Sidang Korupsi Mbak Ita
Liburan Mewah Pegawai Bapenda Semarang: Plesiran Bali-Singapura Pakai Duit Insentif Pajak Rakyat
Pegawai Bapenda Semarang ternyata bisa hidup enak pakai insentif pajak dari rakyat sampai bisa plesiran ke Bali dan Singapura setiap bulan awal 2024.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang ternyata hidup enak plesiran pakai uang insentif hasil pungut pajak rakyat.
Bahkan mereka bisa setiap bulan berturut-turut plesiran ke Bali dan Singapura pada bulan awal tahun 2024.
Biaya piknik tersebut bersumber dari dana Iuran Kebersamaan dari pegawai Bapenda yang mendapatkan bonus upah pungut pajak rakyat setiap tiga bulan sekali.
Baca juga: Pengakuan Mantan Pegawai Bapenda Semarang Setor Uang Rp 300 Juta Dibungkus Kado Buat Mbak Ita
Iuran tersebut bisa menghasilkan uang sebesar Rp 4 miliar per tahun.
Uang hasil iuran itulah yang didalami Hakim dalam kasus suap dan korupsi Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri.
"Iya kami piknik ke Bali pada Januari 2024. Kemudian ke Singapura pada Februari 2024," kata Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Agung Wido Catur Utomo dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (2/7/2025).
Wido mengaku, biaya piknik bersumber dari uang Iuran Kebersamaan pegawai Bapenda.
Tak hanya untuk piknik, uang tersebut digunakan pula untuk kegiatan lainnya seperti biaya konsumsi pengajian, Jumat Berkah, santunan anak pegawai Bapenda yg orangtuanya sudah meninggal dunia.
"Kegunaan macam-macam tetapi untuk uang masuk ke Mbak Ita saya tidak tahu," sambung Wido.
Pejabat Bidang Penagihan Bapenda Indah Suwarni dalam kesaksiannya di persidangan membenarkan pula ada kegiatan piknik tersersebut.
"Rencana (tujuan) piknik dilakukan secara voting," katanya.
Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berkutat dengan keterangan dari kesaksian para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi meminta keterangan sebanyak enam saksi meliputi Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Agung Wido Catur Utomo, mantan Kepala Subbidang Perimbangan bapenda kota semarang Heni Arustiati, Dewi Astriyanti Staf Bidang Pendataan dan Pendaftaran Pajak, Indah Suwarni Bidang Penagihan Bapenda, dan Aris Kadarningsih pejabat Pengelola Bahan Perencanaan Bapenda, dan Lusyatie Martiana staf di Bapenda.
Baca juga: "Iuran Kebersamaan" Semarang Tebang Pilih, Indriyasari Tidak Setor Padahal Terima Bonus Rp 74 Juta
Keterangan dari para saksi ini untuk mengurai aliran uang dari iuran kebersamaan di lingkungan Bapenda Semarang yang disetorkan ke Wali Kota Semarang dan Suaminya Alwin Basri.
Terdakwa Ita menyebut, tidak tahu adanya pungutan itu.
"Saya malah pernah datang ke Bapenda sudah memberikan intruksi potongan termasuk iuran kebersamaan," katanya.
Rp 300 Juta Dibungkus Kado
Mantan Kepala Sub Bidang Perimbangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Heni Arustiati mengaku pernah mengetahui pemberian uang senilai ratusan juta kepada terdakwa kasus korupsi Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri.
Pemberian itu dilakukan Bapenda Semarang dari hasil uang iuran kebersamaan yang merupakan iuran pegawai Bapenda selepas mendapatkan bonus upah pungut pajak daerah.
Hasil iuran tersebut mampu mengumpulkan uang sebesar Rp4 miliar pertahun.
"Saya pernah tahu setoran uang ke Bu Ita saat Bu Sarifah sedang membungkus kado isinya uang sebesar 300 juta. Saya ajak bercanda itu kado buat saya? Bu Sarifah bilang kado itu untuk Bu Wali (Mbak Ita)," jelas Heni dalam persidangan dengan terdakwa Mbak Ita dan Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (2/7/2025).
Sarifah yang disebut Heni merupakan Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bapenda Kota Semarang.
Selain untuk Mbak Ita, lanjut Heni, adapula bungkusan serupa untuk pak Alwin sebesar Rp200 juta.
"Saya mengetahui hal itu karena diberitahu oleh Bu Sarifah. Soal proses pemberian tidak tahu. Bungkusan itu diserahkan Bu Kabag (Sarifah) ke Bu Iin (Indriyasari), habis itu tidak tahu," paparnya.
Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Rio Vernika sempat menunjukkan bungkusan kado yang disebut oleh Heni.
Ketika diperlihatkan bungkusan kado itu, Heni membenarkan.
Menanggapi pernyataan Heni, Terdakwa Mbak Ita menanyakan kepada Heni apakah pemberian kado itu dilakukan pada Desember 2022?.
"Saya lupa," jawab Heni.
Sementara Terdakwa Alwin Basri menyebut, tidak keberatan dengan pernyataan tersebut.
Sebelumnya, sidang kasus korupsi dengan terdakwa Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berkutat dengan keterangan dari kesaksian para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi meminta keterangan sebanyak enam saksi meliputi Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Agung Wido Catur Utomo, mantan Kepala Subbidang Perimbangan bapenda kota semarang Heni Arustiati, Dewi Astriyanti Staf Bidang Pendataan dan Pendaftaran Pajak, Indah Suwarni Bidang Penagihan Bapenda, dan Aris Kadarningsih pejabat Pengelola Bahan Perencanaan Bapenda, dan Lusyatie Martiana staf di Bapenda.
Keterangan dari para saksi ini untuk mengurai aliran uang dari iuran kebersamaan di lingkungan Bapenda Semarang yang disetorkan ke Wali Kota Semarang dan Suaminya Alwin Basri.
Sebut Hendi
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, dan suaminya Alwin Basri berlangsung panas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (30/6/2025).
Ketegangan mulai muncul saat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim.
Indriyasari mengungkapkan sejumlah aliran dana yang diduga terlibat dalam perkara tersebut, salah satunya nominal sebesar Rp300 juta yang memicu respons keras dari pihak terdakwa.
Menanggapi kesaksian tersebut, Mbak Ita bereaksi tajam.
Ia menyebut bahwa sidang kali ini dipenuhi drama.
Dia juga membantah uang Rp300 juta itu bukan permintaannya melainkan murni inisiatif dari Indriyasari.
“Karena saksi ini banyak lupanya, maka saya ingatkan.
Saudara saksi datang ke tempat saya, dengan gaya seperti ini.
Lalu saksi bilang, ‘Ibu ini ada tambahan operasional seperti yang saya berikan ke Pak Hendi (mantan Wali Kota sebelumnya).
Jadi ini ada uang Rp300 juta,’” ujar Ita.
Ia juga mengaku pernah mendengar ada dana untuk pihak lain seperti Sekda dan DPRD, tapi menegaskan, “Saya bilang saya enggak ada urusan.”
Perbedaan kesaksian antara terdakwa dan saksi membuat Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, meminta klarifikasi.
Namun Indriyasari tetap teguh pada keterangannya.
Ita pun meminta waktu bicara dan kembali menegaskan bahwa persidangan kali ini terasa penuh drama.
“Sidang yang penuh drama kayaknya hari ini, ya,” celetuknya di hadapan majelis hakim.
Ita berdalih bahwa saat menjabat sebagai Plt Wali Kota, ia belum sepenuhnya memahami aturan tentang pembagian insentif.
Bahkan, ia mengaku tak pernah menerima salinan SK soal insentif saat masih menjadi Wakil Wali Kota.
Ia juga membantah telah meminta uang saat Indriyasari datang meminta tanda tangan SK tambahan penghasilan pegawai.
Dalam persidangan, Ita menyatakan baru mengetahui bahwa suaminya turut menerima uang dari iuran kebersamaan saat hendak mengembalikan uang tahap kedua.
Sebagai informasi, iuran kebersamaan merupakan dana yang dikumpulkan secara patungan oleh para ASN Bapenda usai menerima TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) atau insentif.
Dana itu biasanya dipakai untuk kegiatan internal. Besarannya mencapai tujuh kali gaji plus tunjangan setiap triwulan, dan diberikan juga kepada wali kota, wakil wali kota, sekda, serta pihak lain yang membantu pemungutan pajak dan retribusi, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 69 Tahun 2010.
Menurut catatan, total iuran tersebut mencapai Rp800 juta.
Dalam sidang sebelumnya disebutkan, Rp300 juta diberikan kepada Mbak Ita dan Rp200 juta kepada Alwin Basri.
“Saya sudah kembalikan Rp900 juta pada tahap pertama.
Nah, saat ingin mengembalikan Rp300 juta lagi karena ada yang tertinggal, baru saya tahu ternyata suami saya juga menerima uang itu,” ucap Ita.
Ia mengklaim suaminya hanya menerima Rp600 juta dari iuran itu.
Maka, uang yang dikembalikan dalam bentuk 87 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura yang diserahkan ke Indriyasari diyakini sudah sesuai dengan jumlah yang diterima keduanya.
“Saya sudah kembalikan semuanya Rp1,2 miliar.
Bagian Pak Alwin Rp600 juta, sesuai yang disampaikan,” tambah Ita.
Ita juga membantah pernah mengancam Indriyasari atau staf lain terkait permintaan uang.
Dia mengaku tak tahu-menahu jika suaminya beberapa kali bertemu dengan Indriyasari.
“Saya bahkan enggak tahu saksi pernah beberapa kali ketemu suami saya.
Di rumah pun dia enggak pernah cerita ke saya. Padahal itu rumah saya,” katanya.
Sementara itu, Alwin sendiri membantah menerima Rp1 miliar.
Ia mengaku hanya menerima Rp600 juta, masing-masing Rp200 juta sebanyak tiga kali.
Menurutnya, uang itu digunakan untuk operasional kegiatan TP-PKK dan Dekranasda.
Namun, Indriyasari tetap pada keterangannya.
Ia menyebut total uang yang diberikan ke Alwin mencapai Rp1 miliar, dengan rincian: Rp200 juta pada Juli, Rp200 juta pada September, Rp300 juta pada Oktober, dan Rp300 juta pada November.
(Iwn)
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin Basri Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding |
![]() |
---|
Ini Alasan KPK Belum Periksa Indriyasari Bapenda Semarang, Mbak Ita Merasa Dijebak |
![]() |
---|
Sidang Tanggapan Pembelaan Mbak Ita & Suami, Jaksa Minta Hakim Tetap Vonis Ita 6 Tahun Alwin 8 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.