Semarang
Bachrul Nostalgia Saat Tradisi 'Nyumet Dung' di Kauman Semarang
Menjelang azan Maghrib kondisi di kawasan Kauman mulai ramai dipadati pengunjung, suasana itu memancing Bachrul Idhom.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Menjelang azan Maghrib kondisi di kawasan Kauman mulai ramai dipadati pengunjung, suasana itu memancing Bachrul Idhom untuk bernostalgia dengan adanya tradisi 'Nyumet Dung' di Aloon-aloon Masjid Agung Semarang yang menjadi tanda berbuka puasa.
Bachrul mengakui ketika masih berusia anak-anak pasar ramadan selalu penuh di kawasan Aloon-aloon Masjid Agung Semarang, sebagian dari mereka datang sambil menunggu waktu berbuka puasa atau melihat tradisi 'Nyumet Dung'.
Memang tradisi ini sempat hilang beberapa puluh tahun yang lalu dan dikembalikan pada dua tahun kebelakang ini.
Bachrul Idhom yang juga sebagai Koordinator 'Nyumet Dung' bercerita bahwa tradisi ini dahulunya terus ada saat dirinya masih kanak-kanak.
Kala itu, abahnya lah yang menjadi panitia tradisi itu, untuk menghidupkan bom udara ketika menjelang waktu berbuka puasa.
"Dahulu yang 'Nyumet Dung' itu abah saya, terakhir disumet itu tahun 1980-an terus sempat hilang lama dan dua tahun kebelakang ini kembali diadakan oleh pihak masjid sebagai bentuk nguri-uri budaya," katanya dikutip Tribunjateng, Rabu (12/3/2025).
Bachrul sempat mengingat bahwa tradisi 'Nyumet Dung' saat itu dan sekarang ada perbedaan. Saat itu, tradisi tersebut menggunakan bom udara dan mengeluarkan suara dung.
Kebijakan itu bergeser ketika tahun 1983 Walikota setempat tidak mengizinkan penggunaan bom udara, mengingat suaranya yang sangat keras dan membuat bangunan kaca bergetar.
Seiring berjalannya waktu diganti oleh suara sirine sebagai penanda untuk berbuka puasa. Pada dua tahun lalu hingga sekarang, beralih dengan menggunakan petasan karena lebih aman dan tidak membahayakan, ditambah arak-arakan khusus hari Jumat sampai Minggu untuk memikat para pengunjung.
Arak-arakan prosesi 'Nyumet Dung' dimulai dari Masjid Agung Kauman Semarang dengan bermain rebana dan mengenakan kostum kejawen dan Melayu.
Mereka terlihat memainkan rebana sambil bershalawat sebelum 'Nyumet Dung' berlangsung.
Ketika memasuki Azan Maghrib, petasan dihidupkan. Ratusan warga yang berkumpul di Aloon-aloon Masjid Agung Semarang menikmati prosesi tersebut.
Hanya hitungan detik, suara Azan Maghrib menggema di kawasan Kauman Semarang. Mereka yang duduk di Aloon-aloon Masjid Agung Semarang menyantap hidangan ataupun minuman yang sudah dibeli dari pedagang di pasar Ramadan.
"Kalau Jumat Sabtu Minggu ramai dan banyak masyarakat yang datang, baik keluarga ataupun remaja yang ngabuburit di sini untuk lihat prosesi Nyumet Dung. Dampak positif lainnya juga para pedagang di sini bisa mengais rezeki juga," jelasnya.
Sementara itu Tamam, Koordinator lapak Pasar Ramadan Masjid Agung Semarang mengatakan bahwa antusiasme masyarakat tergolong tinggi untuk melihat tradisi 'Nyumet Dung'.
Dengan tingginya antusiasme masyarakat maka tentunya membawa berkah bagi para pedagang di pasar ramadan Masjid Agung Semarang di kawasan Aloon-aloon.
"Senin sampai Kamis relatif, ramainya itu tetap Jumat, Sabtu, Minggu. Ada 70an lapak UMKM dengan beragam menu makanan dan minuman untuk berbuka puasa," katanya. (Rad)
Lakukan Penggelapan di Perusahaan Furniture Hingga Rp 292 Juta, Elisabeth Dijebloskan ke Penjara |
![]() |
---|
Jelang Musim Hujan, Proyek Rp 1 Triliun di Semarang Kawasan Timur Jadi Andalan Atasi Banjir |
![]() |
---|
Showroom Tata Udara Modern Hadir di Semarang, Tawarkan Solusi Untuk Hunian dan Komersial |
![]() |
---|
Kisah Wulandari Warga Semarang Dapat Hadiah Mobil, Karena Belikan Obat untuk Ibu |
![]() |
---|
Perbaikan Saluran Air di Semarang Berlangsung, Wilayah Timur Jadi Fokus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.