Sengketa Tanah
Nasib Wanita Ungaran Beli Rumah Rp 130 Juta Tapi Tak Boleh Menempati, Laporkan BTN ke Kejari
Menabung lama untuk membeli rumah impian berujung anti klimaks karena ia tetap tak boleh menempati rumah.
Penulis: Val | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Nasib seorang wanita penjual jajan keliling di Ungaran ini bisa dibilang apes.
Menabung lama untuk membeli rumah impian berujung anti klimaks karena ia tetap tak boleh menempati rumah meski sudah membayar Rp 130 juta.
Tak pelak, kini ia tetap harus tinggal di kontrakan karena perkara itu belum tuntas.
Wanita itu berinisial AS yang merupakan pembeli rumah di Perumahan Ungaran Asri Regency (Punsae).
Baca juga: Penjual Jajan di Ungaran Sudah Bayar Rp 130 Juta Tak Bisa Tempati Rumah, Laporkan BTN dan Pengembang
Baca juga: Luncurkan Program Rumah untuk Nakes, BTN Siapkan Biaya Rp5,1 Triliun
Ia bahkan diminta bank untuk membayar lagi Rp 80 juta agar bisa menempati rumah itu.
Alasannya karena sertifikat rumah itu masih diagunkan pengembang yakni PT Agung Citra Khasthara (PT ACK).
Jika tidak dibayar, maka rumah itu akan dilelang.
Menyikapi nasibnya, AS tidak tinggal diam, ia melaporkan PT ACK dan Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Semarang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang.
AS melalui kuasa hukumnya melakukan pelaporan tersebut atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dan permufakatan jahat terkait gagalnya proyek Perumahan Punsae di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Semarang Agus Sunaryo membenarkan pelaporan tersebut. Dia menyebut, pelaporan itu telah diterima lembaganya.
"Iya betul, ada aduan itu, saat ini masih dalam tahap ditelaah," katanya saat dihubungi Tribunjateng, Sabtu (31/5/2025).
Sementara Kuasa hukum AS, Ricky Ananta mengatakan, kliennya yang merupakan penjual jajanan keliling berinisial AS melaporkan dugaan korupsi dan permufakatan jahat tersebut bermula saat gagal menempati rumah yang telah dibelinya dari PT ACK secara lunas sebesar Rp130 juta pada Oktober 2018.
Pembelian itu telah dibuktikan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dilegalisasi akta di notaris Kabupaten Semarang.
Korban malah tidak bisa menempati rumahnya selepas tiga tahun menunggu. Padahal bangunan rumah sudah jadi.
"Dampaknya, klien kami harus terus mengontrak rumah," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.