Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Banjir Semarang

Pesisir Jateng Tenggelam, Solusi Pemerintah Dianggap Salah Kaprah

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)  menyebut pesisir Jawa Tengah (Jateng)  sudah berada di titik kritis.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Capt foto / dok warga.
Banjir merendam Jalan Kaligawe, Genuk, Kota Semarang, Jumat (15/3/2024). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG -  Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)  menyebut pesisir Jawa Tengah (Jateng)  sudah berada di titik kritis.

Ancaman pesisir Jateng tenggelam bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan kepastian.

Setidaknya hal itu sudah terjadi di beberapa wilayah meliputi Timbulsloko, Bedono, dan Sriwulan di di Kabupaten Demak kini berubah menjadi rawa atau lautan. 

Di Pekalongan, Desa Tirto dan Wonokerto tenggelam akibat abrasi yang semakin parah. Sementara di Brebes, Desa Pandan Sari menghadapi nasib serupa.

Tenggelamnya desa-desa ini sering kali mengambinghitamkan perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menilai dalam menghadapi persoalan tersebut sikap pemerintah malah menyodorkan solusi “maladaptasi,” yakni kebijakan yang tidak hanya gagal mengatasi masalah tetapi juga menciptakan masalah baru.

“Banjir rob kok solusinya tanggul laut, bukan mangrove? Solusi ini bukan hanya tidak
berbasis pengetahuan lokal, tetapi juga merampas ruang hidup masyarakat pesisir,”
katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun, Sabtu (14/12/2024).

Pemerintah dalam menghadapi ancaman tenggelamnya pesisir dengan membangun tanggul laut tampak dilakukan di kota Semarang.

Tanggul ini berupa proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD) yang disebut sebagai miniatur Giant Sea Wall di kawasan Pantai Pantura yang membabat hutan mangrove seluas 42,6  Ha.

Pembangunan tanggul tersebut dikhawatirkan akan memperparah kondisi di Demak dan daerah pesisir sekitarnya.  

Air yang terhalang tanggul mengalir ke wilayah yang lebih rendah, menenggelamkan desa-desa tanpa pertimbangan dampak sosial dan ekologis.

"Selain itu proyek-proyek tersebut juga telah mengubah pola aliran air dan memusnahkan ekosistem mangrove yang sebelumnya melindungi pesisir," terangnya.

Ironisnya, proyek-proyek besar ini sering diklaim sebagai bentuk adaptasi perubahan
iklim. Padahal, proyek-proyek tersebut justru melayani kepentingan investasi, seperti
kawasan industri dan pelabuhan internasional. 

“Menyelamatkan warga kota dengan mengorbankan desa-desa pesisir adalah kebijakan diskriminatif,” ungkap Pengacara publik  di Bidang Lingkungan Agraria dan Pesisir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang  Cornelius Gea, Sabtu (14/12/2024).

Kornel menyebut kerusakan pesisir di Jawa Tengah bukan semata-mata karena krisis iklim melainkan ada penyebab lokalnya.

“Demak tenggelam karena ada sebab-sebab lokalnya yang bisa kita minta pertanggungjawabannya. Di sana ada Pelabuhan Tanjung Emas, reklamasi Pantai Marina, POJ City, pembangunan jalan tol Semarang-Demak, dan kawasan industri-industri. Merekalah yang harus kita tagih untuk bertanggung jawab,” bebernya.

Ketua Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia  (PPNI)  Masnuah  mengungkapkan  bencana rob tidak hanya menghancurkan desa-desa pesisir, tetapi juga mata pencaharian warga.

“Anak-anak sekarang tidak lagi bermimpi menjadi nelayan. Pergi melaut sudah tidak menjanjikan. Nelayan kehilangan ruang hidupnya akibat reklamasi besar-besaran,” katanya.

Masnuah menambahkan, upaya masyarakat pesisir untuk bertahan sering kali
dianggap tidak penting oleh pemerintah. "Kebijakan yang dibuat untuk pesisir sering kali dihasilkan tanpa melibatkan masyarakat lokal," terangnya.

Aancam Sistem Pangan Pesisir

Ancaman pesisir tenggelam juga mengancam sistem pangan laut masyarakat pesisir Jawa Tengah.Pakar panganan laut dari Soegijapranata Catholic University (SCU),Budi Widianarko menjelaskan  pencemaran di kawasan pesisir, seperti Bedono dan Sayung di Demak, Jawa Tengah, telah merusak habitat kerang.

Terutama kerang hijau memiliki kemampuan menyaring polutan, tapi kualitasnya
menurun seiring meningkatnya pencemaran.

Risetnya menemukan jenis kerang dara ukuran kecil  dapat menyaring polutan sebanyak 7-14 liter/hari sedangkan kerang hijau 20-60 liter/perharinya.

Sayangnya, keberadaan kerang terancam oleh berbagai proyek pemerintah seperti jalan tol.

"Timbulsloko di Demak misalnya tertutup dengan jalan tol maka kerang tidak akan ada, sehingga budidaya kerang yang dilakukan oleh masyarakat pesisir akan berkurang,” kata Budi.

Sekretaris Deputi Jaringan dan Program KIARA, Erwin Suryana mengatakan, telah terjadi ketimpangan pangan laut yang didominasi oleh pasar dan korporasi besar.

"Pada Tahun 2008, sistem pangan kita runtuh akibat konflik kepentingan ini. Bahkan, hingga hari ini, nelayan kecil sering hanya menjadi objek politik, bukan aktor utama," katanya.

Ia menyebut, ada empat tantangan besar sistem pangan laut, seperti perebutan sumber daya laut oleh korporasi besar, praktik penangkapan ikan illegal dan tidak terlaporkan, perubahan iklim yang memicu hasil tangkapan dan kerusakan ekosistem, serta Ketidakadilan pasar yang berpihak pada eksportir besar, dan menekan nelayan tradisional.

Namun demikian, Erwin menekankan bahwa gerakan berbasis komunitas dapat menjadi solusi untuk memulihkan sistem pangan laut.

"Perempuan nelayan, misalnya, sering kali tidak diakui perannya. Padahal, mereka
memiliki kontribusi besar dalam pengolahan dan keberlanjutan sumber daya laut," ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, Penjabat atau Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana berkomitmen menyelesaikan dampak krisis iklim dan masalah lingkungan hidup di wilayahnya.

"Pemprov Jateng berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian krisis iklim dengan cara-cara inovatif dan mengedepankan prinsip keadilan," kata Nana dalam keterangan tertulis. 

Nana melanjutkan, upaya mengatasi dampak perubahan iklim juga dilakukan di wilayah pesisir yang terdampak rob.

Misalnya di Kota Semarang, dengan pembuatan tanggul yang kini sudah jadi sekitar 3,5 km. (Iwn)

Baca juga: Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Kabupaten Kudus Tunggu KPU RI

Baca juga: Gara-gara Jadwal Piket, Dokter Koas Unsri Babak Belur Dipukuli Sopir Rekannya

Baca juga: Dekoruma Hadir di Semarang dengan Konsep Baru

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved