Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Bonusnya Dipotong Rp50 Juta, Iswar Melawan Sebut Perintahkan Indriyasari Tolak Permintaan Mbak Ita

Persidangan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
IST
KASUS SUAP - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang yang juga Wakil Wali Kota Semarang, Iswar Aminudin (batik biru putih) saat menjadi saksi dalam kasus sidang dugaan suap yang diterima mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryati Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (14/7/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Persidangan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita, dan suaminya Alwin Basri kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (14/7/2025).

Dalam sidang kali ini, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang sekaligus mantan Wakil Wali Kota, Iswar Aminudin, dihadirkan sebagai saksi.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Gatot Sarwadi menggali keterangan Iswar terkait aliran dana yang dikenal sebagai “Iuran Kebersamaan” saat dirinya menjabat sebagai Sekda pada tahun 2023.

Diketahui, Iuran Kebersamaan merupakan pungutan internal yang dikumpulkan dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.

Para pegawai yang menerima bonus dari hasil pemungutan pajak setiap tiga bulan diduga menyisihkan sebagian dari bonus tersebut ke dalam iuran tersebut.

Besaran bonus yang diterima pegawai bervariasi, mulai dari Rp60 juta hingga Rp150 juta.

Dari total pemotongan itu, dana yang terkumpul bisa mencapai Rp4 miliar dalam satu tahun.

Dugaan penyalahgunaan muncul ketika dana hasil iuran tersebut disebut-sebut mengalir ke Mbak Ita dan suaminya, dengan nilai mencapai Rp2 mil

Dalam kesaksiannya, Iswar membenarkan adanya permintaan sejumlah uang dari Mbak Ita kepada pegawai Bapenda yang bersumber dari Iuran Kebersamaan. 

Kabar itu diperolehnya dari Indriyasari atau Mbak Iin Kepala Bapenda pada tahun 2023.  Sementara untuk jatah Alwin Basri, Iswar mengaku tak mengetahuinya. 

"Saya meminta kepada kepala Bapenda agar tidak menuruti permintaan dari Mbak Ita," klaim Iswar dalam persidangan.

Terkait legalitas bonus upah pungut yang menjadi sumber iuran kebersamaan, Iswar menyebut uang itu sah karena diatur dalam undang-undang, persisnya diatur dalam peraturan Wali Kota Semarang. Dirinya juga mendapatkan upah pungut tersebut sebesar Rp100 juta. "Diberikan secara transfer," katanya.

Bahkan, Iswar mengaku, besaran upah pungut yang diterimanya pernah mencapai di angka Rp150 juta di era Wali Kota Hendrar Prihadi alias Mas Hendi. Namun, diturunkan menjadi Rp100 juta di zaman kepempimpinan Wali Kota Semarang Mbak Ita.

"Info dari Bu Iin diturunkan atas perintah Mbak Ita. Karena dinilai bonus saya terlalu banyak. Berhubung bonus ya saya terima berapa pun jumlahnya," paparnya.

 

Mangkir Panggilan KPK

Selain Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK juga mencecar Iswar terutama berkaitan dengan upaya menghindari panggilan KPK yang dilakukan oleh para pejabat di lingkungan Pemkot Semarang.

Iswar yang mengenakan pakaian batik bercorak biru putih itu mengungkap, ada dua pejabat Pemkot Semarang meliputi Kepala Bapenda Indriyasari dan Susi Herawati Direktur Utama Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang Susi Herawati yang secara mendadak meminta perjalan dinas keluar kota. 

Mereka meminta dokumen perjalanan dinas atas perintah Mbak Ita. 

"Saya minta mereka berdua berpikir ulang (mangkir dari panggilan KPK), tapi akhirnya saya buatkan karena Mbak Iin bilang langkah itu atas perintah Mbak Ita," tuturnya.

 

Saling Gigit Biaya Lomba Voli


Mbak Ita dan Alwin Basri mengaku keberatan atas keterangan dari Iswar Aminudin dalam persidangan.


Bahkan, Alwin mengingatkan Iswar soal dana iuran kebersamaan yang dipersoalkan digunakan pula sebagai sumber dana bagi lomba voli antar kecamatan di Kota Semarang.


Yang mana, lanjut Alwin, Iswar adalah Ketua Persatuan Bola Voli Indonesia Kota Semarang.

"Lomba voli itu mendapatkan dana dari iuran kebersamaan," ujarnya.

Namun, Iswar  membantahnya. Menurutnya, dana lomba voli yang dimaksud Alwin dibiayai oleh anggaran masing-masing kecamatan. "Kecamatan sendiri yang mendanai lomba itu," bantah Iswar.


Sementara, Ita memberikan klarifikasi terkait perintahnya soal mangkir dari panggilan KPK. 


Dia mengaku, memberikan perintah terhadap anak buahnya untuk tidak memenuhi panggilan KPK karena panik.

"Saya sampaikan ke mereka yang tidak datang ke panggilan KPK buat surat tertulis. Namun, mereka akhirnya tetap memenuhi pemeriksaan KPK," katanya.

Sebelumnya, suasana ruang sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, memanas saat digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).

Ketegangan muncul setelah Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, memberikan kesaksian. 


Mbak Ita pun menanggapi dengan nada sinis dan menyebut sidang kali ini penuh drama.


“Karena saksi ini banyak lupanya, maka saya ingatkan. Saudara saksi datang ke tempat saya, dengan gaya seperti ini. Lalu saksi bilang, ‘Ibu ini ada tambahan operasional seperti yang saya berikan ke Pak Hendi (mantan Wali Kota sebelumnya). Jadi ini ada uang Rp300 juta,’” ujar Ita.


Menurut Ita, nominal Rp300 juta itu berasal dari inisiatif Indriyasari sendiri, bukan permintaan dari dirinya. 


Ia juga mengaku pernah mendengar ada dana untuk pihak lain seperti Sekda dan DPRD, tapi menegaskan, “Saya bilang saya enggak ada urusan.”


Perbedaan kesaksian antara terdakwa dan saksi membuat Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, meminta klarifikasi. Namun Indriyasari tetap teguh pada keterangannya.


Ita pun meminta waktu bicara dan kembali menegaskan bahwa persidangan kali ini terasa penuh drama. 


“Sidang yang penuh drama kayaknya hari ini, ya,” celetuknya di hadapan majelis hakim.


Ita berdalih bahwa saat menjabat sebagai Plt Wali Kota, ia belum sepenuhnya memahami aturan tentang pembagian insentif.


Bahkan, ia mengaku tak pernah menerima salinan SK soal insentif saat masih menjadi Wakil Wali Kota.


Ia juga membantah telah meminta uang saat Indriyasari datang meminta tanda tangan SK tambahan penghasilan pegawai.


Dalam persidangan, Ita menyatakan baru mengetahui bahwa suaminya turut menerima uang dari iuran kebersamaan saat hendak mengembalikan uang tahap kedua.


Sebagai informasi, iuran kebersamaan merupakan dana yang dikumpulkan secara patungan oleh para ASN Bapenda usai menerima TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) atau insentif. 


Dana itu biasanya dipakai untuk kegiatan internal. Besarannya mencapai tujuh kali gaji plus tunjangan setiap triwulan, dan diberikan juga kepada wali kota, wakil wali kota, sekda, serta pihak lain yang membantu pemungutan pajak dan retribusi, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 69 Tahun 2010.


Menurut catatan, total iuran tersebut mencapai Rp800 juta. Dalam sidang sebelumnya disebutkan, Rp300 juta diberikan kepada Mbak Ita dan Rp200 juta kepada Alwin Basri.


“Saya sudah kembalikan Rp900 juta pada tahap pertama. Nah, saat ingin mengembalikan Rp300 juta lagi karena ada yang tertinggal, baru saya tahu ternyata suami saya juga menerima uang itu,” ucap Ita.


Ia mengklaim suaminya hanya menerima Rp600 juta dari iuran itu. Maka, uang yang dikembalikan dalam bentuk 87 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura yang diserahkan ke Indriyasari diyakini sudah sesuai dengan jumlah yang diterima keduanya.


“Saya sudah kembalikan semuanya Rp1,2 miliar. Bagian Pak Alwin Rp600 juta, sesuai yang disampaikan,” tambah Ita.


Ita juga membantah pernah mengancam Indriyasari atau staf lain terkait permintaan uang. 


Dia mengaku tak tahu-menahu jika suaminya beberapa kali bertemu dengan Indriyasari.


“Saya bahkan enggak tahu saksi pernah beberapa kali ketemu suami saya. Di rumah pun dia enggak pernah cerita ke saya. Padahal itu rumah saya,” katanya.


Sementara itu, Alwin sendiri membantah menerima Rp1 miliar. Ia mengaku hanya menerima Rp600 juta, masing-masing Rp200 juta sebanyak tiga kali. 


Menurutnya, uang itu digunakan untuk operasional kegiatan TP-PKK dan Dekranasda.


Namun, Indriyasari tetap pada keterangannya. Ia menyebut total uang yang diberikan ke Alwin mencapai Rp1 miliar, dengan rincian: Rp200 juta pada Juli, Rp200 juta pada September, Rp300 juta pada Oktober, dan Rp300 juta pada November. (Rad/Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved