Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jepara

Ini Faktor yang Membuat Aksi Kekerasan Terhadap Anak di Jepara Tinggi

Sepanjang Tahun 2024, Kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Jepara cukup banyak dibandingan dengan kekerasan terhadap perempuan.

Penulis: Tito Isna Utama | Editor: rival al manaf
Net
KEKERASAN ANAK - Foto ilustrasi kekerasan terhadap anak. Di Jepara aksi kekerasan terhadap anak lebih tinggi daripada kekerasan terhadap perempuan. 

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Sepanjang Tahun 2024, Kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Jepara cukup banyak dibandingan dengan kekerasan terhadap perempuan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara saja telah mencatat ada 24 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

24 Kasus itu terdiri dari berbagai jenis kasus atau bentuk kekerasan di antaranya, kasus fisik terjadi pada anak dengan jumlah 2 orang, psikis 3 perempuan 4 anak, seksual 1 perempuan 7 anak, penelantaran 2 perempuan 2 anak, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1 perempuan, dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) 1 perempuan 1 anak.

Baca juga: 2 Kasus Kekerasan Anak Dalam Seminggu Guncang Semarang, Apa Penyebabnya?

Baca juga: Bukan Hanya Kekerasan Anak, Bos Daycare Wensen School Meita Irianty Ternyata Beri Makan Tak Pantas

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Hesti Prihandari menyampaikan, kekerasan yang menimpa perempuan dan anak itu disebabkan karena faktor ekonomi.

Menurutnya ketahanan keluarga yang lemah di bidang ekonomi meningkatkan kerentanan, di mana kondisi ekonomi yang rendah berpengaruh pada tingkat pendidikan yang juga rendah. 

Rendahnya pendidikan dapat meningkatkan risiko kekerasan karena kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian ekonomi.

Selain itu, pernikahan usia dini juga berkontribusi terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

Kekerasan sering terjadi dalam keluarga yang tidak harmonis, dengan pola komunikasi yang buruk, ketegangan tinggi, atau konflik yang tidak terselesaikan.

"Ketika keluarga mengalami kemiskinan atau perempuan tidak bekerja (tidak memiliki kekuatan), risiko kekerasan menjadi lebih tinggi," kata Hesti, Kamis (6/2/2025).

Untuk meminimalisir kasus kekerasan, pemerintah melalui DP3AP2KB telah mengagendakan sosialisasi rutin kepada masyarakat. 

Namun, jumlah masyarakat yang menerima informasi tidak seimbang dengan kapasitas anggaran yang ada, sehingga daya jangkau proses diseminasi kurang meluas.

Kemudian, pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Kecamatan juga dilakukan, meskipun kedua lembaga tersebut lebih berfokus pada penanganan daripada pencegahan.

"Forum Anak Jepara (FAJAR) juga berperan sebagai agen pelapor dan pelopor perubahan di lingkungan anak," jelasnya.

Sementara, berdasarkan laporan kekerasan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Jepara, terdapat 35 kasus terkait perempuan dan anak sepanjang 2024. 

Di antaranya, 5 kasus kekerasan terhadap anak, 2 kasus pencurian, 2 kasus eksploitasi, 6 kasus penganiayaan perempuan, 1 kasus penganiayaan pelaku anak, dan 1 kasus pemerkosaan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved