Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Awal Terungkapnya Kasus Pelecehan Seksual 3 Mahasiswi Magang IAIN Kudus, Para Korban Trauma

Awal terungkapnya kasus pelecehan seksual yang dialami sejumlah mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus

Editor: muslimah
DAILY MAIL
Ilustrasi pelecehan seksual bokong begal dan payudara 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Awal terungkapnya kasus pelecehan seksual yang dialami sejumlah mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus.

Total ada tiga mahasiswi yang jadi korban.

Pelecehan seksual dialami saat mereka menjalani masa magang di Pengadilan Agama Kudus Kelas IA. 

Para korban awalnya sempat bungkam hingga kemudian kebusukan terduga pelaku terungkap.

Baca juga: Alasan Pemkot Salatiga Tak Buka Pendaftaran CPNS Tahun Ini

Baca juga: Misteri Penemuan Mayat Wanita Setengah Badan di Brebes, Keluarga Cerita Keseharian Korban

Munculnya kasus ini, dari postingan akun instagram @lawan_pencabulan dan website Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Usuludin IAIN Kudus.

Kasus ini pun langsung tersebar dan viral di media sosial.

Dari kesimpulan postingan itu, pelecehan seksual ini dilakukan oleh pegawai Pengadilan Agama berinisial S.

Terduga pelaku melakukan pelecehan pada saat pihak Pengadilan Agama Kudus melakukan mediasi kasus perceraian.

Tindakan asusila itu terjadi pada tanggal 23 Juli 2024 lalu Sebelum berlangsungnya mediasi.

Terduga pelaku melakukan peleceham saat di dalam ruang mediasi bersama mahasiswi magang yang sedang melakukan penyiapan berkas-berkas mediasi.

Kehadiran mahasiswa magang ini dimanfaatkan oleh S untuk melakukan pelecehan.

Salah seorang korban yang enggan disebutkan namannya ini menyebut S berdalih bahwa ruang mediasi hanya boleh diakses oleh satu mahasiswa dan satu mediator.

"S awalnya berpura-pura ngajak diskusi teknik mediasi perceraian, kemudian tangannya melakukan hal-hal di luar batas," tutur korban Selasa (20/8/2024).

Usai S melakukan hal itu, korban kaget dan syok sehingga menghindar dan menjaga jarak tempat duduk di ruangan mediasi. 

Namun oknum S tetap memaksa hingga melakukan tindakan pelecehan seksual, dari keterangan korban ruangan tersebut kedap suara.

Aksi tak senonoh tersebut sempat membuat korban mengalami traumatis.

Selama menjalani sisa masa magang, dia pun tak berani kembali ke ruang mediasi sendiri.

 Korban tidak berani menceritakan kejadian tersebut kepada teman magang.

Setelah kejadian tersebut, korban sempat meminta agar jadwal piket di ruang mediasi, setidaknya diisi dua mahasiswa magang.

Namun usulan itu ditolak pembina magang dan tidak mengizinkannya dengan sejumlah pertimbangan. 

Korban baru berani bercerita kepada kelompoknya selang satu minggu kejadian. 

Di luar dugaan, pengakuannya tersebut diakui mahasiswi lain yang mengalami perlakuan yang sama oleh oknum S.

Perbuatan S diduga tidak hanya sekali, bahkan hingga tiga mahasiswi yang menjadi korban.

Setelah masa magang berakhir,  mahasiswi ini pun menceritakan kejadian tak senonoh yang dialami mereka kepada wakil ketua hakim PN setempat. 

Selang beberapa hari, tiga mahasiswa magang itu diundang PA Kudus untuk menandatangi surat pernyataan tanpa diketahui isi suratnya.

Rektor IAIN Kudus, Abdurrahman Kasdi saat dikonfirmasi menyampaikan sudah mendengar desas-desus terkait informasi dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswanya. 

Pihaknya membenarkan bahwa terduga pelaku S merupakan tenaga kependidikan di lingkungan IAIN Kudus

"Terkait dengan aktivitas sebagai freelancer mediator non hakim, dilakukan di luar tugas resmi sebagai pegawai IAIN Kudus tanpa adanya surat tugas dari institusi," tutur Abdurrahman.

Rektor mengaku sudah berkoordinasi Pengadilan Agama dalam upaya meluruskan permasalahan. 

Sebagai tindak lanjutnya, pihaknya membentuk Mahkamah Etik untuk melakukan proses investigasi menyelesaikan permasalahan ini. 

Mahkamah Etik ini terdiri dari perwakilan Pimpinan, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) serta Tim Kerja Organisasi Kemahasiswaan dan Hukum. 

"Kami berkomitmen untuk mendukung korban dengan memberikan pendampingan psikologis dan hukum selama proses pengaduan berlangsung," sebut Abdurrahman. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved