Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Mbak Ita dan Alwin Beberkan Setoran Uang Ratusan Juta dari Kepala Bapenda Semarang Indriyasari

Mbak Ita dan suami Alwin Basri menyeret nama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari.

|
Penulis: iwan Arifianto | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS
SIDANG: Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan Alwin Basri dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang. (TRIBUN JATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Terdakwa kasus korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri menyeret nama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari atau Iin.

Kedua terdakwa ini menyebut nama Iin dalam kesaksiannya untuk kasus Martono mantan ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Semarang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kota Semarang, Rabu (11/6/2025).

Ketika dicecar pertanyaan oleh Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi soal aliran uang dari Indriyasari, Alwin menjawab telah menerima uang sebesar Rp600 juta.

Baca juga: Mbak Ita Ungkap Cerita Para Camat Semarang Galau Dipanggil KPK : Saya Lindungi

Uang setengah miliar lebih itu diberikan secara bertahap.

Uang tersebut diberikan selama tiga bulan sekali selama tahun 2023.

"Diberikan tiga kali, diberikan di gedung PKK dan di rumah," kata Alwin.

Menurut Alwin, berdasarkan penjelasan Iin uang itu adalah uang bantuan operasional untuk PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) dan  Dekranasda  (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Semarang yang saat itu dipimpin olehnya.

"Saya tanya ini uang sumber dari mana, sah atau tidak. Jawaban dari Bu Iin katanya sah," ungkapnya.

Alwin mengklaim telah mengembalikan uang tersebut dengan alasan pemberian uang itu tidak disertai kwitansi atau tanda terima.

Menurut Alwin, uang itu juga masih utuh karena tidak terpakai.

"Ya saya kembalikan pada Desember 2023 ke Mbak Iin," terangnya.

Sementara, Mbak Ita menerangkan, menerima uang pemberian uang dari mantan anak buahnya tersebut dengan dalih untuk tambahan operasional sebagai pelaksana tugas (plt) Wali Kota Semarang.

Ita menerima uang itu karena masih belum mengetahui seluk beluk menjadi orang nomor satu di kota Semarang.

Dia juga ketika itu beralasan masih baru menjabat sebagai wali kota.

Uang jatah Wali Kota Semarang itu diberikan oleh Indriyasari dengan periode tiga bulan sekali.

"Kata Bu Iin, uang ini (uang) seperti Pak Hendi (wali kota sebelumnya) ada uang tambahan operasional. Kami anggap seperti itu," jelas Ita.

Kendati telah menerima, Ita menyebut, uang itu tidak dipakai. 

Tanpa menyebut jumlah detail uang setoran dari Iin itu, Ita selama menjadi Plt Wali Kota Semarang sepenuhnya menggunakan uang anggaran operasional khusus wali kota.

Dia juga menggunakan dana CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai anggaran operasional.

"Berkali-kali saya dipaksa menerima lagi.

Saya sampaikan saya tidak pakai.

Sampai akhir tahun tidak saya pakai lalu saya kembalikan hingga akhirnya dipakai ke kas bendahara," ungkapnya.

Menurut Ita, proses pengambilan seperti proses penerimaan yakni tanpa bukti serah terima kwitansi.

"Namun, ketika mengembalikan saya ada saksinya," bebernya.

Sementara, Tribun masih melakukan upaya konfirmasi terhadap Indriyasari terkait penyeretan namanya dalam persidangan tersebut.

Ade Bhakti Dendam?

Kuasa Hukum mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita, Agus Nurudin sempat menuding Ade Bhakti Ariawan eks Camat Gajahmungkur memiliki dendam terhadap Mbak Ita.

Hal itu disampaikan Agus saat sidang lanjutan sidang kasus korupsi yang melibatkan Mbak Ita dan suami Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (4/6/2025).

Agus mengungkap, Ade Bhakti sempat menyebutkan Alwin dan Mbak Ita sebanyak tiga kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Penyebutan Alwin dan Mbak Ita disebut secara bersamaan dalam pelaksanaan proyek yang diterangkan Ade Bhakti dalam BAP. 

Menurut Agus, penggunaan kata dan berarti dilakukan oleh dua orang.

"Ya saya tanya apakah dendam ke Mbak Ita, dia jawab tidak. Ternyata hanya persepsi dia, bukan dua orang tapi satu, hanya persepsi dia," kata Agus.

Ade Bhakti juga membantah memiliki dendam terhadap Mbak Ita.

"Tidak dendam, penyebutan (kata) dan karena itu kan beliau (Alwin) suaminya (mbak Ita)," bebernya.

Pertanyaan dendam itu hanya dilontarkan ke Ade Bhakti. Meskipun dalam saksi persidangan itu menghadirkan dua camat lainnya yakni mantan Camat Semarang Timur Kusnandir yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang dan Camat Ngaliyan Mulyanto.

Selepas mendengar keterangan dari ketiga saksi tersebut, Mbak Ita dan Alwin kompak membantah.

"Saya tidak menjanjikan, tidak meminta dan tidak menerima serta tidak mengintruksikan kasus pl (penunjukan langsung)," katanya.

Sementara terdakwa Alwin menyebut, tidak menjanjikan tidak meminta dan tidak menerima.

"Tujuan saya hanya membantu Gapensi untuk pemerataan," bebernya.

Sebagaimana diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra mengatakan, Mbak Ita dan suami Alwin didakwa menerima gratifikasi atas fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung dengan nilai total Rp 2,24 miliar.

Martono sebagai penyambung uang fee proyek juga didakwa menerima.

Dari total uang Rp 2,24 miliar , Mbak Ita dan Alwin menerima Rp 2 miliar. Adapun Martono menerima Rp 245 juta.

Uang miliaran tersebut diperoleh dari setoran para saksi di antaranya Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo,Suwarno, Gatot Samarinda dan Sunarto.

Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pendidikan senilai Rp 3,75 miliar.

Tak hanya itu mereka didakwa pula memotong pembayaran kepada para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Semarang senilai Rp 3 miliar.

"Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar," kata jaksa.

Bungkam

Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang dan Polrestabes Semarang merespons pernyataan mengejutkan yang disampaikan Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan, dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu, 4 Juni 2025, Ade mengungkap bahwa ada setoran uang senilai total Rp350 juta yang diduga diberikan kepada oknum di Unit Tipikor Polrestabes Semarang dan Kejari Semarang.

Uang itu disebut disalurkan pada April 2023.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Semarang, Cakra Nur Budi Hartanto, memilih irit bicara.

Saat dikonfirmasi oleh awak media, Cakra enggan memberikan komentar terkait dugaan setoran tersebut.

"Mungkin bisa ditanyakan ke yang bersangkutan langsung selaku yg memberikan keterangan," jelasnya saat dihubungi Tribun. 

Sementara, Tribun telah melakukan konfirmasi Kapolrestabes Semarang Kombes Syahduddi soal setoran tersebut. Namun, konfirmasi Tribun belum direspon.

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang Ade Bhakti Ariawan menyebut ada setoran uang ratusan juta ke sejumlah pejabat Polrestabes Semarang dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang.

Hal itu diungkapkan Ade saat menjadi saksi sidang kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (4/6/2025).

Ade merinci, uang jatah diberikan ke  Unit Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Polrestabes Semarang sebesar Rp200 juta.

Sementara jatah untuk Kejari diberikan kepada Kasi Intel Kejari Kota Semarang sebesar Rp150 juta.

Uang tersebut diberikan kepada dua lembaga penegak hukum tersebut sekitar April 2023.

"Mas Eko (Eko Yuniarto, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang) yang menyerahkan, saya hanya menemani," jelas Ade di depan majelis hakim.

Mantan Camat Gajahmungkur itu merinci proses penyerahan gepokan uang ratusan juta ke dua tempat tersebut.

Penyerahan uang di Polrestabes Semarang, Ade mengakui hanya menunggu di ruangan penyidik.

Sementara Ade menyebut terlambat saat menyerahkan uang itu ke kantor Kejari Kota Semarang.

"Ketika di Kejaksaan, saya menyusul," katanya.

Uang ratusan juta yang menjadi jatah aparat tersebut diduga bersumber  dari hasil pungutan commitment fee atau atau uang kontribusi proyek atas pengondisian proyek-proyek di kecamatan Kota Semarang.

Ade sebagai Camat Gajahmungkur kala itu juga menyerahkan hasil pungutan commitment fee dari penggarap proyek di Kecamatan Gajahmungkur senilai Rp148 juta.

Hasil setoran dari para Camat itulah yang digunakan untuk memberi jatah aparat.  Akan tetapi, ternyata uang itu masih kurang sehingga sempat ditambah oleh Lina Anggraheni.

Lina adalah anak buah dari Martono, terdakwa kasus suap ke Mbak Ita dan Suami. "Ya ada yang titipan dari Mbak Lina," bebernya.

Sementara, terdakwa Martono membantah telah memberikan perintah atas penyerahan uang jatah ke Polrestabes Semarang maupun Kejari.

Menurutnya, setoran itu sudah menjadi tradisi dari para Paguyuban Camat di Semarang.

"Itu kebutuhan Paguyuban Camat yang sudah dilakukan secara turun-temurun," tegas Martono.

Sebagaimana diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra mengatakan, Mbak Ita dan suami Alwin didakwa menerima gratifikasi atas fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung dengan nilai total Rp 2,24 miliar.

Martono sebagai penyambung uang fee proyek juga didakwa menerima.

Dari total uang Rp 2,24 miliar , Mbak Ita dan Alwin menerima Rp 2 miliar. Adapun Martono menerima Rp 245 juta.

Uang miliaran tersebut diperoleh dari setoran para saksi di antaranya Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo,Suwarno, Gatot Samarinda dan Sunarto.

Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pendidikan senilai Rp 3,75 miliar.

Tak hanya itu mereka didakwa pula memotong pembayaran kepada para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Semarang senilai Rp 3 miliar.

"Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar," kata jaksa. 

 (Iwn)

Baca juga: Jawaban Mbak Ita dan Alwin Soal Pengerahan Pemasangan Spanduk  

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved