Pelajar Semarang Tewas Ditembak
Kasus Aipda Robig Jadi Pembelajaran: Pintu Masuk Evaluasi Kepolisian
Polda Jawa Tengah telah memecat Aipda Robig Zaenudin (38) sebagai anggota Polri dalam sidang kode etik kepolisian, Senin (9/12/2024) malam.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Polda Jawa Tengah telah memecat Aipda Robig Zaenudin (38) sebagai anggota Polri dalam sidang kode etik kepolisian, Senin (9/12/2024) malam.
Pada hari yang sama, polisi bintara ini juga telah menyandang status sebagai tersangka atas kasus pidana pembunuhan terhadap Gamma atau GRO (17) pelajar SMK N 4 Semarang.
Kepolisian baru memecat dan menetapkan Robig sebagai tersangka selepas 2 minggu dari peristiwa penembakan.
Baca juga: Di Mana Sosok Istri Aipda Robig? Tak Dampingi Saat Sidang Kasus Penembakan Pelajar SMK Semarang
Tak ayal, keputusan tersebut tak memuaskan publik. Sejumlah lembaga melihat kasus Robig tak hanya sekedar kasus polisi menembak tiga pelajar.
Namun, kasus ini bagian dari perlunya mengevaluasi lembaga Bhayangkara secara keseluruhan lantaran lembaga penegak hukum ini dianggap tidak tersentuh oleh hukum.
"Kami mendorong perlunya evaluasi besar-besaran kepolisian agar sesuai mandat reformasi," jelas pengacara publik dari LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika, Selasa (10/12/2024).
Dhika mengatakan, polisi yang digadang-gadang menjadi sosok humanis tapi faktanya bertindak sewenang-wenang di antaranya melakukan penembakan yang menimbulkan nyawa menghilang.
Khusus dalam kasus Gamma, Dhika melihat ada upaya pembelokan narasi dan pengaburan fakta oleh Kapolrestabes Semarang.
Pengaburan fakta tersebut adalah kasus penembakan Aipda Robig dilakukan atas dasar pembelaan diri karena mendapatkan serangan dari ketiga korban.
Kondisi ini juga patut menjadi perhatian karena bagian dari obstruction of justice atau penghalang keadilan dalam hukum pidana.
"Kapolrestabes semarang seharusnya sadar karena dia sudah melempar narasi publik yang kita ketahui bersama sehingga seharusnya Bareskrim untuk memberikan sanksi tegas dengan cara dicopot," bebernya.
Dosen Hukum Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Theo Adi Negoro menilai pemecatan Kapolrestabes Semarang adalah memungkinkan.
Namun, langkah itu harus melalui prosedur yang tepat dan harus didasarkan kepada suatu pelanggaran berat tertentu.
Berdasarkan teori kewenangan, maka setiap pejabat harus menjalankan kewenangannya berdasarkan hukum.
Harus ada legitimasi formal dan materiil sebelum Pejabat tersebut mengambil suatu keputusan.
"Jika memang terbukti Kapolrestabes dengan sengaja menutu-tutupi kasus ini, maka terlah terjadi penyalahgunaan kewenangan dengan melanggar asas akuntabilitas, dan prinsip transparansi serta keterbukaan sebagaimana yang diantur di dalam UU tentang Keterbukaan informasi Publik," ujarnya.
Mekanisme pemberian sanksi melalui evaluasi yang obyektif melalui Lembaga pengawas seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
"Tujuannya untuk menghidari potensi politisasi dan penjatuhan berdasarkan kehendak massa," katanya.
Dia juga menyoroti lambannya kasus Aipda Robig yang baru diputuskan dua minggu setelah kejadian.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa hal meliputi kurangnya bukti, konflik kepentingan di dalam internal kepolisian yang menganggu independensi penegakan hukum dan tidak efektifnya mekanisme koordinasi antar lembaga internal yang mengusut kasus ini.
"Situasi berlarut-larut seperti ini tidak baik dan menciderai prinsip akuntabilitas dan supremasi hukum. Hal jni harus menjadi evaluasi bagi Polri," ujarnya.

