Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pelajar Semarang Tewas Ditembak

"Anak Saya Dulu Bangga Ayahnya Polisi" Aipda Robig Nangis di Sidang Penembakan Pelajar Semarang

Aipda Robig Zaenudin menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang lanjutan  kasus penembakan pelajar di Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
Tribunjateng/Iwan Arifianto.
SIDANG PLEDOI - Terdakwa kasus pembunuhan anak, Aipda Robig Zaenudin menangis saat membaca pledoi nya sebanyak 16 lembar halaman. Dia menangis ketika menyinggung soal kondisi keluarganya akibat kasus tersebut. Namun, sikap itu disayangkan oleh ayah Gamma, Andi Prabowo yang telah kehilangan anak karena ditembak mati Robig di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (15/7/2025). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Robig Zaenudin menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang lanjutan  kasus penembakan tiga pelajar Semarang dengan korban meninggal dunia Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO) di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (15/7/2025).

Pengajuan nota pembelaan Robig dilakukan selepas dirinya dituntut 15 tahun hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pledoi  Robig terdiri dari dua berkas meliputi dari kuasa hukumnya sebanyak 194 lembar halaman.

Baca juga: "Saya Minta Seumur Hidup" Ayah Gamma Tanggapi Tuntutan Jaksa ke Aipda Robig

Sementara untuk pledoi pribadinya, Robig mencurahkanya ke dalam 16 lembar.

Kendati berkas terpisah, kedua nota pembelaan itu memiliki kesimpulan yang saling berkaitan.

Dalam pembelaan tersebut, Robig membacakan secara pribadi di depan Ketua Majelis Hakim Mira Sendangsari.

Robig mengungkap, akibat kejadian itu keluarganya mengalami tekanan sosial dan psikologis yang luar biasa.

Kondisi itu diterima keluarganya akibat pemberitaan media baik media sosial maupun media online yang menyudutkan dirinya.

Dampak itu dialami terutama terhadap dua anaknya yang masing-masing berusia 8 tahun dan 4 tahun.

"Anak-anak saya dulu bangga ayahnya adalah anggota polri. Selepas kejadian ini, rasa bangga itu runtuh," jelas Robig.

Kondisi serupa, lanjut Robig, dialami pula oleh istri dan ibunya. Terlebih, ibunya kini sudah berusia senja.

"Istri saya sekarang tak hanya mengurus kebutuhan rumah tangga melainkan pula harus mendapatkan tekanan sosial dan psikologis," terangnya.

Ketika membacakan berkas pleidoi tersebut, Robig sempat menangis.

Akibat tak bisa melanjutkan membaca berkas pledoi, Robig  lantas meminta kuasa hukumnya Bayu Arief Anas Ghufron untuk melanjutkannya.

Kesimpulan dari pledoi tersebut, Robig  meminta dihukum seadil-adilnya dan keringanan hukuman. Selain itu, dia meminta maaf kepada keluarga Gamma Rizkynata Oktavandy (GRO). 

Menanggapi nota pembelaan tersebut, ayah kandung Gamma, Andi Prabowo mengatakan, seberapapun Robig  sedih akibat anaknya yang mendapatkan tekanan mental akibat tindakannya, Robig masih bisa bertemu dengan anaknya.

Sebaliknya, Andi meminta Robig berkaca kepadanya yang sudah kehilangan Gamma akibat mati ditembak.

"Robig masih bisa melihat anak meskipun di penjara, sedangkan saya sudah tidak bisa melihat anak saya. Sampai sekarang saya juga masih sakit (hati) dan menangis kalau mengingat anak (Gamma)," bebernya seusai persidangan.

Pledoi Menyakitkan Bagi Keluarga Korban

Kuasa Hukum Terdakwa Robig Zaenudin, Bayu Arief Anas Ghufron mengatakan, penembakan yang dilakukan Aipda Robig merupakan tindakan diskresi sebagai anggota Polri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13 dan Pasal 18. 

Tindakan tersebut juga seusia dengan pasal 49 ayat 1 KUHP terkait pembelaan terpaksa (noodweer) sebagai alasan pemaaf atau alasan yang menghapuskan pidana.

Menurut Bayu, pembelaan itu berdasarkan fakta persidangan yang diketahui terdakwa Robig melakukan penembakan karena melihat tiga motor membawa senjata tajam cocor bebek (corbek) sepanjang 1,5 meter berwarna merah dan celurit warna biru untuk menyerang pemotor Vario putih.

Ketika target itu lepas, ketiga motor itu berhadapan dengan terdakwa lalu salah satu saksi mengangkat senjata. "Oleh karena itu, terdakwa ada ancaman sehingga mengambil tindakan sebagai anggota Polri," bebernya.

Bayu menyebut, terdakwa Robig melakukan penembakan sebanyak empat kali.

Penembakan dilakukan dalam rentang waktu selama empat detik. 

Namun, dia mengklaim, sebelum melakukan penembakan  terdakwa sudah berteriak sebagai anggota Polri ketika jarak antara korban dan terdakwa sekitar 8 meter.

"Tembakan dilakukan empat kali dari senjata api jenis revolver, satu tembakan pertama ke atas arah jarum jam 11, satu detik kemudian tembakan kedua, tembakan ketiga dan keempat jaraknya sama satu tembakan perdetik. Jarak tembak 1,4 meter, kena panggul sebelah kanan Gamma," terangnya.

Bayu membantah tembakan terdakwa terhadap korban adalah tembakan mematikan. Menurutnya, tembakan mematikan menyasar di bagian kepala, dada dan perut. Sementara tembakan dari Robig ke korban mengenai panggul.

"Banyak aspek penyebab korban meninggal dunia salah satunya lambatnya perawatan medis," tudingnya.

Kematian Gamma, lanjut Bayu, berdasarkan keterangan ahli bedah dari Rumah Sakit Tugu yang membaca rekam medik dari korban Gamma menyebutkan jika kondisi terkena luka tembak di bagian panggul seharusnya langsung dibawa ke ruang tindakan bukan justru dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

"Dari tiga motor korban dan teman-temannya, awalnya di tempat kejadian (Kalipancur) korban berada di urutan pertama, tapi di titik kumpul di Pos Kamling Pusponjolo motor korban berada di urutan terakhir mungkin mereka berputar-putar dulu sehingga korban banyak kehilangan darah ditambah di rumah sakit malah dibawa ke IGD," terangnya.

Kesimpulan dari nota pembelaan itu, Bayu meminta Robig dibebaskan. Sebab, dalam kejadian tersebut tidak ada mens rea atau niat jahat dari Robig untuk melakukan tindakan tersebut.

Robig tidak pernah didakwa dalam kasus lain.

Terdakwa juga merupakan anggota polisi berprestasi.

Selain itu, terdakwa juga telah menyesal dan kooperatif dalam kasus ini.

"Robig juga tulang punggung keluarga dan suami sekaligus Ayah dari dua 2 orang anak," paparnya.

Menanggapi pledoi tersebut, Kuasa Hukum Keluarga Gamma, Zainal Abidin Petir menyebut nota pembelaan yang diajukan terdakwa menyakitkan bagi keluarga korban.

Terdakwa dalam pledoinya menyatakan bahwa tindakannya memiliki alasan pembenaran dengan menggunakan pasal 49 ayat 1 KUHP.

"Perbuatan terdakwa dibenarkan dan ada alasan pemaaf.  Nah, ini sungguh menyakitkan," kata Petir.

Padahal, lanjut Petir,  fakta persidangan sudah memaparkan secara jelas tindakan terdakwa Robig Zaenudin melakukan penembakan dengan alasan untuk menyelamatkan diri maupun orang lain sudah terbantahkan di fakta persidangan.

Hakim ketika itu sudah mengkonfirmasi ke Robig mengapa ketika dalam kondisi tersebut Robig tidak menghindar agar tidak ada korban jiwa atau melaporkan ke polisi lainnya yang lebih berwenang.

"Pada bagian ini, Robig dalam persidangan tidak bisa menjawab," paparnya.

Petir juga membantah soal pledoi terdakwa yang melakukan penembakan dalam jarak 1,4 meter tidak menyebabkan kematian.

Petir menyebut, dari keterangan dokter forensik yang  melakukan autopsi peluru ditembakkan dari jarak dekat mengenai panggul kanan Gamma lalu tembus ke pembuluh darah besar di panggul kiri.

"Pembuluh darah besar ketika sudah kena, ya sudah korban tidak mungkin bertahan lama, maksimal bertahan 1 jam. Kan gitu keterangan dari dokternya," jelasnya.

Dengan kondisi seperti itu, Petir menyayangkan pledoi tersebut malah menyalahkan dokter rumah sakit yang menangani Gamma dan para teman Gamma yang membawa ke rumah sakit.

Padahal ketika itu, para teman Gamma susah payah membawa Gamma sampai ke rumah sakit.

"Kalau pengin cepat menyelamatkan korban mestinya setelah ditembak korban langsung diboncengkan oleh terdakwa. Hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa," ucap Petir.

Dari poin-poin pembelaan yang diajukan terdakwa, Petir menilai seluruh pembelaan itu tidak berdasar. 

Baca juga: "Kapolda Jateng Seharusnya Malu" Zainal Petir Sebut Robig Zaenudin Masih Berstatus Anggota Polri

Mereka membuat pledoi hanya sekedar asumsi.

"Sebaliknya, unsur pidana dari terdakwa sudah terpenuhi dari ada korban mati yakni anak di bawah umur yang punya prestasi. Kami meminta  terdakwa dihukum sesuai dengan tuntutan atau mungkin ultra petita, vonis hukuman di atas tuntutan," terangnya.

Sementara, jaksa meminta waktu selama satu minggu kepada Majelis Hakim untuk menanggapi pledoi tersebut. Jaksa akan memberikan tanggapannya pada Selasa 22 Juli 2025. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved