Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Meneladani Hijrah Nabi Muhammad SAW untuk Pendidikan Bermartabat di Tahun Baru 1447 H

Meneladani Hijrah Nabi Muhammad SAW untuk Membangun Pendidikan Bermartabat di Tahun Baru Hijriah 1447

Editor: Editor Bisnis
ist
Prof. Dr. H. Muh. Hizbul Muflihin, M.Pd Dosen FTIK UIN Saizu Purwokerto 

Oleh: Prof. Dr. H. Muh. Hizbul Muflihin, M.Pd
Dosen FTIK UIN Saizu Purwokerto

Hijrah, secara bahasa, berarti memutuskan atau meninggalkan. Dalam konteks Islam, hijrah merujuk pada peristiwa monumental ketika Nabi Muhammad SAW meninggalkan Makkah menuju Madinah.

Keputusan hijrah bukanlah tindakan spontan, melainkan strategi dakwah yang diperintahkan langsung oleh Allah SWT untuk menyelamatkan misi kenabian dari tekanan kaum Quraisy.

Nabi Muhammad SAW berhijrah bukan karena takut mati. Beliau sangat memahami bahwa kematian adalah keniscayaan. Namun, hijrah menjadi jalan agar risalah Islam terus berkembang ke berbagai wilayah Arab.

Allah SWT menegaskan dalam QS. An-Nisa: 100, bahwa orang-orang yang berhijrah di jalan-Nya akan mendapatkan tempat yang luas dan rezeki yang baik.

Momentum hijrah mengingatkan umat Islam masa kini, terutama dalam dunia pendidikan, bahwa segala perbuatan baik maupun buruk akan mendapat balasan setimpal di akhirat (QS. Al-An’am: 160).

Kesadaran ini harus mengakar dalam proses belajar-mengajar dan perilaku akademik.

Hijrah Nabi SAW bukan inisiatif pribadi semata. Allah SWT yang memerintahkan langsung, dan Rasulullah SAW meyakini bahwa setiap perintah-Nya mengandung hikmah besar.

Keyakinan ini terbukti ketika penduduk Madinah (Yatsrib) menyambut dakwah Islam dengan antusias, yang kemudian menjadi fondasi negara Islam pertama.

Ini ditegaskan kembali dalam QS. An-Nisa: 100, bahwa siapa pun yang berhijrah karena Allah, niscaya akan ditunjukkan jalan menuju keberkahan.

Hijrah Dirancang dengan Strategi dan Ketelitian

Hijrah Nabi SAW dilakukan dengan perencanaan matang. Mengetahui rencana pembunuhan dari kaum Quraisy, beliau meminta sepupunya, Ali bin Abi Thalib, tidur di ranjangnya untuk mengelabui musuh.

Nabi SAW keluar rumah secara diam-diam dan berhasil lolos dari kepungan. Peristiwa ini menegaskan pentingnya merancang setiap langkah dengan cermat. Sehebat apa pun niat, tanpa perencanaan, hasilnya tidak akan maksimal (QS. Al-Anfal: 60).

Nabi SAW tidak berjalan sendiri. Beliau mengajak Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat setia, untuk menemaninya. Kebersamaan ini bukan hanya bentuk kepercayaan, tetapi juga simbol bahwa perjuangan besar membutuhkan dukungan orang-orang terpercaya.

Perjalanan sejauh 451 km di tengah panasnya gurun menuju Gua Tsur pun dilalui demi keselamatan dan kelangsungan dakwah (QS. Al-Baqarah: 195).

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved