Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

Keluhkan Toko Tak Seramai Dulu, Pedagang di Pasar Semarang Ini Mulai Manfaatkan Live Shopping

Tren live shopping atau penjualan online yang dilakukan melalui siaran video semakin menjamur di kalangan masyarakat.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: rival al manaf
Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
Karyawan toko pakaian anak di Shopping Centre Johar (SCJ) Semarang mempromosikan dagangan, Selasa (21/1/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tren live shopping atau penjualan online yang dilakukan melalui siaran video semakin menjamur di kalangan masyarakat.

Pedagang di pasar pun kini sudah ada yang memanfaatkan metode jualan tersebut untuk menjangkau lebih banyak konsumen. 

Hal itu yang kini juga dilakukan Sumini, penjual baju anak di Shopping Centre Johar (SCJ) Semarang.

Di tokonya, Sumini tampak menyediakan ruang khusus untuk berjualan secara daring lengkap dengan sejumlah peralatan seperti tripod, lampu ring, hingga gawai khusus untuk melakukan live streaming. 

Di ruangan tersebut, dengan gaya komunikasi khas, karyawannya memperlihatkan dan menawarkan aneka baju anak kepada penonton.

“Saya jualan online untuk mengikuti perkembangan zaman. Online itu dari luar Jawa juga banyak yang beli, kan kalau di online itu bisa dari seluruh Indonesia yang lihat. Kalau offline, cuma sekitar lokal Jawa Tengah,” kata Sumini di tokonya yang berada di lantai 2 pasar tersebut, Selasa (21/1/2025).

Sumini mengungkapkan, dirinya sudah mulai memanfaatkan platform penjualan daring sejak tiga tahun lalu.

Menurutnya, ini sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan di tengah sepinya toko. Ia tidak memungkiri, penjualan luring di tokonya mengalami penurunan drastis. 

“Penjualan offline semakin menurun, mungkin dampak dari penjualan online. Offline dulu ramai, orang beli baju ke pasar. Setelah ada online, otomatis orang yang berkunjung ke pasar berkurang,” terangnya.

Sumini memaparkan, penjualan secara daring dan luring saat ini berjalan seimbang.

Sumini menyebutkan, dari delapan pekerja di tokonya, tiga di antaranya khusus menangani penjualan online.

Adapun sejauh ini, ia menyebut telah menjangkau pelanggan hingga luar pulau seperti NTT, NTT, Kalimatan, dan seterusnya.

"Penjualan online lumayan. (Momen) sebelum Lebaran lalu, kami bisa menjual ratusan pcs. Kalau hari-hari gini, rata-rata antara 30-35 pcs per hari,” paparnya.

Sementara itu, dari pantauan Tribun Jateng baik di SCJ maupun pasar Johar, hanya segelintir yang memanfaatkan live shopping untuk berjualan.

Ronald, pedagang lain mengatakan sempat memanfaatkan platform digital untuk berjualan. Namun karena persaingan yang ketat, membuatnya berhenti berjualan secara daring.

"Kendalanya secara online itu persaingan harga terbuka, sementara kami bersaing dengan orang yang ada di lingkaran pusat. Kami ambilnya dari tangan kedua, sedangkan dari produsen langsung itu juga jualan online atau dari importir juga langsung (jualan) online. Jadi untuk bersaing di online susah juga," keluhnya.

Ronald lebih lanjut mengungkapkan bahwa kondisi pasar saat ini sedang lesu. Bahkan di bulan awal tahun 2025, ia menyebut ada penurunan penjualan hingga 50 persen.

"Secara keseluruhan, dari habis lebaran ada penurunan. Kondisi daya beli masyarakat menurun.

Sebetulnya bulan ini juga dampak mahasiswa ada yang libur, karena pasar utama mahasiswa, ibu-ibu, dan pekerja pabrik," kata penjual sandal dan sepatu tersebut.

Sepinya pasar saat ini juga diakui Dwi Nurhayadi, penjual pakaian batik. Menurutnya, kondisi ini terjadi sudah sekitar satu tahun terakhir. Ia menyebutkan, penjualan baju batik di tokonya turun hingga 80 persen.

"Bahkan lebaran tahun kemarin bisa dikatakan masih sepi dibanding omzet sebelum pandemi," keluhnya.

Dwi mengungkapkan, dirinya saat ini hanya mengandalkan penjualan secara luring. Ia pun berharap agar pasar di Semarang diramaikan kembali.

"Kami harapkan ada upaya pemerintah untuk meramaikan pasar setempat agar pengunjung bertambah," ungkapnya.

Hindarwati, pedagang di Pasar Johar mengatakan hal serupa. Ia mengatakan, tahun-tahun terakhir ini penjualannya di pasar semakin sepi.

"Jualan belum mesti setiap hari laku, kadang tiga hari sampai satu minggu baru laku.

Kalau penurunan penjualan, sekitar 60-70 persen dari sebelumnya, jadi jauh sekali dari dulu," keluhnya.

Ia pun berharap agar pasar bisa ramai lagi seperti dahulu.

"Tidak jualan online, karena sudah tua. Kadang-kadang dibantu sama anak untuk dijualkan lewat online. Tapi itu kan lain. Saya inginnya (jualan) di pasar ini dapat hasil, ingin pasar ramai lagi seperti dulu," harapnya. (idy)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved