Readers Note
Tantangan Sekolah Swasta Gratis bagi Pemda
Tantangan Sekolah Swasta Gratis bagi Pemda. Oleh Edi Subkhan, MPd. Dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP Unnes
Tantangan Sekolah Swasta Gratis bagi Pemda
Oleh Edi Subkhan, MPd
Dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP Unnes
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa sekolah swasta juga diwajibkan untuk digratiskan. Sebenarnya Kota Semarang sudah memiliki pengalaman baik dalam menjalankannya sejak 2018. Namun, bisakah sekolah swasta tersebut berkembang jika dana yang diberikan terbatas dan tidak boleh menarik pungutan?
Amar putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 menjadi pendorong bagi pemerintah untuk menunaikan tanggung jawabnya mengelola dan membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar, yakni Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Semangat membuka akses layanan pendidikan ini bukan yang pertama. Sebelumnya pemerintah sudah punya program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), beasiswa, dan pembangunan besar-besaran SD Inpres di masa Orde Baru.
Gaji Guru
Di lapangan, berbagai kebijakan tersebut cukup membantu anak-anak, terutama dari kelas menengah ke bawah untuk dapat bersekolah. Di sekolah negeri anak-anak memperoleh BOS dari Rp. 600 ribu untuk jenjang PAUD hingga Rp. 1,1 juta untuk jenjang SMP.
Oleh Pemerintah Kota Semarang, khusus bagi sekolah swasta ditambah dengan BOS Daerah (BOSDA) yang merentang dari Rp. 1,2 juta untuk PAUD hingga Rp. 1,8 juta untuk SMP. Bagi SD-SMP swasta yang menerima BOS, mereka tidak hanya menerima BOS dari pemerintah pusat, tapi juga Bosda dari Pemkot Semarang.
Walaupun rupiah yang diterima sekolah swasta penerima BOS dan Bosda lebih besar dari sekolah-sekolah negeri, namun sekolah swasta harus menanggung gaji guru dan tenaga kependidikannya. Sedangkan sekolah negeri gaji mereka ditanggung pemerintah.
Di lapangan, besaran rupiah yang diterima tersebut relatif dapat memenuhi kebutuhan operasional sekolah swasta, hanya saja memang besaran gaji yang diterima antara sekolah swasta satu dan lainnya bervariasi, tergantung kemampuan tambahan dari pihak yayasan.
Kebijakan tersebut memang betul-betul membantu siswa, terutama mereka yang ingin ke sekolah negeri yang gratis, namun karena daya tampung terbatas, mereka terpaksa ke sekolah swasta. Namun, jika sekolah-sekolah tersebut ingin berkembang, dana tersebut tentu tidak mencukupi.
Perbaikan Sarpras
Pengembangan sekolah berupa perbaikan sarana dan prasarana pembelajaran, melengkapi fasilitas belajar, laboratorium, perpustakaan, jaringan internet, kegiatan ekstrakurikuler, dan program-program peningkatan kapasitas guru, tentu butuh lebih banyak dana.
Ketika semangat yang dipegang adalah pendidikan gratis, (education for all dan human rigth-based education) sebagaimana didorong oleh Unesco dan Sustainable Development Goals (SDGs), maka sekolah swasta gratis yang dibantu BOS dan Bosda tidak boleh melakukan pungutan.
Di sini, ketika besaran dana yang diterima SD-SMP swasta hanya cukup untuk operasional, termasuk menggaji gurunya, maka tidak tersisa dana untuk pengembangan kualitas sekolah. Padahal PR pendidikan kita bukan cuma pemerataan pendidikan, melainkan juga rendahnya kualitas pendidikan.
Kecukupan dana adalah syarat mutlak bagi peningkatan kualitas layanan pendidikan. Oleh karena itu, di tengah arah efisiensi pemerintahan Prabowo-Gibran sekarang, pemerintah pusat dan Pemda perlu melakukan refocusing anggaran APBN dan APBD, agar ada ruang untuk memberikan dana lebih banyak bagi sekolah swasta dan negeri demi peningkatan kualitas pendidikan.
Refocusing Anggaran
Refocusing anggaran mutlak diperlukan, jika tidak, kita tidak mungkin bisa karena APBN tahun 2025 untuk pendidikan yang ditransfer ke daerah tidak semuanya untuk BOS maupun BOP PAUD.
Data dari Kemenkeu menyebut alokasi dana pendidikan yang ditransfer ke daerah sebesar Rp. 347,1 triliun. Dari alokasi tersebut, dana BOS dijatah untuk 43,4 juta siswa, BOP PAUD untuk 6,1 juta siswa. Selebihnya untuk TPG dan dana alokasi khusus revitalisasi sarana pendidikan dan perpustakaan.
Berdasar data ini maka sebetulnya sedikit lagi sudah bisa mengkover semua sekolah negeri dan swasta, asalkan datanya benar. Berdasarkan olah data statistik jumlah siswa SD-SMP dari Pusdatin periode 2024/2025, total siswa adalah 41.707.625.
Jumlah tersebut sudah termasuk yang berada di bawah naungan Kemenag (MI dan MTs). Artinya, jika jatah BOS yang ditransfer oleh pusat ke daerah untuk 43,4 juta itu diprioritaskan ke SD-SMP negeri dan swasta, maka semuanya sudah terkover. Fakta di lapangan banyak SD-SMP swasta yang tidak menerima BOS dapat diartikan bahwa besaran dana BOS tersebut lebih ditujukan ke sekolah negeri dan disebar hingga ke jenjang SMA.
Oleh karena itu, perlu dihitung sekolah-sekolah swasta yang masuk radar dan kriteria butuh dukungan dana BOS namun belum menerima. Jika ada political will yang kuat saya yakin pemerintah akan bisa memenuhinya, karena sebagian sekolah SD-SMP swasta jelas tidak mau menerima BOS ketika aturannya melarang mereka melakukan pungutan atau SPP dan sejenisnya yang sangat tinggi yang selama ini digunakan misal untuk membayar lisensi kurikulum Cambridge, IB, atau layanan lainnya.
Langkah baik dilakukan oleh Pemkot Semarang, yakni ketika anggaran untuk menggratiskan 132 sekolah swasta bertambah dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 25 miliar menjadi Rp. 27 miliar.
Kemampuan Fiskal
Gubernur Jateng Ahmad Lutfhi mendorong Bupati dan Walikota di provinsi Jawa Tengah membuat skema SD-SMP swasta gratis. Terlepas dari aturan bahwa SD-SMP tidak berada di bawah kewenangan Pemrov, dorongan gubernur tersebut patut diapresiasi dan diikuti oleh langkah konkret oleh Pemda dan Pemkot.
Perlu pendataan terkait SD-SMP swasta yang butuh dukungan BOS, Bosda, dan beasiswa. Termasuk mana sekolah-sekolah swasta yang segmentasinya kelas menengah ke atas yang tidak masuk kategori butuh dukungan pendanaan pemerintah.
Paralel dengan itu, Pemrov bersama Pemda dan Pemkot perlu memetakan kemampuan finansial dengan melihat postur APBD tiap daerah dan kota. Kemudian melakukan refocusing anggaran dan melihat peluang yang perlu diberikan oleh pemerintah pusat, Pemrov, dan mitra (korporasi, masyarakat) untuk mendukung kebijakan pendidikan untuk semua ini. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.