Berita Jawa Tengah
Inilah Sosok Pasutri Warga Sragen, Bisa Kuliahkan Anak Hasil Jual Gatot dan Kerupuk Trowolo
Dari usaha pembuatan gatot dan kerupuk trowolo, Sugimin (54) warga Sragen ini bisa menyekolahkan dan mengantar anaknya hingga lulus kuliah.
TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN - Bagi warga Sragen, mungkin tak akan asing dengan cemilan bernama gatot dan kerupuk trowolo.
Meskipun itu merupakan panganan jadul, nyatanya hingga saat ini masih eksis di tengah- tengah masyarakat, khususnya akan cukup mudah ditemukan saat acara hajatan.
Sugimin dan Tini, pasutri inilah yang sudah puluhan tahun masih eksis memproduksi dan menjual cemilan jadul tersebut.
Berikut ini kisah mereka.
Baca juga: Inilah Gatot dan Kerupuk Trowolo Asal Sragen, Cemilan Jadul yang Masih Eksis Saat Hajatan
Baca juga: GEGER Viral Guru Ngaji Diarak Warga di Sragen, Diteriaki "Ustaz Cabul"
Dari usaha pembuatan gatot dan kerupuk trowolo, Sugimin (54) bisa menyekolahkan dan mengantar anaknya hingga lulus kuliah.
Warga Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen ini sudah menekuni usaha tersebut sejak 1987.
"Kemungkinan bisa usaha turun temurun."
"Usaha gatot ini usahanya orang berat, beratnya karena dimulai metik singkong, mengupas, memarut, mulai sampai matang prosesnya bisa seharian," ujarnya seperti dilansir dari TribunSolo.com, Rabu (4/9/2024).
Terpisah, istri Sugimin, Tini (47) mengatakan, usaha ini dijalankan karena penghasilan yang didapatkan bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, dengan usaha ini, Tini dan suaminya tidak perlu merantau jauh keluar kota seperti yang biasa dilakukan warga desa pada umumnya.
"Awal menggeluti usaha ini, hasilnya lumayan buat keseharian, buat menyekolahkan anak sudah menjangkau," ujar Tini.
"Kalau cari kerjaan di luar kota enggak bisa ketemu keluarga karena keluar kota."
"Kalau bikin ini bisa sama keluarga," sambungnya.
Dengan pundi-pundi rupiah yang terkumpul, Sugimin dan Tini mampu menyekolahkan anak-anaknya, bahkan hingga ke perguruan tinggi.
"Saya punya anak 3, perempuan semua."
"Yang besar kuliah di Poltekes, anak kedua saat ini kelas 3 SMK di Gondang, kemarin habis PKL."
"Anak yang ketiga baru masuk tahun ini di SMK Negeri 2 Sragen," terangnya.
Menurutnya, kedua putrinya itu sudah memiliki rencana ingin melanjutkan kuliah setelah lulus SMK.
"Mintanya lanjut kuliah, bismillah mudah-mudahan bisa," singkatnya.
"Karena sekarang biaya kuliah tidak begitu mahal, dulu sekira Rp6 juta, sekarang mungkin bisa lebih dari Rp6 juta."
"Selisihnya semoga tidak banyak."
"Yang cukup berat mungkin biaya kos, dulu Rp300 ribu, sekarang menjadi Rp600 ribu, belum biaya makan," ujarnya.
Meski begitu, sebagai orangtua, Tini dan Sugimin tidak pernah merasa lelah untuk mengantar anak-anaknya mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Tini tidak pernah menabung dengan mengumpulkan uang barang sedikit.
Caranya menyimpan uang dengan merawat ternak, baik kambing atau sapi, dan menggarap sawah.
Jika ada kebutuhan mendesak, mereka bisa menjual kambing atau sapi atau dengan mengandalkan hasil panen.

Baca juga: KPPN Sragen Selenggarakan Forum Konsultasi Publik dan Public Campaign Anti Korupsi dan Gratifikasi
Makanan Jadul yang Tetap Eksis
Sudah produksi selama puluhan tahun, gatot dan kerupuk trowolo buatan Sugimin warga Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen tidak perlu diragukan lagi.
Salah satu warga, Sugiyono mengatakan, kerupuk trowolo buatan Sugimin ini sebenarnya sama dengan kerupuk trowolo yang lain.
Karena pada dasarnya bahan yang digunakan hanya singkong, tanpa ada tambahan bumbu yang lain.
Namun semakin ke sini, menurut Sugiyono, rasa kerupuk trowolo buatan Sugimin lebih bervariasi.
"Rasa trowolo itu sebenarnya di mana-mana relatif sama, memang khasnya seperti itu, kadang dimodifikasi sedikit dengan tambah bawang,"
"Sugimin ini cenderung kreatif, karena dari sisi usia lebih muda," katanya seperti dilansir dari TribunSolo.com, Rabu (11/9/2024).
Lanjutnya, rasa gatot buatan Sugimin juga tidak kalah enak.
"Soal gatot lebih lentur, karena memang prosesnya semuanya manual, sehingga bisa memaksimalkan kualitas," jelasnya.
Sugiyono yang juga merupakan warga Desa Jambeyan mengetahui bahwa Sugimin sudah lama memproduksi gatot dan kerupuk trowolo.
"Seingat saya sudah generasi kedua Sugimin membuat UMKM gatot dan trowolo ini," singkatnya.
Menurut Sugiyono, kehadiran kerupuk trowolo di acara hajatan yang digelar di Kabupaten Sragen ini sudah seperti sebuah tradisi.
Pasalnya, dulu belum banyak varian kerupuk seperti saat ini.
Karena sudah banyaknya varian kerupuk, beberapa pemilik hajatan kini sudah tidak lagi memakai trowolo.
Bahkan ada sebagian warga Sragen yang menggelar hajatan hanya memberikan roti sebagai bingkisan, karena lebih praktis dan ringkas.
Sugiyono menambahkan, meski termasuk makanan zaman dulu alias jadul, kerupuk trowolo dan gatot masih eksis hingga sekarang.
Bahkan, gatot masih digemari oleh anak-anak muda, yang hobi nongkrong di warung.
"Kalau ketinggalan zaman menurut saya tidak, karena menurut saya lebih mengedepankan keontetikan."
"Kalau dibilang ketinggalan zaman pasti sudah gulung tidak dari dulu."
"Toh kenyataannya masih eksis walaupun di tengah kreativitas sedemikian rupa menghadirkan aneka cemilan," terangnya.
"Kalau gatot sekarang mungkin konsumsinya tidak seperti dulu, karena memang dari sisi gempuran makanan olahan yang sedemikian rupa,"
"Tapi karena mengandalkan keontetikan rata-rata petani di sawah, itu mereka pilih gatot, karena murah dan bikin kenyang," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Review Gatot dan Kerupuk Trowolo Buatan Sugimin Menurut Warga : Makanan Jadul yang Tetap Eksis dan Sosok Sugimin Pembuat Gatot dan Kerupuk Trowolo di Sragen: Tak Perlu Merantau, Bisa Kuliahkan Anak
Baca juga: UPNS PPKS USM-DP3AP2KB Jateng Gelar Forum Grup Diskusi Kekerasan Seksual pada Penyandang Disabilitas
Baca juga: Ini Sederet Ancaman Sanksi Bagi ASN Pemkab Kudus yang Tidak Netral dalam Pilkada 2024
Baca juga: Tahun Ini, Pemkab Blora Targetkan Raih Penghargaan KLA Kategori Nindya
Baca juga: Ramah Kelompok Rentan, Ari Apresiasi Fasilitas Publik di Balai Besar POM Semarang
Kesaksian Tecky Dosen Poltekkes Semarang Saat Kerusuhan Nepal: 3 Hari Saya Tertahan di Kamar Hotel |
![]() |
---|
Proses Dramatis Evakuasi Wanita Obesitas di Sragen, Isnani Alami Sesak Napas, Berat Tubuh 300 Kg |
![]() |
---|
Orangtua di Boyolali Gagal Ngirit, Tiba-tiba Anak Minta Tambahan Uang Jajan Gegara MBG Dihentikan |
![]() |
---|
Inilah Sosok Tecky Dosen Poltekkes Semarang, Sempat Terjebak Kerusuhan Nepal Saat Jalani Misi WHO |
![]() |
---|
Gubernur Luthfi Fokuskan Penguatan dan Pemerataan Konektivitas Antarwilayah di Jawa Tengah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.