Kaya
Dampak pandemi terhadap kehidupan masyarakat secara ekonomi mengalami guncangan, korban PHK, kehilangan penghasilan, dan pemenuhan kebutuhan hidup menjadi latar belakang perilaku berjudi ini muncul. Jika kebutuhan dasar manusia (fisilogis) ini terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain seperti kebutuhan aktualisasi diri.
Meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri salah satunya terdiri dari kekayaan. Individu ingin dianggap kaya dan mampu menunjukkan dirinya secara materi, sehingga ingin mewujudkannya secara cepat dengan cara yang mudah.
Bagi pelaku judi online keinginan cepat kaya menjadikannya menggunakan harta dan asset yang dimilikinya untuk berjudi dengan berharap kemenangan dan kekayaan yang berlipat ganda. Judi online ibarat lingkaran setan, kebutuhan dasar dan aktualisasi diri ini mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara.
Kemenangan yang didapatkan sesekali dan sensasi euphoria mendapatkan uang dalam jumlah banyak dan cepat menjadikan individu ingin mengulang kembali hal menyenangkan tersebut. Dalam Teori Penguatan (Reinforcement Theory) yang dikemukakan oleh BF Skinner bahwa penguatan (reinforcement) mengakibatkan perilaku menyenangkan akan cenderung diulang.
Dalam penelitian Aristawati (2023) menyebutkan bahwa peran kontrol diri mempengaruhi keinginan bermain judi online, semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecenderungan kecanduan judi online. Kontrol diri berhubungan dengan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana seseorang bisa mengikuti aturan atau norma yang ada di masyarakat atau sebaliknya individu gagal dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Perilaku Bohong
Kecanduan judi online merujuk pada pengertian bahwa kegiatan atau aktivitas berjudi secara online dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus yang berdampak secara psikis bagi diri pelaku dan bagi orang lain.
Perilaku kecanduan judi online menyebabkan individu gagal dalam menyesuaikan diri dengan harapan keluarga dan lingkungannya ditandai dengan munculnya perilaku berbohong, melakukan penipuan untuk mendapatkan uang untuk berjudi, hingga perilaku menyakiti dan menghilangkan nyawa orang lain untuk kesenangan berjudi.
Selain itu bagi pelaku judi online yang awalnya terdampak secara ekonomi (kehilangan pekerjaan, pendapatan, pemutusan hubungan kerja) mencoba berjudi untuk mencari uang secara cepat namun individu tersebut gagal dalam mengatur kembali ritme hidupnya dahulu dan kini terjebak didalamnya.
Sisi lain pelaku judi online yang mengalami kecanduan judi online adalah hasil dari stigma negatif yang muncul dari lingkungan terhadap dirinya yang menganggapnya sebagai individu yang buruk dan tidak bisa berubah, sehingga memunculkan “label” dalam dirinya. Label pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan membuat individu meleburkan dirinya dalam label itu, hilang harapan untuk mencari pekerjaan, tidak ada gairah untuk bergerak maju dan jenuh dengan aktivitasmya sehingga mencari pelarian dengan bermain judi online.
Abnormalitas dalam gagalnya penyesuaian pelaku kecanduan judi online terlihat dari perilakunya yang terus berjudi dan tidak bisa dihentikan oleh dirinya sendiri padahal individu tersebut memahami dan mengetahui penyebab awal ia melakukannya.
Ia memiliki persepsi yang salah tentang konsep bekerja dan mencari uang bahwa jika kamu bekerja dengan giat maka mendapatkan upah, dalam bekerja ada usaha, waktu, dan tenaga yang harus dikorbankan.
Namun pelaku yang mengalami kecanduan judi online tidak memiliki persepsi yang sama terhadap realita, mereka ingin mendapatkan uang dengan cara yang cepat dan banyak dalam suatu waktu. Stress yang dialami membuat tertekan dan kecemasan hingga depresi dan membuat individu melakukan coping. Coping stres negatif dengan menggunakan judi online sebagai pelarian menjadikan individu tidak menyelesaikan stressnya tetapi justru menambah stressor yang dia miliki sebelumnya dan akhirnya terjebak dalam pusaran judi online.
Usaha mencegah makin maraknya judi online tentunya diawali dari lini kelompok terkecil yaitu keluarga. Meningkatkan pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget pada anak-anak mereka mulai dari durasi bermain, aplikasi yang digunakan, transaksi bersama rekan dewasa dan penggunaan uang jajan mereka. Upaya selanjutnya dapat dilakukan bersama dengan melibatkan pihak sekolah dan pemerintah terkait. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.