Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Dekan FK Undip Minta Maaf, Komisi IX DPR Minta Para Dokter Jangan Elitis

Komisi IX DPR RI dan RSUP dr Kariadi Semarang mengakui adanya tindakan perundungan yang dialami dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Do

Penulis: iwan Arifianto | Editor: m nur huda
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah
Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Komisi IX DPR RI dan RSUP dr Kariadi Semarang mengakui adanya tindakan perundungan yang dialami dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip.

Terungkapnya tindakan perundungan tersebut selepas perwakilan Komisi IX bertemu dengan sejumlah pengelola RSUP dr Kariadi.

"Kasus perundungan memang ada, oknumnya siapa sedang dicari," ujar Direktur Operasional RSUP dr Kariadi Semarang Mahabara Yang Putra atau dr Abba di RSUP Kariadi, Kota Semarang, Jumat (13/9/2024).

Pihaknya menyebut, oknum tersebut masih dicari lewat penyelidikan kepolisian.

Baca juga: Dekan FK Undip Minta Maaf, Komisi IX DPR RI Temui Manajemen RSUP dr Kariadi

Baca juga: Undip & RSUP dr Kariadi Akui Ada Perundungan Ke Dokter Aulia, Kuasa Hukum Minta Buka Kotak Pandora

Baca juga: Polda Jateng Sebut Pengakuan Undip dan RSUP Kariadi Permudah Penyelidikan Kasus Dokter Aulia

"Oknum itu melakukan perundungan dengan memanfaatkan posisinya. Lalu melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya," imbuh Abba.

Selepas ditemukannya adanya perundungan, Abba mengungkapkan bakal melakukan evaluasi dari proses seleksi yang dilakukan bersama instansi pendidikan.

Terkait penghentian sementara PPDS Anestesi Undip di RSUP Kariadi Semarang, dia menyebut hal itu dilakukan supaya kepolisian dapat melakukan penyelidikan dengan baik tanpa bias.

"Dihentikan sampai kapan? Ya sampai kepolisian menemukan siapa yang melakukan perundungan," jelasnya.

Dia pun menjamin selama proses penghentian sementara tak akan menganggu proses pelayanan rumah sakit.

"Kami ada lebih dari 20 dokter spesialis (anestesi) dilihat jumlah kamar dan jam shift masih cukup," ungkapnya.

Penghentian Praktik

Begitupun soal penghentian praktik sementara Dekan Fakultas Kedokteran Undip dr Yan Wisnu Prajoko di RSUP Kariadi, pihak rumah sakit melakukan hal itu untuk kepentingan penyelidikan kepolisian.

"dr Yan itu menjabat dua posisi penting yaitu sebagai dekan FK Undip dan dokter di Kariadi. Jadi biar tidak ada konflik kepentingan dan penyelidikan polisi berjalan lancar maka praktiknya dihentikan," ujar Abba.

Selain itu, Abba membantah soal adanya kerja overtime yang dialami mahasiswa PPDS. Pihaknya mengatakan, istilah 24 jam merupakan pelayanan seperti IGD. Artinya mahasiswa PPDS tidak bekerja selama 24 jam, hanya pelayanan saja.

"Tidak ada itu kerja overtime. Namun nanti kita evaluasi antara jam belajar sama jam pelayanan PPDS," bebernya.

Sementara, Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani mengatakan, perundungan memang menimpa dr Aulia Risma Lestari. Pihaknya meminta Undip dan RSUP Kariadi mengakui hal tersebut.

"Tidak boleh saling lempar. Harus diselesaikan masalah ini secara bersama-sama demi kebaikan lembaga pendidikan dan rumah sakit," terangnya.

Irma pun meminta para dokter tidak bersikap elitis dan esklusif agar akar persoalan ini dapat diselesaikan.
Menurut dia, sikap elitis dari para dokter inilah yang menyebabkan persoalan ini tak kunjung ketemu ujung pangkalnya.

"Para dokter kan eletis sekali jadi tutup menutupi. Tidak ada satupun persoalan di kedokteran yang selesai karena mereka saling tutup menutupi," katanya.

Dia menambahkan, pertemuan ini bakal dibawa ke rapat komisi IX DPR RI. "Nanti rencana ada pemanggilan RSUP Kariadi dan Undip," bebernya.

Kasus Perundungan

Fakultas Kedokteran Undip meminta maaf terkait kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi.