MASYARAKAT MULAI SADAR
Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia, Andy Suryadi menganggap, ketidakpercayaan publik terhadap polisi dalam kasus Gamma terbentuk oleh beberapa hal meliputi persepsi negatif terhadap kinerja lembaga kepolisian selama ini yang dipersepsikan yakni jika ada masalah yang melibatkan oknum anggotanya tampak cenderung menutup-nutupi atau bahkan membela.
Kemudian rangkaian kasus sebelumnya dimana konferensi pers yang digelar ternyata jauh berbeda dengan fakta yang terjadi, utamanya yang paling bombastis adalah kasus Ferdy Sambo.
"Konferensi pers awal yang dirasa langsung cenderung membela anggota dan sebaliknya melabeli korban yang sudah meninggal sebagai anggota “gangster” pelaku tawuran tentu cukup melukai perasaan keluarga korban dan menimbulkan tanda tanya
publik," terangnya.
Pria yang juga Pengajar Sejarah Militer dan Kepolisian FISIP Unnes ini menilai, Konferensi pers awal tersebut sayangnya tidak langsung disertai dengan bukti yang kuat dan tak terbantahkan sehingga membuka celah pertanyaan dan keraguan masyarakat.
Ditambah, rekam jejak korban Gamma yang disebutkan sebagai anak baik dan berprestasi baik oleh keluarga, sekolah maupun temannya tentu membuat publik ragu benarkah korban masuk geng tawuran.
"Publik sudah memahami bahwa penembakan oleh anggota polisi adalah sesuatu hal yang hanya boleh dilakukan dalam kondisi memaksa dan itupun tetap dengan prosedur yang ketat, sedangkan kondisi memaksa dan prosedur yang ketat tersebut tampaknya kurang dapat dibuktikan dalam kasus ini," tuturnya.
POLISI PERLU SENJATA TAK MEMATIKAN
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Choirul Anam mengatakan, keputusan Polda Jateng memecat dan menetapkan tersangka kepada Aipda Robig merupakan keputusan yang bisa menggambarkan bahwa anggota polisi bisa diproses hukum.
"Mari terus bersama-sama menjaga prosesnya," terangnya.
Berkaitan dengan senjata api polisi, Kompolnas mengklaim telah melakukan usulan kepada Presiden untuk melakukan upaya pendekatan penggunaan senjata yang jauh lebih humanis termasuk misalnya penggunaan senjata dari mematikan little weapon ke Non-little weapon atau senjata non-mematikan.
"Polisi kalau mau menghadapi huru-hara jangan pakai senjata mematikan cukup pakai senjata non mematikan misal alat kejut, bius dan sejenisnya," terangnya.
Baca juga: Meski Aipda Robig Jadi Tersangka dan Dipecat, LBH Semarang Tetap Minta Kombes Irwan Tanggung Jawab
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Artanto enggan menanggapi tuntutan pemecatan terhadap Kapolrestabes Semarang.
"Saya tidak menanggapi itu yang penting kami telah bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus tersebut," katanya.
Ketika disinggung soal impunintas polri, dia meresponnya singkat. "Tergantung sudut pandang," tandasnya. (Iwn)
Robig Zaenudin
Aipda Robig Zaenudin
Semarang
Pelajar Semarang Tewas Ditembak Polisi
polisi tembak pelajar di semarang
Theo Adi Negoro
sidang kode etik
Fajar Muhammad Andhika
Terus Melawan, Robig Pembunuh Pelajar Semarang Tak Terima Divonis 15 Tahun Penjara, Ajukan Banding |
![]() |
---|
Dua Nasib Berbeda, Robig Resmi Dipecat dari Polri Sedangkan Kombes Irwan Duduk Tenang di Lemdiklat |
![]() |
---|
Kenapa Polda Jateng Ngotot Belum Pecat Robig Pembunuh Pelajar? Nafasku Masih Setengah Lega |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Bakal Ajukan Banding Vonis 15 Tahun untuk Robig Pembunuh Pelajar Semarang |
![]() |
---|
Air Mata Andy Pecah Selepas Robig Divonis 15 Tahun Penjara: Sesuai Harapan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.