Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Lomba Dolanan Tradisional di Semarang, Yeni Bernostalgia Saat Lihat Anaknya Belajar Engklek

Yeni Puspita tersenyum lebar saat memandangi anaknya, Azizah Queen Prasetyo, melompat-lompat di atas kotak-kotak cat putih

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Rezanda Akbar
DOLANAN TRADISIONAL - Para anak-anak di kelurahan Ngemplak Simongan Semarang menjajal beragam mainan tradisional seperti engklek, Jemparingan dan bakiak 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Yeni Puspita tersenyum lebar saat memandangi anaknya, Azizah Queen Prasetyo, melompat-lompat di atas kotak-kotak cat putih. 

Kaki mungil Azizah berusaha seimbang saat mencoba permainan engklek bersama anak-anak sebayanya di halaman Kantor Kelurahan Ngemplak Simongan, Semarang, Sabtu pagi (12/7/2025). 

Sesekali, Yeni memberikan aba-aba dari pinggir lapangan, membantu Azizah mengingat aturan dan cara melempar gacoan batu kecil yang menjadi kunci permainan ini.

“Yang penting gacoannya jangan sampai keluar garis, terus kamu lompatnya hati-hati. Ingat, yang ada gacoannya enggak boleh diinjak,” ujar Yeni sambil tersenyum, sembari memberi instruksi.

Baca juga: Sukun Youth Series 2025 di Kudus, Kejuaraan Tenis Meja Diikuti 23 Klub dari 9 Provinsi

Bagi Yeni, momen ini lebih dari sekadar perlombaan. Ini adalah perjumpaan antara masa kecilnya yang dulu penuh dengan dolanan kampung, dan kenyataan hari ini, ketika anak-anak nyaris tak mengenal lagi permainan seperti engklek, enggrang, atau jemparingan.

“Senang banget lihat dia main kayak gini. Biasanya kan di rumah tiap hari seringnya main HP. Tapi sekarang, bisa lari-lari, ketawa, sama teman-teman,” ucap Yeni.

Azizah, yang ikut dalam lomba dolanan tradisional itu, semangat meski sempat beberapa kali terjatuh dan salah melempar gacoan. 

Ia tertawa saat gacoannya mental keluar garis, dan kembali mencoba dengan bimbingan sang ibu. Di sisi lain petak, anak-anak lainnya tak kalah antusias. 

Mereka saling menyemangati, bersorak kecil tiap ada yang sukses menyelesaikan lintasan.

Yeni mengenang masa kecilnya ketika engklek dimainkan hampir setiap hari selepas asar.

Gacoannya dulu terbuat dari pecahan genteng atau batu pipih, dan garisnya digambar dengan arang atau pecahan genteng. 

“Sekarang gacoannya kecil, tempat engkleknya dari cat putih. Tapi tetap aja, rasanya beda. Saya senang bisa ngajarin anak saya sendiri main permainan ini.” kata Yeni.

Di rumah, Yeni kerap mengenalkan permainan papan seperti Monopoli, Dakon, atau karambol.

Namun permainan luar ruang seperti engklek sulit ia kenalkan tanpa dukungan lingkungan. 

“Kalau enggak ada kegiatan kayak gini, ya anak-anak ga nguri-uri dolanan tradisional, seringnya cuman gadget saja," tuturnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved