Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Fakta Iuran di PPDS Fakultas Kedokteran Undip, Besaran hingga Peruntukan

Mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) program anestesiologi Undip di Rumah Sakit Kariadi akui adanya iuran setiap semester

Editor: muslimah
Tribun Jateng / Bram Kusuma
Ilustrasi Kemenkes: Senior Diduga Minta Uang ke Mahasiswi PPDS Risma hingga Rp 40 Juta Per Bulan 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Pihak Undip buka suara terkait dugaan iuran hingga Rp 40 juta.

Mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) program anestesiologi Undip di Rumah Sakit Kariadi akui adanya iuran setiap semester.

Mahasiswa PPDS Anestesi, Angga Rian mengaku terdapat iuran mahasiswa seangkatannya. Besaran nominalnya pun tidak menentu.

"Kalau saya paling besar Rp 10 juta setiap bulan. Uang iuran itu dikelola oleh bendahara. Uang itu untuk kebutuhan makan," ujarnya usai kegiatan apel pemberian dukungan di lapangan mini Fakultas Kedokteran Undip, Senin (2/9/2024).

Namun uang iuran dikenakan peserta PPDS tidak tentu ditarik setiap bulan. Terkadang uang iuran itu tidak ditarik dalam waktu satu bulan.

"Iuran itu tergantung kas kami untuk beli makan. Kalau masih penuh ya tidak iuran. Kalau ada sisa dikembalikan. Uang iuran itu hanya satu semester saja," imbuh mahasiswa PPDS Semester 5.

Terkait pola komunikasi, ia menepis ada pembatasan antara yunior dan senior.

Biasanya mahasiswa senior saat sedang menangani pasien sulit diajak komunikasi karena sedang fokus.

 Hal itu membuat mahasiswa junior segan.

"Ketika situasi tenang pasien sudah aman komunikasi tetap ada," tuturnya.

Namun Ia mempersilahkan untuk memproses jika terdapat temuan pembatasan komunikasi antara junior dan senior. Pihaknya sangat terbuka terkait hal tersebut.

"Jadi tidak ada batas-batasan komunikasi," tandasnya.(rtp)

Iuran Bulanan Rp 30 Juta

Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Prof Zainal Muttaqin membenarkan adanya iuran bulanan dengan total Rp 30 juta bagi mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi.

Hal itu berlaku bagi mahasiswa semester 1.

Menurut Zaenal, yang dialami korban bunuh diri, dokter ARL bukan termasuk pemalakan.

Namun, memang uang iuran dari teman-temang seangkatannya.

Dia mengatakan, kebetulan almarhum ARL merupakan penanggungjawab iuran angkatan. Setelah terkumpul, uang itu digunakan untuk uang makan mahasiswa PPDS Anastesi.

“Si R kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp 30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal, usai aksi solidaritas FK Undip, Senin, (2/9/2024).

Dia mengatakan, iuran uang puluhan juta itu menjadi kewajiban mahasiswa semester awal.

Mereka wajib membayar iuran Rp 3 juta rupiah per bulan selama 1 semester.

Hasil uang yang terkumpul digunakan untuk uang makan bersama para tenaga kerja yang bertugas di bidang anestesi.

Kemudian, di semester berikutnya, mereka tidak diwajibkan membayar iuran lagi karena ada mahasiswa baru.

Sebab, penerimaan PPDS dibuka setiap semester, bukan setahun.

"Penerimaan PPDS itu setiap semester bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," ungkap dia. 

Uang itu digunakan untuk membeli makanan karena dokter residen memiliki jadwal yang padat.

Dia mengatakan tidak semuanya nakes anestesi dapat beristirahat di waktu yang sama.

"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama.

Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," lanjut dia.

 Zaenal menyayangkan pernyataan Kemenkes yang tiba-tiba menyebut iauran itu sebagai pemalakan.

Dia tidak menyangkal adanya perundungan di sana, tapi menurutnya itu merupakan prilaku individu bukan institusi.

"Jadi Menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan enggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi. Kalau individu ya yang dihukum individu bukan intitusi. Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan. Ada akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," tegas Zainal.

Di samping itu, dia berharap Kemenkes mencabut penghentian sementara PPDS Anestesi Undip.

Dia menilai, ada banyak kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.

"Penutupan PPDS ini tidak menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Pendidikan terhambat, padahal kita butuh banyak dokter spesialis," ujar dia. (Tribunjateng. Kompas)

 


Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved