Berita Semarang
Penjualan Sepatu Sepi, Haji Umar Duduk Termenung di Lorong Pasar Johar Semarang Tunggu Pembeli
Tak lama setelah Pasar Johar selesai dibangun kembali usai kebakaran, pendemi Covid-19 datang seperti hantaman kedua.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Umar, yang akrab disapa Haji Umar, duduk bersandar di bangku plastik biru di depan kiosnya, PM Sport, di Pasar Johar Tengah Blok 2, Kota Semarang.
Matanya mengamati rak-rak sepatu yang nyaris tak berubah posisi sejak bulan lalu.
"Kalau dulu, begini nih, bulan Juni-Juli waktu tahun ajaran baru kayak sekarang, tangan ini nggak sempat diem. Ngelayanin pembeli cari ukuran sepatu," katanya, tersenyum tipis, Sabtu (5/7/2025).
Baca juga: Banyak Pasar di Kota Semarang Dinilai Sepi, DPRD: Sebegitu Tidak Menarikkah Pasar Tradisional Kita?
"Sekarang, seminggu juga kadang nggak ada yang beli. Kalau ada, ya dua-tiga pasang, itu pun sepatu paling murah," tambahnya.
PM Sport sudah ia rintis sejak tahun 1980-an, saat sepatu masih dibeli dengan mencoba langsung dan tawar-menawar masih jadi bagian dari budaya belanja.
Kala itu, Haji Umar bisa menjual puluhan kodi sepatu setiap musim masuk sekolah.
"Sepatu sekolah, sepatu bola, sepatu kuliah, semua laku.
Ada orang beli lima pasang langsung buat anak-anaknya.
Sekarang? Kadang yang datang cuma tanya ukuran, terus bilang, ‘Saya cari online dulu aja, Pak’," ujarnya sambil menirukan pembeli.
Harga sepatu yang dia jual tergolong murah, mulai dari Rp80ribu-Rp200ribu.
Ia menghela napas panjang.
Satu persatu sepatu ia rapikan lagi.
Seolah berharap jika sepatu ditata ulang, rezeki juga akan ikut berubah.
"Masalahnya bukan di harga.
Saya tahu kok, harga online bisa lebih murah, atau ada gratis ongkir.
Tapi sepatu di sini bisa dicoba, bisa pegang langsung.
Dulu itu nilai lebih, sekarang malah jadi nggak penting buat orang," tuturnya.
Pandemi dan digitalisasi mempercepat pergeseran kebiasaan.
Tak lama setelah Pasar Johar selesai dibangun kembali usai kebakaran, pendemi Covid-19 datang seperti hantaman kedua.
Pasar yang baru ingin bangkit malah harus tutup, kios yang baru direnovasi malah kembali sunyi.
"Kios ini saya jaga sendiri sekarang.
Anak saya juga udah bilang, ‘Pak, mending jual online aja’.
Tapi ya, saya ini bukan anak muda.
Pegang HP aja kadang gemeter.
Bukan saya nggak mau belajar, cuma ya beda zamannya." ucapnya.
Ia terdiam.
Suara obrolan dari kios lain terdengar sayup.
Tak ada riuh pembeli, tak ada suara anak-anak mencoba sepatu.
Sepi seperti halaman sekolah saat libur panjang.
Haji Umar menepuk lututnya, mencoba berdiri.
Lututnya sudah tak sekuat dulu.
Tapi dalam hati, ia ingin tetap menjaga kios itu selama masih bisa.
Ini bukan cuma soal jualan.
Toko itu adalah hidupnya.
Dia tak pernah bekerja ke perusahaan lain, ketika dewasa langsung berjualan sepatu, untuk membangun keluarga dan mencukupi kebutuhan.
Dia hanya duduk di lorong yang penuh dengan sepatu dan sandal, merunduk dan tangan kanannya memutar tasbih.
Sepatu-sepatu itu masih tersusun rapi.
Tapi kini, tak banyak kaki yang mencarinya.
Tak jauh dari kios PM Sport, ada kios sepatu yang dijaga oleh Zaki.
Dia mengatakan, biasanya saat mendekati musim tahun ajaran baru Pasar Johar menjadi rujukan para orang tua mencari sepatu.
Namun, kondisi penjualan sepatu tak seramai dulu.
"Setelah terbakar itu, kondisinya sepi.
Ga tau pada cari online atau udh banyak pesaingnya, tapi kalau ngobrol sesama pedagang emang kondisinya sepi," ujarnya.
Zaki berharap agar masyarakat bisa kembali meramaikan Pasar Johar untuk mencari sepatu, tidak hanya saat momen tertentu saja.
"Harapannya sih ya laku, kalau kondisi Idulfitri itu emang ramai.
Tapi yang ramai cuman bajunya saja, kalau sepatu mah sama juga kondisinya," tuturnya. (Rad)
Baca juga: 10 Peringkat Kabupaten/Kota di Jateng dengan Jumlah Pengguna Kendaraan Terbanyak, Tertinggi Semarang
Jejak Gedung Kawasan Kota Lama Semarang yang Terbakar, Bagian dari the Big Five di Awal Abad 20 |
![]() |
---|
Jurnalis FC Gandeng SSB Emerald Semarang di HUT ke-3, Satukan Kebersamaan di Lapangan Hijau |
![]() |
---|
Harga Beras Medium di Semarang Tembus Rp15 Ribu per Kilogram, Ini Penyebabnya |
![]() |
---|
Percontohan Nasional, Koperasi Merah Putih Gedawang Tembus Omzet Rp 69 Juta dalam 1,5 Bulan |
![]() |
---|
Wali Kota Semarang Anjurkan Pedagang Kelontong Kulakan di Koperasi Merah Putih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.