Semarang
Di Antara Dua Musim: Cerita Mashur, Nelayan Kerang Hijau yang Melukis Perahu
Di Tambakmulyo, kampung nelayan di pesisir utara Semarang, Mashur dikenal sebagai nelayan kerang hijau.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Di Tambakmulyo, kampung nelayan di pesisir utara Semarang, Mashur dikenal sebagai nelayan kerang hijau.
Tapi di luar musim panen, ia lebih sering terlihat membawa kuas dan kaleng cat, bukan jaring atau tambang. Ia adalah pelukis kapal.
"Kalau musim panen cuma dua kali setahun. Selebihnya ya kerja apa aja. Kalau ada yang butuh, saya lukis perahu," kata Mashur, Senin (2/6/2025).
Pekerjaan melukis kapal sudah ia jalani sejak remaja. Umur 14 tahun, ia mulai dengan mengecat perahu milik kakaknya sendiri.
Baca juga: Chord Kunci Gitar dan Lirik Cinta Sampai Mati Kangen Band
Baca juga: Kekayaan Irwan Mussry Suami Maia Estianty, Punya 110 Toko Jam Tangan Mewah
Waktu itu gambarnya masih sederhana, hanya tulisan dan garis lurus. Sekarang, kapal-kapal yang ia tangani tampil lebih berwarna, dengan motif batik, selendangan, hingga tulisan bergaya tiga dimensi.
"Dulu belum ada motif-motif kayak sekarang. Sekarang banyak yang minta desain sendiri. Kadang motif batik, kadang selendangan," jelasnya.
Mashur tak pernah mematok harga. Upah ia terima sesuai keikhlasan pemilik kapal. Ada yang membayar Rp50 ribu, ada pula yang memberi hingga Rp500 ribu. Biasanya, semakin besar kapalnya, semakin tinggi bayaran yang ia terima.
"Dikasihnya ya seikhlasnya. Kadang Rp100 ribu, Rp200 ribu, pernah juga sampai Rp500 ribu," ujarnya.
Dalam sehari, ia bisa menyelesaikan perahu kecil. Untuk kapal besar, bisa dua hari penuh, tergantung cuaca. Cat yang digunakan pun tidak sembarangan. Sebagian besar nelayan di sana memakai cat Avian, yang tahan terhadap air laut.
"Kalau enggak ada warna yang dibutuhkan, ya saya campur sendiri. Misalnya biru sama kuning jadi hijau, atau putih sama merah jadi pink," tambahnya.
Tidak semua nelayan bisa melukis kapal. Dibutuhkan keterampilan dan pengalaman. Mashur sempat belajar satu tahun di sekolah grafika, dan dari sanalah ia mengenal sablon dan gambar. Sisanya ia pelajari sendiri.
Kapal-kapal nelayan biasanya memiliki nama resmi dari dokumen yang disebut Pas Kecil. Nama itu sering menjadi inspirasi tulisan yang dicat di badan kapal.
Selain nama, pemilik kadang meminta tambahan motif agar kapal terlihat menarik saat melaut.
Musim melukis kapal biasanya datang menjelang Idul Fitri, saat banyak kapal dinaikkan ke darat untuk diperbaiki dan dicat ulang.
Di luar itu, Mashur juga bekerja sebagai buruh proyek atau membantu pasang bambu jika ada pekerjaan bangunan.
"Alhamdulillah, lumayan buat nambah penghasilan," katanya.
Mashur mungkin bukan pelukis terkenal, tapi karyanya ada di mana-mana. Di badan kapal yang bersandar di Tambakmulyo, di laut yang luas, dan di tangan-tangan kasar para nelayan yang menggantungkan hidup dari ombak dan angin. (*)
Menengok Pesisir Tambakrejo Semarang, Tetap Bangkit Mandiri di Tengah Hantaman Rob |
![]() |
---|
Catat Stok Beras Capai 32 Ribu Ton, Dishanpan Semarang: Ketersediaan Cukup |
![]() |
---|
Inflasi Pangan Tercatat Turun, Wali Kota Semarang Sebut Keberhasilan Intervensi Harga |
![]() |
---|
Sebanyak 5.000 Pengunjung Semarang Zoo Manfaatkan Promo HTM Rp 10 Ribu |
![]() |
---|
Perjalanan Panjang Patung Sapi di Peternakan Undip, Sempat Dipajang di Tugu Muda Hingga Museum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.