"Saya sampaikan hari ini, kami menyadari sepenuhnya menyampaikan dan mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan Dokter Spesialis di internal kami terjadi praktek atau kasus perundungan dalam berbagai bentuk dan derajat dan hal," kata Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko saat konferensi pers di kampus FK Undip Tembalang Semarang, Jumat (13/9).

"Dengan demikian kami memohon maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kemendikbudristek dan kepada Komisi IX, Komisi X DPR RI, dimana masih ada kekurangan kami di dalam menjalankan proses pendidikan Dokter Spesialis," tambahnya.

Yan menyebut pihaknya selalu membuka diri kepada seluruh pihak untuk mengawasi dan mengoreksi sehingga proses pendidikan menjadi baik dan bermanfaat. Terkait penangguhan PPDS Anestesi Undip, Yan berharap Kemenkes dapat segera mencabutnya.

"Kami memohon arahan seluruh pihak dan komponen masyarakat untuk kami ke depan dapat menjalankan pendidikan Dokter Spesialis yang bermartabat, melindungi akademik kami dan bermanfaat untuk bangsa dan negara. Kami juga memohon kepada Pemerintah untuk dapat terus melanjutkan pendidikan PPDS anestesi agar kami dapat memberikan sumbangsih kepada Negara," ujarnya.

Membuka Diri

Hal senada juga disampaikan pihak RSUP dr. Kariadi yang merasa ikut bertanggung jawab terjadinya perundungan di lingkungan PPDS anestesi.

"Kami tidak lepas dan ikut bertanggung jawab dalam proses pendidikan anestesi. Makanya kami kepada Kemenkes, Kemendikbudristek, dan seluruh masyarakat kiranya menjadi momentum RSUP Kariadi sebagai salah satu wahana spesialis dan ke depannya jadi momentum untuk kita lebih mengevaluasi dan menjadikan hal ini agar kita mencetak tenaga kesehatan yang baik. Kami mohon maaf," kata Direkur Layanan Operasi
Dr Mahabara Yang Putra.

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani memuji sikap Undip yang sejak awal sudah terbuka kepada siapa saja yang mau melakukan investigasi praktek perundungan di PPDS Undip.

"Saya mengapresiasi sikap Undip yang sejak awal terbuka dan mempersilakan semua pihak untuk mendalami atau investigasi soal perundungan ini," kata Irma.

Dugaan perundungan di PPDS Anestesi Undip mencuat setelah kematian dokter muda Aulia Risma Lestari di kamar kosnya Jalan Lempongsari, Semarang pada 12 Agustus 2024.

Aulia diduga mengakhiri hidupnya karena mendapat perundungan selama pendidikan di RSUP dr. Kariadi. Polisi masih menyelidiki kasus dugaan perundungan tersebut.

Uang Pungutan

Undip mengakui adanya pungutan iuran yang menimpa peserta PPDS termasuk dr Aulia Risma Lestari. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, MKes., SpB, Subsp.Onk (K) pungutan iuran itu berkisar Rp 20 juta-Rp40 juta perbulan yang dibayarkan setiap mahasiswa.

Setiap angkatan PPDS Anestesi Undip ada sebanyak 7-15 mahasiswa. Para mahasiswa tersebut dipungut uang sebesar tersebut ketika di semester 1 atau selama 6 bulan pertama. Selepas itu, Yan mengklaim sudah tidak ada pungutan kembali.

Nantinya, uang iuran itu dikumpulkan untuk kebutuhan operasional mahasiswa PPDS anestesi.

"Uang digunakan untuk nyanyi, main sepakbola, bulutangkis, sewa mobil, sewa kos dan makan. Kebutuhan paling besar untuk biaya makan sampai dua pertiganya," kata Yan dalam konferensi pers di Undip Semarang, Jumat (13/9/2024).

Yan menyadari adanya pungutan iuran tersebut sehingga pada 25 Maret 2024 atau tiga bulan selepas menjabat sebagai Dekan lantas mengeluarkan surat edaran yang membatasi penarikan iuran. Surat edaran itu membatasi penarikan maksimal Rp300 ribu perbulan setiap mahasiswa.

"Saya sudah berbicara dengan mereka (pelaku) yang meyakini secara rasional kenapa harus iuran. Namun, apapun alasan pembenaran mereka, publik akan menilai pungutan itu tidak tepat," ungkapnya.

Terkait keterangan pengacara keluarga dr Aulia Risma yang menyebut korban telah setor ke seniornya sebesar Rp 225 juta, Yan mengatakan pernah mendengar hal tersebut tetapi bukan di Undip. "Saya pernah mendengar tapi bukan di Undip," katanya. (iwn/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved