Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Alarm Merah di Brebes dan Semarang: Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Melonjak Tajam!

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Brebes dan Kota Semarang mengalami peningkatan.

Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
Dok Wabup Brebes, Wurja
MERIAH - Hari keluarga dan hari anak nasional diperingati dengan meriah di halaman KPT Brebes, pada Jumat (18/7/2025). Sedangkan angka kekerasan pada perempuan dan anak tercatat masih tinggi. 

TRIBUNJATENG.COM, BREBES – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Brebes terus mengalami peningkatan sejak dua tahun terakhir.

Pada 2023, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 83 kasus.

Kemudian meningkat pada 2024 menjadi 88 kasus.

Baca juga: Jemput Anak Korban Kekerasan di Boyolali, Bupati Semarang: Kami Siapkan Sekolah dan Pemulihan Psikis

Hal tersebut sesuai dengan data yang dihimpun bersumber dari komnasperempuan.go.id.

Sedangkan pada pertengahan tahun 2025, sudah ada 54 kasus yang terdiri dari  30 anak dan 24 perempuan yang menjadi korban kekerasan berdasarkan data  Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kabupaten Brebes

Kepala DP3KB Akhmad Ma’mun menyatakan angka kekerasan pada anak dan perempuan di Kabupaten Brebes cenderung meningkat yakni sebanyak 54 aduan kekerasan.

"Rinciannya aduan kekerasan pada anak dan perempuan di tahun 2025 yakni pada anak 30 kasus, perempuan 22 kasus."

"Bahkan laki laki juga ada yang mengalami kekerasan yakni 2 kasus, total aduan yang masuk sehingga 54 kasus," ujarnya disela kegiatan hari anak dan keluarga nasional (Harganas) 2025 di halaman Kantor Pemerintahan Terpadu (KPT) Brebes, Jumat (18/7/2025). 

Pihaknya menyebut, acara puncak hari keluarga dan hari anak nasional di Brebes tak semata hanya kemeriahan saja.

Ada juga edukasi seperti mendongeng untuk anak usia ini dan forum anak. 

"Dongeng bagi anak anak Ini sebagai pembelajaran, biar berinteraksi dan menerapkan nilai yang bagus dari pendongeng untuk menularkan ilmu yang bagus, salah satu juga menjauhkan anak dari Gadeget, supaya ada interaksi tanya jawab."

"Sebelumnya juga ana forum dari komnas anak, musyawarah anak juga ada, jadi kita tetap mendidik anak supaya lebih bagus lagi," tandasnya. 

 

20250718_Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah, Elisabeth S.A. Widyastuti_1
WAWANCARA - Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah, Elisabeth S.A. Widyastuti.

 

Tingginya Angka Kekerasan Seksual di Semarang

Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah, Elisabeth S.A. Widyastuti, mengatakan setiap anak seharusnya bisa tumbuh sehat, bahagia, mandiri, dan bebas berekspresi. 

Namun, kenyataannya sebagian anak justru hidup dalam keterbatasan bahkan menjadi korban kekerasan seksual.

“Harapannya semua anak itu sehat, bahagia, kemudian mereka bisa mandiri dan berekspresi dengan baik. Tetapi sebagian anak tidak mengalami situasi yang sama karena berbagai keterbatasan,” ujarnya saat ditemui dalam acara talkshow dan layanan kesehatan gratis yang digelar PKBI Jateng, Jumat (18/7/2025) di Rumah Pohan Kota Lama Semarang.

Acara tersebut juga diisi dengan pemeriksaan kesehatan gratis selama tiga hari, meliputi pemeriksaan dasar, gula darah, hingga skrining kesehatan reproduksi. 

“Kalau remaja yang datang, biasanya kami tanyakan bagaimana siklus menstruasinya, ada keluhan, bahkan persoalan kesehatan mental,” jelas Elisabeth.

Di balik kegiatan ini, Elisabeth menyoroti fakta ironis yakni angka kekerasan seksual terhadap anak di Jawa Tengah masih tinggi. 

Berdasarkan data Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), laporan kasus kekerasan seksual di Jawa Tengah cukup banyak, dan Semarang tercatat sebagai daerah dengan angka tertinggi.

“Kasus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) 60 persen merupakan tindak pidana asusila. Saat ini ada sekitar 119 anak,” katanya.

Menurut Elisabeth, berbagai faktor menjadi penyebab kasus ini, mulai dari minimnya pengetahuan hingga pengaruh pergaulan. 

“Ada yang pacaran berlebihan sampai menghamili anak orang, padahal yang hamil masih usia anak,” imbuhnya.

Ia menegaskan, korban tidak boleh merasa bersalah. 

“Yang salah adalah pelaku. Carilah bantuan kepada orang yang dipercaya,” pesannya.

Meski ada tren penurunan, Elisabeth menegaskan perlunya kerja keras bersama untuk mencegah anak-anak menjadi korban kekerasan seksual.

EDUKASI - Anggota Polres Batang memberikan edukasi pencegahan perundungan dan kekerasan seksual 
 di SLB Negeri Batang, Kamis (17/7/2025). Di tengah masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), siswa-siswi berkebutuhan khusus dari SLB Negeri Batang mengikuti kegiatan edukatif yang berbeda yakni edukasi pencegahan perundungan dan perlindungan dari kekerasan seksual. (TRIBUN JATENG/DINA INDRIANI)
EDUKASI - Anggota Polres Batang memberikan edukasi pencegahan perundungan dan kekerasan seksual di SLB Negeri Batang, Kamis (17/7/2025). Di tengah masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), siswa-siswi berkebutuhan khusus dari SLB Negeri Batang mengikuti kegiatan edukatif yang berbeda yakni edukasi pencegahan perundungan dan perlindungan dari kekerasan seksual. (TRIBUN JATENG/DINA INDRIANI) (TRIBUN JATENG/DINA INDRIANI)

Anak Difabel Belajar Cara Lindungi Diri

Di tengah masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), siswa-siswi berkebutuhan khusus dari SLB Negeri Batang mengikuti kegiatan edukatif yang berbeda yakni edukasi pencegahan perundungan dan perlindungan dari kekerasan seksual.

Kolaborasi antara Unit Reskrim dan Bimas Polres Batang tak hanya membawa pesan hukum, tapi juga kehangatan.

Edukasi yang dikemas secara ramah ini menyentuh hati anak-anak SLB yang selama ini jarang tersentuh program serupa.

“Kami tidak ingin mereka jadi pelaku maupun korban. Jadi sejak hari pertama MPLS, kami hadir untuk beri pemahaman dengan pendekatan humanis,” ujar Kanit 4 Satreskrim Polres Batang, IPDA Maulidya Nur Maharanti, Kamis (17/7/2025).

Respons anak-anak pun membuat haru. 

Mereka antusias, aktif, dan merasa dekat dengan para petugas.

Menurut IPDA Maulidya, pendekatan yang dikombinasikan dengan kegiatan bersama Unit Bimas membuat suasana semakin akrab.

“Mereka tampak senang. Kami kaget, karena sambutannya luar biasa,” tuturnya.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program lebih luas Polres Batang dalam rangka merespons meningkatnya laporan kekerasan terhadap anak selama masa libur sekolah.

"Anak-anak itu awam. Banyak orang tua tidak beri edukasi seksual.

Ini jadi tugas bersama, agar mereka bisa sadar hukum dan menjaga diri,” imbuhnya.

SLB Negeri Batang pada kegiatan ini sebagai bagian dari MPLS Ramah, yang bertujuan mengenalkan nilai tata krama dan kesopanan secara menyenangkan.

Wakil Kepala Kesiswaan, Afifah, mengakui bahwa kehadiran polisi sebagai narasumber sangat tepat.

“Kenapa polisi? Karena mereka profesional, dan anak-anak lebih percaya,” ujarnya.

Baca juga: Pemkab Semarang Jemput 2 Anak yang Jadi Korban Kekerasan hingga Dirantai di Boyolali

Selain sosialisasi oleh Polres, MPLS di SLB tahun ini dikemas dalam berbagai kegiatan menyenangkan.

Ada sesi dongeng dari pendongeng Pekalongan, pemutaran karya siswa berprestasi LKS, hingga sesi Pohon Harapan di mana anak-anak menuliskan impian mereka.

“Anak-anak kami istimewa, punya tantangan. Kami ingin mereka kenal apa itu kekerasan dan bisa menjaga diri. Polisi bukan cuma penegak hukum, mereka juga pelindung anak,” pungkasnya. (Rad/Pet/Din)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved