Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Pahitnya Gula di Cukai Minuman Berpemanis

Rencana kebijakan pemerintah mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menuai polemik.

Penulis: hermawan Endra | Editor: M Syofri Kurniawan
Tribun Jateng/Hermawan Endra
Jumpa pers dengan tema "Mengawal Cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" di Hotel Kotta, Kota Semarang, Rabu (22/1). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rencana kebijakan pemerintah mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menuai polemik.

Peneliti sekaligus pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Bangkit Aditya Wiryawan, menilai rencana tersebut prematur dan masih perlu penyempurnaan.

Perlu diketahui, Penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) rencananya akan mulai diterapkan di 2025.

Baca juga: LIPSUS: Banyak Remaja Konsumsi MBDK Berisiko Diabetes dan Obesitas

Penerapannya sempat mengalami ketertundaan sejak wacana tersebut dimunculkan tahun 2019 karena beberapa pertimbangan, mulai dari pemulihan ekonomi nasional setelah pandemi Covid-19 dan situasi ekonomi global.

Bangkit Aditya Wiryawan menilai kebijakan tersebut akan berdampak serius terhadap ekonomi dan investasi nasional.

Terlebih jika wacana ini diterapkan secara penuh.

Sebab, dengan mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) akan menambah harga jual yang kemudian berpotensi menekan daya beli masyatakat.

"Artinya volume penjualan berkurang di tengah melambatkan ekonomi saat ini yang berpotensi terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja-red," ucapnya dalam jumpa pers dengan tema Mengawal Cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di Hotel Kotta, Kota Semarang, Rabu (22/1/2025).

Menurut Bangkit, rencana mengenakan cukai pada MBDK sebaikanya dilakukan secara bertahap sambil melihat dampak seandainya kebijakan ini dijalankan secata penuh.

Terlebih wacana ini bukanlah isu yang mendesak.

Bertahap yang dimaksud adalah dengan menerapkan pada level terkecil seperti Kabupaten Kota terlebih dahulu lalu meningkat di tinggal provinsi.

"Semacam diuji cobakan dulu. Bukan isu mendesak sehingga jangan langsung keluar semua secara full. Idealnya Penerapan tidak masalah asalkan tidak memberatkan banyak pihak," imbuhnya.

Selain itu, langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah dialog multisektor dengan melibatkan semua pihak, mulai dari pelaku industri, masyarakat baru kemudian para ahli gizi serta pengamat kesehatan.

"Saya senang dengan lebih banyak penelitian mengenai ini (Cukai MBDK) tapi butuh waktu lama. Dalam waktu dekat saya tidak melihat kebijakan ini dapat dilakukan secara full. Sambil menunggu dampaknya apakah ada korelasi tapi ini perlu waktu," ujarnya.

Peran Media

Bangkit juga menyoroti perlunya peran wartawan dalam upaya mengkritisi kebijakan ini.

Media sebagai pilar demokrasi jangan sampai lepas dari paradigma kritis.

Kebijakan pemerintah belum tentu sempurna.

Oleh sebab itu, menurutnya peran wartawan tidak hanya mengikuti wacana atau kebijakan, tapi perlu melihat apakah pemerintah sudah memberlakukan kajian yang cukup.

"Apakah kampanye hidup sehat olahraga sudah ada. Atau memang tujuannuanya untuk cukai perlu curiga tujuan utama apakah hanya untuk menambah pendapatan negara saja. Peran wartawan dibutuhkan untuk bisa kompehensif melihat berbagai kepentingan," pungkasnya. (*)

Baca juga: Bea Cukai Kudus Temukan Ratusan Batang Rokok Ilegal dari Sebuah Bangunan di Jepara

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved