Berita Jateng
Ekonom Ahli KPwBI Jateng: Penggunaan Cabai Kering dan Pasta Bawang Jadi Solusi Tekan Inflasi
Penggunaan produk diawetkan seperti cabai kering dan pasta bawang dinilai menjadi solusi jangka panjang untuk menekan inflasi.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Penggunaan produk diawetkan seperti cabai kering dan pasta bawang dinilai menjadi solusi jangka panjang untuk menekan inflasi.
Ekonom Ahli Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, Gunawan Wicaksono menjelaskan, cabai dan bawang termasuk komoditas makanan bergejolak (volatile food) yang sering menyebabkan inflasi di Indonesia.
Harga komoditas ini di antaranya dipengaruhi oleh pasokan yang tidak stabil karena faktor cuaca. Ia mengatakan, karena faktor cuaca ini, cabai memiliki karakteristik berbeda, di mana inflasi bisa terjadi secara harian dan berubah-ubah.
Selain itu, juga dipengaruhi faktor musiman, yang seringkali mengganggu pasokan dan menyebabkan harga naik secara drastis.
"Jadi misalkan distribusi psokannya ke pasar induk saja, bertemu hujan lebat, terganggu banjir, hari itu juga harga langsung naik.
Komoditas ini juga sangat dipengaruhi oleh pola musiman. Ketika hasil panen berlebih, tidak ada institusi pun yang bisa menyerapnya tanpa mengubahnya menjadi produk lain. Salah satu bentuk hilirisasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah cabai segar menjadi cabai kering dan bawang merah menjadi pasta bawang," jelas Gunawan, Kamis (5/12/2024).
Gunawan memaparkan, produksi cabai di Jawa Tengah cenderung fluktuatif, dengan surplus cabai yang terjadi di beberapa bulan dan kekurangan pasokan pada bulan-bulan tertentu.
Ketika musim panen, produksi cabai di Jawa Tengah mencapai 225.000 ton. Sedangkan konsumsi masyarakat berada di kisaran 150.000 ton.
"Jadi surplus sebanyak 75.000 ton, namun di bulan-bulan tertentu, katakanlah November sampai dengan Februari itu defisit," terangnya.
Pada saat terjadi defisit, sebutnya, harga kedua komoditas ini cenderung melejit karena kebutuhan masyarakat yang tetap sama.
Dengan adanya produk cabai kering, menurutnya, permintaan terhadap cabai segar akan berkurang, sehingga saat terjadi defisit, tidak akan ada lonjakan permintaan yang menyebabkan harga meroket.
"Artinya demand-nya berkurang, sehingga harganya stabil ketika harga mau naik dia tidak naik. Sebaliknya ketika harga turun, sudah diubah jadi cabai kering. Jadi petani untung, konsumen untung, sehingga harga stabil," terangnya.
Ia di sisi itu menjelaskan, cabai kering dan pasta bawang memiliki beberapa keunggulan di mana dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama tanpa menggunakan bahan pengawet.
"Cabai kering, dalam prosesnya, hanya mengambil kandungan airnya. ini bisa bertahan lebih lama dibandingkan cabai segar yang hanya bisa bertahan seminggu atau dua minggu," tambahnya.
Terkait dengan kekhawatiran tentang perbedaan rasa antara cabai kering dan segar, Gunawan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan.
Menurutnya, pihaknya telah melakukan beberapa kampanye untuk memperkenalkan cabai kering dengan melibatkan chef, dan hasilnya menunjukkan bahwa rasa masakan tetap enak.
FISR 2025 Ajak Peserta Kunjungi Sawah Low Carbon dengan Kualitas Padi Lebih Baik dan Hemat Biaya |
![]() |
---|
Ironi PHK di Jawa Tengah Capai 10 Ribu Lebih, Picu Gangguan Kejiwaan |
![]() |
---|
RSJ Semarang Dibanjiri Pasien ODGJ, Ternyata Dampak dari PHK di Jateng Tertinggi Nasional |
![]() |
---|
Pemprov Jateng-Djarum Foundation Berkolaborasi Perbaiki 350 RSLH Warga Miskin |
![]() |
---|
Pemprov Jateng Minta Kabupaten/Kota Dapat Ikut Menangani Backlog Perumahan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.