Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Ini Sanksi Bagi Pengemudi dan Operator Trans Semarang yang Terlibat Kecelakaan Maut

Menyusul dua kecelakaan maut yang terjadi dalam kurun waktu sepekan, Badan Layanan Umum (BLU)

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Idayatul Rohmah
EVALUASI LAYANAN - Kepala BLU Trans Semarang, Haris Setyo Yunanto saat diwawancara awak media di sela rapat evaluasi bersama Komisi C DPRD dan Dinas Perhubungan Kota Semarang, Senin (14/7/2025). Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap operasional Bus Rapid Transit (BRT) dan feeder Trans Semarang menyusul dua kecelakaan maut yang terjadi dalam sepekan terakhir. Tribun Jateng/Idayatul Rohmah 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Menyusul dua kecelakaan maut yang terjadi dalam kurun waktu sepekan, Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional Bus Rapid Transit (BRT) dan layanan feeder.

Kecelakaan pertama tercatat terjadi di kawasan Taman Unyil, Ungaran, sementara insiden kedua melibatkan bus feeder yang terjadi di sekitar bundaran Klipang Blok Z.

Menanggapi kejadian tersebut, Kepala BLU Trans Semarang, Haris Setyo Yunanto, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengambil sejumlah langkah tegas.

Salah satu tindakan yang dilakukan adalah merekomendasikan pemutusan kontrak terhadap pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan.

Selain itu, operator armada juga dijatuhi sanksi berupa pemotongan pencairan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) sebagai bentuk konsekuensi atas kelalaian.

"Jadi nanti nilainya berkurang dari seperti biasanya.

Kemudian dari internal kami sendiri pun juga akan mengevaluasi lagi SOP terkait dengan layanan," terangnya seusai rapat evaluasi bersama Komisi C DPRD dan Dinas Perhubungan Kota Semarang, Senin (14/7/2025).


Ia mengatakan, dalam rapat tersebut dibahas beberapa hal, termasuk sistem kerja dan kesejahteraan pengemudi.


Ia mengklaim, kesejahteraan pengemudi sudah sesuai standar.


"Jam layanan pramudi itu kan 2-1, 2 hari kerja, 1 hari libur.

Tadi juga sempat disinggung dengan kesejahteraannya dan sudah langsung dijawab operator, akumulasi 1 bulan yang diterima pramudi itu hampir Rp5 juta.


Jadi sebenarnya secara jam kerja sudah dirasa cukup.

Secara Kesejahteraan juga dirasa cukup," terangnya.


Namun, lanjutnya, pengawasan dan evaluasi layanan masih menjadi tantangan.


Seperti yang mengantuk saat bertugas, Haris mengatakan bahwa pengemudi memiliki waktu istirahat sekitar 30 menit sebelum memulai layanan.


Selain itu, jeda antara trayek saat menunggu giliran berangkat juga dihitung sebagai waktu istirahat.


“Kalau dihitung dalam sehari, total waktu istirahat pengemudi dari jeda-jeda itu bisa mencapai satu hingga satu setengah jam.

Tapi kami akui, substansi waktu istirahat pengemudi berbeda dengan pegawai biasa.

Maka ini juga akan kami evaluasi,” tambah Haris.


Haris menjelaskan, pengelolaan pengemudi berada di tangan operator sebagai pihak ketiga.


Menurutnya, setiap pengemudi wajib melampirkan surat sehat, tes urine, bebas narkoba, serta memiliki SIM B1 Umum.


“Kami mengharuskan seluruh operator menerapkan SOP rekrutmen sesuai ketentuan kami," jelas Haris.


Mengenai adanya masukan pelaksanaan tes psikologis secara berkala, ia menyebut selama ini pelaksanaan tes dilakukan setahun sekali.


Ke depan, pihaknya tengah mempertimbangkan agar tes ini dilakukan lebih sering, seperti tiga atau empat bulan sekali.


"Jadi untuk mekanisme ke depan seperti kami masih petakan.

Karena sempat pada waktu itu kami menggugah para operator kalaupun ini dilakukan secara berkala, ada kekhawatiran ketika si hasil tes pramudi jelek berarti harusnya ada refreshment pegawai.

Sementara layanan Trans Semarang ini kan jumlah pegawainya khusus pramudi terbatas.


Kekhawatiran-kekhawatiran inilah yang menjadi pertimbangan kami kenapa psikologi ini sampai saat ini baru dilaksanakan setahun sekali," ungkapnya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menyebut akan melakukan evaluasi terhadap operasional Trans Semarang, menyusul dua kecelakaan maut beruntun yang melibatkan armada Bus Rapid Transit (BRT) dan feeder Trans Semarang, pekan lalu.


Kecelakaan pertama terjadi di sekitar Taman Unyil, Ungaran, sedangkan insiden kedua melibatkan bus feeder Trans Semarang di kawasan bundaran Klipang Blok Z, pekan lalu.


Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang, Kusnandir, mengatakan akan melakukan evaluasi.


Dalam pertemuan bersama Komisi C DPRD Kota Semarang, Komisi C memberikan sejumlah masukan terkait kinerja Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang.


"Banyak masukan dari Komisi C yang nantinya kami tidak lanjutkan untuk kegiatan kerja kedepannya dari BRT Semarang, khususnya mengenai manajemen transportasi, pembinaan pengemudi, serta pengawasan terhadap operator," ujar Kusnandir seusai rapat di gedung DPRD, Senin (14/7/2025).


Ia mengungkapkan, salah satu penyebab kecelakaan diduga karena faktor kelalaian pengemudi.


"Oleh karena itu karena masalah pramudi atau pengemudi itu kan tetap tanggungjawabnya di operator," ungkapnya.


Kusnandir menambahkan, pihaknya akan melakukan evaluasi dan memperketat pengawasan terhadap layanan BRT.


"Hal ini agar kejadian serupa tidak terulang ke depannya," tambahnya.


Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang, Rukiyanto mengatakan, pihaknya mendorong evaluasi terhadap manajemen dan operasional Trans Semarang.


Salah satu fokus evaluasi adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) pengemudi yang dinilai perlu diperkuat.


Rukiyanto menyebutkan, perbaikan pelayanan harus dilakukan secara menyeluruh, terutama dalam hal pengelolaan pengemudi.


“Kami sepakat untuk bersama-sama dengan Dishub dan pengelola BRT melakukan perbaikan, khususnya pada SOP pengemudi.

Salah satu perhatian kami adalah soal kondisi fisik pengemudi di lapangan,” jelas Rukiyanto.


Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterima, pengemudi Trans Semarang bekerja dengan sistem dua hari kerja dan satu hari libur.


Mereka juga telah menerima gaji dan jasa pelayanan yang dianggap layak.

Namun, masih ditemukan pengemudi yang mengantuk atau dalam kondisi kurang sehat saat bertugas.


"Jadi kalau ada pengemudi yang ternyata menjalankan tugas dia sebagai pelayanan publik untuk mengemudi itu masih ada yang mengantuk, masih ada yang kurang sehat dan sebagainya, kita menyarankan untuk bisa itu dikoordinasikan dengan baik dengan pemerintah.


Jangan sampai orang sakit tetap dipaksa bekerja atau mengantuk kemudian harus laporan 'saya kurang sehat, mengantuk'," tegasnya.


Rukiyanto juga menyarankan adanya penyediaan sopir cadangan untuk mengantisipasi situasi darurat, sehingga keselamatan penumpang tetap terjaga.


Namun, untuk penambahan jumlah pengemudi, menurutnya hal itu belum diperlukan.


"Sistem kerja saat ini sudah memberikan waktu istirahat yang cukup, dengan beban kerja maksimal 40 km per hari dan waktu rehat di setiap terminal," katanya. (idy)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved