Berita Regional
Kisah Mbah Sihono, Perajin Rosario Legendaris, Tetap Berkarya Meski Usia Senja
Kisah Mbah Sihono (70), perajin kalung rosario yang tetap setia menekuni pekerjaannya selama lima dekade terakhir.
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Kisah Mbah Sihono (70), perajin kalung rosario yang tetap setia menekuni pekerjaannya selama lima dekade terakhir.
Selama 50 tahun, Mbah Sihono tekun melanjutkan pekerjaan yang telah menghidupi keluarganya
Kendati demikian, tak bisa dipungkiri usaha kerajinan rohani tersebut perlahan memudar seiring bertambahnya usia dan berkurangnya tenaga.
Baca juga: Menjelang Tahun 2025, Perajin Terompet Jepara Sudah Mulai Kebanjiran Orderan
Kini Mbah Sihono, menjadi satu-satunya pengrajin kalung rosario yang tersisa di Kota Yogyakarta.
Meski masa kejayaannya telah berlalu, di usia senjanya, ia terus berusaha mempertahankan warisan kerajinan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.
Ruang kerjanya tak lebih dari 2x4 meter. Beberapa mesin pengolah kayu, seperti mesin bubut, pemotong, dan penghalus kayu, memenuhi ruang yang dipenuhi serbuk kayu.
Lantai tanah yang belum disemen terlihat kotor dengan serpihan kayu yang berserakan, bahkan ada yang menempel pada batu bata merah dan jaring laba-laba yang sudah usang.
"Beginilah ruang produksi saya. Walaupun tidak semua mesin terpakai, tapi itu usianya puluhan tahun lho," ungkap Mbah Sihono.
Di meja kerjanya, tumpukan kalung rosario yang belum selesai dirakit terlihat berserakan.
Ada yang besar, ada pula yang kecil, lengkap dengan gantungan salibnya. Inilah hasil karya Mbah Sihono yang sejak muda telah menjadi sumber penghidupannya.
“Sudah sekitar 50 tahun saya membuat kalung rosario ini. Memulainya saat saya masih berumur 20 tahun,” kenangnya, sembari hati-hati merangkai salib kayu.
Dengan bantuan kaca mata, ia memeriksa setiap lekukan kayu yang ia bentuk dengan penuh ketelitian.
“Sekarang ya, semampunya. Dulu saya bisa ditemani istri dan tenaga kerja, sekarang saya sendiri,” tambahnya, sambil menghela napas.
Istrinya, Kurul Basdosati, yang selama ini mendampinginya bekerja, telah meninggal dunia dua tahun lalu.
Sedangkan para tenaga kerja yang dulu membantunya kini telah memilih bekerja di tempat lain.
“Anak-anak juga memilih bekerja di luar dan tidak ada yang tertarik meneruskan usaha ini. Mau bayar tenaga sekarang juga tidak mampu,” ujarnya mengenang masa lalu saat usaha ini sedang berada di puncak kejayaannya.
Di masa kejayaannya, Mbah Sihono mampu memproduksi ribuan kalung rosario dalam sepekan.
Pelanggannya datang dari berbagai kota besar seperti Magelang, Surabaya, Kendari, Makassar, Medan, Kalimantan, hingga Jakarta.
Tidak hanya gereja-gereja, tetapi juga para pedagang yang biasa kulakan kalung rosario di tempatnya.
“Kalau di sini yang pesan banyak biasanya dari tempat ziarah seperti Ganjuran, Bantul, dan Sendangsono,” ujar Mbah Sihono mengenang masa lalu, saat ia masih mampu memenuhi pesanan dalam jumlah besar.
Pada era 1980-an, harga satu kalung rosario hanya sekitar Rp 400, sehingga banyak pelanggan datang memesan dalam jumlah besar.
Untuk memenuhi permintaan, Mbah Sihono dibantu oleh beberapa pegawai, mayoritas adalah tetangga sekitar.
“Dulu berapa pun yang dipesan, pasti saya turuti. Namun itu dulu,” tuturnya.
Kini, di usia yang semakin lanjut, Mbah Sihono tidak lagi mampu memproduksi kalung rosario dalam jumlah besar.
“Saya sudah tua, jadi sekarang hanya untuk sampingan. Saya menggergaji dan merangkai sendiri,” katanya, menyadari keterbatasannya.
Meski demikian, Mbah Sihono tetap memproduksi kalung rosario dan salib, baik dari kayu maupun logam. Kalung rosario ukuran kecil dijual seharga sekitar Rp 10.000, sementara yang lebih besar dijual mulai Rp 65.000.
“Memang kalau mendekati Natal, pesanan biasanya meningkat,” tuturnya.
Salah satu pelanggan setia dari Klaten rutin memesan 50 buah kalung rosario besar setiap minggu. Namun, dengan kondisi fisiknya yang mulai menua, ia tidak lagi mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar.
“Sekarang saya hanya bisa menghasilkan sekitar Rp 3 juta per bulan,” ujar Mbah Sihono dengan suara sedikit bergetar.
Bagi Mbah Sihono, meskipun usahanya kini jauh dari masa kejayaannya, pekerjaan ini tetap menjadi bagian penting dalam hidupnya.
Baca juga: Video Perajin Patung Yesus Jepara Kebanjiran Orderan Menjelang Natal 2024
“Saya memang seorang Muslim, tapi pekerjaan ini bisa menghidupi saya dan keluarga selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Kini, di usianya yang senja, Mbah Sihono tidak lagi mengandalkan pekerjaan ini sebagai sumber utama penghidupan, melainkan sebagai kesibukan untuk mengisi waktu tuanya yang sepi.
Rumah sederhana yang dulu ramai dengan keluarga dan pegawai kini hanya dihuni oleh Mbah Sihono seorang diri. Namun, meski begitu, ia tetap bersemangat melanjutkan kerajinan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Di Usia Senja, Mbah Sihono Terus Merangkai Kalung Rosario
Yudha yang Hilang 2 Tahun Diduga Telah Jadi Kerangka yang Ditemukan di Pohon 20 Meter dari Rumahnya |
![]() |
---|
Remaja 16 Tahun Cekik Pacar Hingga Tewas Setelah Temukan Foto Korban dengan Pria Lain |
![]() |
---|
Darah Berceceran di Kebun, Candra Diduga Dibunuh Teman |
![]() |
---|
6 Orang Tewas Akibat Banjir Bandang di Nagekeo NTT, 3 Belum Ditemukan |
![]() |
---|
Tergiur Ajakan Kenalan Nginap di Hotel, Pria Ini Kehilangan Motor Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.