Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jepara

Aksi Kamisan Jepara Kolektif Jaladara Jepara Ingin Hapuskan Kekerasan Terhadap Perempuan

Puluhan pemuda tergabung dalam Kolektif Jaladara melaksanakan aksi demo di depan Kantor Pemkab Jepara.

Penulis: Tito Isna Utama | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/TITO ISNA UTAMA.
Aksi kamisan yang dilakukan Kolektif Jaladara di depan Kantor Pemkab Jepara. 

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Puluhan pemuda tergabung dalam Kolektif Jaladara melaksanakan aksi demo di depan Kantor Pemkab Jepara, dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang dimulai 25 November hingga 10 Desember 2024.

Pantauan Tribunjateng di lokasi, nampak puluhan pemuda dari laki-laki maupun perempuan memenuhi depan kantor Pemkab Jepara.

Ketika melakukan aksi demo, para pemuda tersebut membawa beberapa tulisan dan patung manekin dengan ditempel selembar kerta yang menyuarakan kesetaraan wanita.

Baca juga: Kronologi Dugaan Kekerasan Seksual oleh Agus Disabilitas Meski Tak Punya Tangan

Koordinator Aksi, Saffinatun Nikmah menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi momok bagi semuanya, tak terkecuali di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. 

Gelombang kekerasan yang dialami perempuan perlu menjadi tugas bersama untuk mencegah dan menyudahinya. 

Dalam peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang dimulai 25 November hingga 10 Desember 2024,  Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) turut menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat upaya perlindungan bagi korban kekerasan berbasis gender, memenuhi hak-hak mereka, dan bersama-sama mengakhiri kekerasan terhadap perempuan

Kampanye ini mengangkat tema 'Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan' sebagai respons atas situasi darurat kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Kampanye tersebut diharapkan dapat mendorong tersedianya layanan dukungan untuk pemenuhan hak perempuan korban kekerasan, seperti rumah aman, pendampingan hukum, dan pendampingan psikologis.

"Kami mendorong agar pemerintah lebih berfokus terhadap pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Tidak hanya menjadi obrolan semata, tapi teralisasi dalam program perlindungan terhadap perempuan," kata Koordinator Aksi, Saffinatun Nikmah yang juga dari Kolektif Jaladara. 

Mengacu pada data dari DP3AP2KB Kabupaten Jepara memaparkan, hingga Mei 2024, sudah ada 2 kasus kekerasan yang diadukan ke DP3AP2KB. 

Sementara di tahun 2023, ada 15 kasus kekerasan yang ditangani DP3AP2KB. 

Di 2022, data DP3AP2KB mencatat 13 kasus kekerasan terhadap perempuan

"Data tersebut mungkin tidak bisa menjadi acuan atau gambaran bagaimana terjadinya kekerasan di Jepara. Tentunya, masih banyak kekerasan yang dialami perempuan yang tidak terdata dan akan menjadi gunung es. Lantas, apakah kita hanya akan berdiam saja?" kata dia.

Selain itu, pihaknya ingin mendorong anggaran yang ramah gender untuk perempuan korban kekerasan sehingga dapat perlindungan dan pemulihan secara menyeluruh baik secara psikologis, hukum, dan ekonomi. 

Kemudian perlindungan ekosistem lingkungan, salah satunya pemulihan paska penutupan tambak udang di Karimunjawa utamanya bagi para perempuan yang terdampak. 

"Kita tak boleh lengah terhadap tambang pasir laut di pesisir Jepara. Karena dengan itu akan berdampak terutama bagi perempuan dan anak," paparnya. 

Tak lupa kata dia, perlunya mewujudkan perlindungan pada perempuan dan anak di lingkungan keluarga, kerja, pendidikan dan lingkungan publik. 

Kolektif jaladara ingin menekan pernikahan usia anak yang saat ini masih sering terjadi. 

Data DP3AP2KB mencatat, hingga Mei 2024, ada 191 anak yang mengajukan dispensasi nikah. 

Di tahun 2023 malah lebih tinggi yakni sampai 382 permohonan.

Padahal, anak belum waktunya menikah dan perlunya pendidikan bagi mereka. 

"Di beberapa sekolah dan institusi perguruan tinggi juga muncul kasus kekerasan seperti perundungan, kekerasan berbasis gender online (KBGO), dan kasus kekerasan lainnya. Ini menjadi konsen kami untuk berupaya secara bersama menekan hal tersebut salah satunya melalui kampanye 16 HAKTP," ucapnya.

Pihaknya juga melihat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berpihak kepada perempuan yakni RUU Perlindungan Pekerja Rumahtangga (PPRT).

Dengan tegas pihaknya mendesak agar legislatif membahas dan mengesahkan RUU PPRT yang mengatur antara PRT dan pemberi kerja. 

Bagi dia, saat ini masih belum ada payung hukum yang jelas untuk menanungi para PRT. 

Baca juga: Demo Kutuk Kekerasan Seksual di Kampus Berujung Pembakaran Fasum

"Payung hukum bagi masyarakat adat juga masih belum menemui titik terang. Mereka masih terancam atas sengketa lahan, pembangunan tidak pro masyarakat adat, deforestasi, dan lain-lain. Untuk itu, kami mendorong pembagasan dan pengesahan undang-undang RUU masyarakat adat," ungkap dia. 

Ia ingin masyarakat bisa menggelorakan semangat penghapusan femisida dan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan

"Perlu peran aktif semua pihak. lawan kekerasan terhadap perempuan," tutupnya. (Ito)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved