QRIS dan Debit Card Tidak Dikenakan PPN
Untuk memudahkan masyarakat memahami penghitungan PPN 12 persen berikut adalah simulasi perhitungan pajaknya
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Sejak beberapa bulan lalu kalangan mahasiswa di berbagai kampus sudah menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk transaksi.
Bahkan mereka sudah nyaman menggunakan QRIS karena untuk beli makan minum di kampus pun cashless.
Sebut saja kantin-kantin di Undip, UNS, UIN, Unnes dan kampus lain.
Semua transaksi sudah menggunakan QRIS. Jarang mahasiswa bayar pakai uang cash, meski kantin masih melayani cash.
"Dik uang saku mau cash atau transfer?" tanya seorang ibu kepada anak lelakinya yang kuliah di Undip.
"Transfer saja biar irit tanpa pengembalian. Harga makanan di kantin kadang ganjil. Kalau pakai QRIS tidak ada yang terbuang. Ya sejumlah itu dipotong. Lebih praktis," kata Hasan mahasiswa tersebut.
Baca juga: Ini Dua Skenario yang Bisa Dilakukan untuk Membatalkan PPN 12 Persen
Fatimah mahasiswi di UNS mengatakan penggunaan QRIS lebih praktis dan tidak berbelit-belit.
"Kan nggak perlu antre. Tinggak scan barcode pakai HP sudah otomatis terbayar lunas," tuturnya.
Sedangkan di kampus UIN Raden Mas Said Surakarta, di kantin masih melayani cash dan QRIS. Keduanya masih bisa dilayani.
"Kalau saya misalnya habis banyak ya pakai QRIS. Tapi bila sedikit bisa cash. Kantin masih bisa Pak," kata Nathan mahasiswa UIN RMS, Minggu (22/12).
"Kami berharap transaksi QRIS jangan dikenakan kenaikan PPN Pak. Biarlah seperti sekarang ini. Kan kasihan kalau jatah uang saku bulanan cepat habis," harap Hasan.
Liam mahasiswi UIN Solo menduga transaksi QRIS tetap akan kena kenaikan PPN.
Meski begitu dia berharap jangan sampai orang kecil termasuk mahasiswa pelajar dan pelaku UMKM terbebani oleh kenaikan PPN 12 persen.
Isu tentang QRIS terdampak kenaikan PPN 12 persen membuat masyarakat resah.
Pasalnya, penggunaan QRIS dalam melakukan transaksi sedang meningkat di tengah berkembangnya gaya hidup cashless oleh masyarakat.
Hal ini membuat masyarakat yang telah terbiasa menggunakan QRIS dalam kesehariannya merasa khawatir akan terkena dampak PPN 12 persen per 1 Januari 2025 nanti.
Tidak Naik
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akhirnya buka suara. Airlangga menyebut bahwa transaksi pembayaran virtual melalui QRIS tidak dikenakan PPN 12 persen.
Dia katakan hal itu saat pembukaan acara Launching of EPIC SALE di Alfamart Drive Thru Alam Sutera, Minggu (22/12/2024).
"Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN. Sama seperti debit card transaksi yang lain,” ujar Airlangga.
Lebih lanjut, menurut Airlangga, PPN hanya dikenakan pada nilai barangnya dan bukan pada sistem transaksinya.
QRIS sudah digunakan di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Sehingga jika masyarakat bertransaksi menggunakan QRIS di Indonesia atau di negara yang sudah menggunakan sistem pembayaran virtual tersebut juga tidak akan dikenakan PPN 12 persen.
"Kalau ke sana pun (negara Asia lain) juga pakai QRIS dan tidak ada PPN. Jadi ini kami klarifikasi bahwa payment system tidak dikenakan PPN, karena ini kan transaksi, yang PPN adalah barang," ujar Menko Airlangga.
Uang Elektronik
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan bahwa penerapan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti mengklarifikasi soal isu transaksi uang elektronik yang terkena PPN 12 persen.
"Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Dwi Astuti di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Dalam UU HPP yang telah diperbarui, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN.
Artinya, kenaikan PPN 12 persen yang berlaku per 1 Januari 2025 besok juga berlaku untuk biaya jasa layanan dalam transaksi uang elektronik.
Lebih lanjut, aturan rinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, atau layanan teknologi finansial (fintech) secara umum telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Transfer Dana
Dalam aturan tersebut, jenis layanan yang dikenakan PPN di antaranya adalah uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Sehingga PPN 12 persen nantinya akan berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara.
Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.
PPN 12 persen juga dikenakan pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater, serta pada biaya merchant discount rate (MDR).
Sementara nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.
Sehingga ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
Contoh
Untuk memudahkan masyarakat memahami penghitungan PPN 12 persen berikut adalah simulasi perhitungan pajaknya.
Misalnya simulasi PPN 12 persen ketika melakukan pembayaran via QRIS.
Ketika seseorang membeli sebuah TV seharga Rp 5 juta pada Desember 2024 dengan pembayaran menggunakan QRIS, maka tarif PPN yang berlaku pada bulan Desember ini sebesar 11 persen.
Atas pembelian TV seharga Rp 5 juta tersebut, terutang PPN yang dikenakan adalah sebesar Rp 550.000 dan total harga yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 5.550.000.
Namun pada tahun depan, setelah PPN naik menjadi 12 persen, maka besaran PPN yang perlu dibayar adalah Rp 600.000, sehingga total pembayaran menjadi Rp 5.600.000.
Jumlah pembayaran TV seharga Rp 5 juta tersebut tidak berbeda, baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya.
BEM Ancam Demo
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan sikap menolak kebijakan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku 1 Januari 2025.
Koordinator Pusat BEM SI Satria Naufal meminta Prabowo membatalkan keputusan menaikkan PPN hingga 12 persen tersebut.
Ia mendesak Prabowo agar sesuai dengan ucapannya yang ingin menyejahterakan rakyat.
"Jelas kami meminta untuk dikaji ulang hingga batal. Pidato Presiden Prabowo harus linear dengan kebijakannya dengan bicara kesejahteraan rakyat," kata Satria, Sabtu (21/12).
Para aktivis mahasiswa itu, katanya, akan menggelar demonstrasi penolakan yang masif jika desakan penolakan ini tidak didengar pemerintah di bawah Prabowo-Gibran Rakabuming Raka itu. "Jika PPN 12 persen tidak dibatalkan dan turun, maka kami turun (demonstrasi) serentak di seluruh Indonesia," kata Satria.
Satria menjelaskan sikap para mahasiswa, terutama BEM SI, menolak keputusan pemerintahan Prabowo menaikkan PPN hingga 12 persen itu karena tak sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat saat ini.
Ia menyinggung tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah dan tingkat pengangguran yang masih tinggi. (tribun/kompas/wid/tribun network/igm/riz/den/dod)
Kunci Jawaban PAI Kelas 2 SD Halaman 24- 26 Pilihan Ganda dan Isian |
![]() |
---|
Usulan Rute Trans Jateng Sampai Blora Belum Disetujui, Gubernur Ahmad Lutfi: Masih dalam Kajian |
![]() |
---|
Berikut Informasi Lengkap Jam Operasional Perpusda Soekarno - Hatta Kabupaten Tegal |
![]() |
---|
Gubernur Ahmad Lutfi: Satgas Pusat Makan Bergizi Gratis Bakal Berkantor di Jawa Tengah |
![]() |
---|
Gempa Terkini Sabtu 27 September 2025 Pagi Ini, Baru Terjadi, Info Lengkap dari BMKG Klik di Sini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.