Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Sidang Korupsi Mbak Ita dan Suami, untuk Dapat Proyek Kursi, Rachmat Suap Rp 1,7 Miliar Dulu

Sidang 3 kasus korupsi yang melibatkan mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih lanjut

Penulis: Msi | Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS
PERIKSA SAKSI - Jaksa KPK periksa saksi dari Gapensi pada perkara korupsi yang menjerat Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan Alwin di Basri berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sidang tiga kasus korupsi yang melibatkan mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berlanjut.

Terbaru terdakwa Rachmat Utama Djangkar dituntut penjara 2 tahun 6 bulan.

Rachmat merupakan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa. 

Ia didakwa melakukan penyuapan sebesar Rp 1,7 miliar kepada Mbak Ita dan suami Alwin Basri.

Baca juga: Segini Jumlah Uang yang Harus Disetorkan Para Kontraktor Agar Dapat Pekerjaan dari Mbak Ita

KASUS KORUPSI MBAK ITA - Rachmat Utama Djangkar didakwa melakukan penyuapan sebesar Rp1,7 miliar kepada mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri dalam kasus korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. JPU membacakan tuntutan terhadap terdakwa Rachmat Utama Djangkar di gedung Tipikor Semarang, Rabu (28/5/2025).
KASUS KORUPSI MBAK ITA - Rachmat Utama Djangkar didakwa melakukan penyuapan sebesar Rp1,7 miliar kepada mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri dalam kasus korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. JPU membacakan tuntutan terhadap terdakwa Rachmat Utama Djangkar di gedung Tipikor Semarang, Rabu (28/5/2025). (dok Iwan Arifianto.)

Rachmat melakukan penyuapan tersebut untuk memuluskan proyek pengadaan kursi sekolah dasar (SD) dengan nilai proyek sebesar Rp 20 miliar pada tahun 2023.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rachmat Utama Djangkar dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan serta pidana denda sejumlah Rp 200 juta," ungkap Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra dalam bacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (28/5/2025).

Rio mengatakan, terdakwa terbukti melakukan suap sebesar Rp 1,75 miliar kepada Mbak Ita dan Alwin Basri.

Tujuan suap agar PT Deka Sari Perkasa mendapatkan pekerjaan pengadaan kursi fabrikasi SD pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Semarang tahun anggaran 2023 sebesar Rp 20 miliar.

Selain itu, berdasarkan fakta persidangan, terdakwa dengan niat jelas memberikan uang demi memenangkan proyek.

Perbuatan itu kemudian disebut sebagai bentuk tindak pidana korupsi yang secara nyata telah memenuhi seluruh unsur delik dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a.

"Menyatakan terdakwa Rachmat Utama Djangkar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," paparnya.

Sebagaimana diberitakan, pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri yang juga Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan Februari 2025 lalu.

Keduanya ditangkap atas tiga pokok perkara meliputi pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) pada tingkat kecamatan 2023.  Alwin diduga menerima uang sebesar Rp 2 miliar dari proyek ini.

Dua kasus lainnya, pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, kedua terdakwa diduga menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar.

Perkara ketiga, permintaan uang ke Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang.  Mbak Ita dan suami  diduga meminta uang sebesar Rp2,4 miliar.

Kasus ini masih dalam tahap persidangan. 

KETERANGAN SAKSI - Empat anggota Gapensi Semarang saat memberikan keterangan dalam persidangan kasus dugaan dugaan korupsi yang melibatkan mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dan suami Alwin Basri, di Pengadilan  Tipikor Semarang, Senin (26/5/2025). Dalam sidang kali ini, untuk menguak pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) yang diduga diorkestrasi oleh Alwin.
KETERANGAN SAKSI - Empat anggota Gapensi Semarang saat memberikan keterangan dalam persidangan kasus dugaan dugaan korupsi yang melibatkan mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dan suami Alwin Basri, di Pengadilan  Tipikor Semarang, Senin (26/5/2025). Dalam sidang kali ini, untuk menguak pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) yang diduga diorkestrasi oleh Alwin. (Dok Iwan Arifianto. )

Saksi Bantah Setor Uang Fee Proyek ke Mbak Ita dan Alwin: Hanya ke Bapak

Sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan pelaksana tugas Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berkutat dalam mendengar keterangan sejumlah saksi dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang.

Sidang sebelumnya menghadirkan saksi dari Gapensi Semarang

Pada sidang Senin (26/5/2025), saksi ada empat orang yang juga merupakan anggota dari Gapensi Semarang.

Keempat saksi yang dihadirkan meliputi Wakil Bendahara Gapensi Semarang Sapta Marnugraha. 

Sisanya tiga anggota Gapensi meliputi Siswoyo, Febri dan Marwoto.

Persidangan tersebut berupaya menguak pengaturan setoran uang dan aliran uang dalam proyek penunjukan langsung (PL) tingkat kecamatan pada tahun anggaran 2023.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Gatot Sarwadi itu, saksi Sapta Marnugraha membantah telah memberikan uang commitment fee atau uang kontribusi proyek ke Alwin Basri suami dari Plt Wali Kota Semarang.

Keterangan dari Sapta ini bertentangan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya oleh penyidik.

"Seingat saya, saya tidak pernah mendengar uang itu untuk ke Pak Alwin. Saya hanya mendengar uang (porsi) 13 persen untuk bapak e," kata Sapta dalam persidangan yang dibuka untuk umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

Hakim ketua sudah mengingatkan Sapta soal perbedaan keterangan ini. 

Hakim menyebut, keterangan Sapta kontras. Sebab, Sapta dalam BAP menyebut telah menyerahkan uang fee ke Alwin tetapi dalam persidangan bersikap sebaliknya.

Hakim lantas  mencecar siapa sosok bapak tersebut.

Sapta mengungkapkan, mendengar sosok Bapak e itu dari terdakwa dalam kasus yang sama yakni dari Martono, eks ketua Gapensi Semarang.

"Saya kurang tahu (sosok bapak ee) Cuma persepsi saya kalau untuk proyek Pemkot kalau ga Walikota ya pak Alwin," bebernya.

Kendati mengaku sudah menyetor sebesar Rp500 juta dari tiga proyek senilai Rp4,4 miliar, Sapta masih bersikukuh tidak mengetahui aliran uang tersebut.

Dia menegaskan, perbedaan keterangan sebelumnya dalam BAP semata-mata karena kondisinya saat diperiksa dulu dalam pikiran kosong.

"Waktu itu blank (pikiran kosong)," ungkapnya.

Dia menyebut, proyek senilai kurang lebih sebesar Rp 4,4 miliar yang dikerjakannya meliputi untuk perbaikan jalan, gedung kelurahan, perbaikan saluran dan gedung Pendidikan Anak Usia Dini.

"Proyek di tiga kecamatan Mijen, Gunungpati dan Pedurungan," imbuhnya.

Para saksi lainnya senada dengan keterangan dari Sapta. Mereka tidak tahu aliran uang fee tersebut untuk siapa.

Saksi lainnya, Sekretaris 2 Gapensi Semarang Siswoyo mengatakan, committmen fee diberikan sebelum mengerjakan proyek. Dia sendiri mengerjakan 12 paket proyek.

"Setoran fee total Rp318 juta dari saya dan tujuh anggota Gapensi lainnya," katanya dalam persidangan.

Siswoyo menyebut, tidak mengetahui aliran uang itu ke mana. Sebab ,ketua Gapensi Martono tidak menyebut uang tersebut untuk siapa.

"Pak Ketua (Martono) kalau sudah dapat duit ga pernah bilang buat siapa," bebernya.

Saksi lain, Febri dan Marwoto sama-sama mengakui menyetorkan uang fee proyek sebesar 13 persen dari nilai total proyek. Namun, tidak tahu aliran uang kemana.

"Saya kerjakan dua paket proyek senilai Rp160 juta, serahkan (uang fee) Rp20 juta," kata Febri.

"Setiap proyek pasti ada (uang) fee," sambung Marwoto.

Kami Terima karena Sepi Pekerjaan

Sebelumnya pada sidang Senin (19/5/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi sejumlah kontraktor mengeluhkan kecilnya keuntungan yang diperoleh dari proyek penunjukan langsung (PL) di sejumlah kecamatan di Kota Semarang pada tahun anggaran 2023.

Lima orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum memberikan kesaksian terkait teknis dan proses pelaksanaan proyek PL, termasuk sistem koordinasi serta pembagian paket pekerjaan di lapangan.

Kelima saksi itu adalah Ari Hidayat, Wakil Ketua V Gapensi yang juga koordinator proyek di Kecamatan Semarang Tengah; Zulfigar Yudan Aghni, pengurus dan koordinator wilayah Semarang Barat; serta Damsirin alias Ririn, koordinator proyek untuk Kecamatan Tugu. Dua saksi lainnya adalah pelaksana proyek PL, Fajar Wahyudi dan Candra Galih.

Saksi Zulfigar koordinator proyek Semarang mendapatkan 22 paket pekerjaan dengan nilai proyek Rp 1,8 miliar.

22 paket tersebut dia hanya mengerjakan 16 paket sisanya 6 paket dikerjakan temannya.

Zulfigar harus menyetorkan uang komitmen itu sebesar Rp 165 juta agar dapat mengerjakan proyek itu.

Dirinya mengaku hanya mendapatkan keuntungan 5 sampai 6 persen saja.

"Keuntungannya memang sedikit lebih banyak komitmen feenya 13 persen.

Kami terima pekerjaan itu karena sepi pekerjaan," kata dia.

Begitu juga  Damsirin alias Ririn selaku koordinator di Kecamatan Tugu memperoleh 16 paket pekerjaan dari  proyek penunjukan langsung dengan nilai Rp 1,2 miliar. 

Bahkan dia harus menyerahkan uang terlebih dahulu sebesar Rp 65 juta kepada Martono.

Uang itu diserahkan melalui staf Martono. 

"Jadi uang itu saya tulis di buku harian saya sebagai uang taktis," tuturnya.

Tidak hanya itu dia harus meminjam 4 CV milik koleganya untuk mengerjakan proyek tersebut.

Per pekerjaan dia harus memberikan komisi 2,5 persen per pekerjaan.

"Saya masih harus memberikan komisi 13 persen untuk pengerjaan proyek," kata dia.

Wakil Ketua V Gapensi Ari Hidayat mengaku mendapat 17 paket pekerjaan dengan nilai Rp 1,3 miliar.

Namun proyek itu diserahkan ke temannya yakni Fajar Wahyudi.

"Saya hanya diminta mencarikan proyek dan sekaligus soal komitmen fee 13 persen untuk Ketua Gapensi Kalau sanggup silahkan," tutur dia.

Ia mengaku tidak pernah mengerjakan proyek penunjukkan langsung karena nilainya yang kecil.

Dirinya lebih memilih mengerjakan proyek tender atau lelang.

"Uang komitmen fee 13 persen sudah saya terima.

Uang itu sudah saya setorkan ke staf Martono melalui stafnya," tandasnya. Iwn/(rtp)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved