Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Hari Tempe Nasional, Unnes Dorong Pemanfaatan Teknologi Fortifikasi pada Produk Olahan Tempe

Tema "Tempe dari Indonesia untuk Dunia" diangkat dalam workshop Hari Tempe Nasional di Cafe Atas Kota, Gunungpati, Kota Semarang, Rabu (4/6/2025).

TRIBUN JATENG/F ARIEL SETIAPUTRA
WORKSHOP: Suasana workshop Hari Tempe Nasional yang berlangsung di Cafe Atas Kota, Gunungpati, Kota Semarang, Rabu (4/6/2025). (TRIBUN JATENG/F ARIEL SETIAPUTRA) 

Prof Nina sebagai Ketua FTI Jateng turut serta dalam tim pengabdian tersebut.

Pemanfaatan teknologi fortifikasi pada produk olahan tempe menjadi langkah strategis untuk meningkatkan nilai gizi dan daya saing produk lokal.

Salah satu inovasi yang akan diterapkan adalah pengembangan tempe berbasis daun kelor (Moringa oleifera), yang dikenal kaya akan protein, vitamin, dan mineral.

Dalam kesempatan tersebut, FTI Jateng menggandeng Pimpinan Cabang Aisiyah (PCA) Gunungpati tentang pemanfaatan teknologi fortifikasi pada produk olahan tempe.


PCA Gunungpati sendiri merupakan organisasi yang telah melaksanakan produksi olahan seperti risol mayo dan tempe bacem.

Sehingga, mereka juga ingin meningkatkan serta mengembangkan produk inovasi olahan kedelai dengan aneka fortifikan berbahan herbal, yang berpotensi dapat menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh.

Selain Prof Nina, hadir sejumlah pembicara dalam kegiatan ini di antaranya Dr. Ufi Sarawati M.Hum (Komisi Budaya FTI Jateng, Drs. Sunyoto, M.Si (Kepala Pusat Inovasi Komersial Unnes), dan Dr. Ir. Ch. Retnaningsih, MP (Edukasi Konsumen FTI Jateng).

Acara ini juga sekaligus syukuran atas pengajuan tempe sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

"Peserta dari ibu-ibu Pimpinan Cabang Aisiyah (PCA) Gunung Pati, Mahasiswa rumpun biologi Unnes, Forum Tempe Indonesia dan masyarakat sekitar yang peduli dengan kegiatan ini," kata Prof Nina.

Dia menyebut, kedepan kegiatan tersebut semakin dikembangkan dikemudian hari tentang bagaimana mewujudkan produk yang dapat bernilai gizi, bahkan bernilai ekonomi, dan juga bernilai estetika dan bisa dipahami oleh masyarakat luas.

"Pentingnya sisi ekonomi ini juga dipahami oleh masyarakat pengkonsumsi. Sehingga kalau ada hal-hal yang terkait dengan informasi tempe itu antusiasmenya tinggi dan menjadi bukti bahwa tempe adalah milik kita," katanya.

Sementara itu, dalam paparan Drs. Sunyoto, ia mengatakan Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam proses pengolahan kedelai untuk tempe dan tahu secara luas utamanya pada sektor UMKM mayoritas masih menggunakan peralatan tradisional.

Sunyoto menyebut, disitulah perlunya penerapan TTG untuk meningkatkan produktifitas maupun kualitasnya.

"Masih banyak cara mengupas kulit ari kedelai itu dengan menginjak. Itu kurang higienis dan menguras tenaga. Ada teknologi sederhana mesin untuk mengupas kulit ari dengan kedelai," ungkapnya.

"Contoh lain, tempe mau dibuat kripik, masih banyak UMKM yang cara merajangnya manual pakai pisau. Iris satu-satu. Ada TTG mesin perajang tempe. Contoh lain, ngepress tahu masih pakai beban batu padahal ada alat press," katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved