Kisah Korban Bullying di Semarang, Tatapan Matanya Membuat Ia Batal Diterima Masuk Sekolah
Alasannya pun menjadi sorotan: pihak sekolah menyebut "tatapan traumatis" sebagai dasar penolakan
Penulis: Franciskus Ariel Setiaputra | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kisah pilu anak korban bullying di Semarang.
Kini ia kembali down setelah batal diterima masuk sekolah.
Ditolak padahal sebelumnya diterima
Keputusan mengejutkan terpaksa diterima salah satu calon murid baru yang mendaftar di SMA Kesatrian Semarang.
Ia dinyatakan ditolak. Padahal sebelumnya, calon siswa ytersebut sudah dinyatakan diterima.
Alasannya pun menjadi sorotan: pihak sekolah menyebut "tatapan traumatis" sebagai dasar penolakan.
Menurut penuturan orang tua siswa, pihaknya juga sudah diminta untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk mulai masuk sekolah.
Kabar baik itu disambut dengan penuh sukacita oleh calon siswa dan keluarganya.
Harapan baru pun terbit, terlebih setelah sambutan positif yang diberikan pihak sekolah.
Baca juga: Profil Ustaz Zuhdi Guru Madin Demak Tampar Murid karena Dilempar Sendal dan Didenda Rp 25 Juta
Orang tua calon siswa merasa lega bahwa putra mereka akan segera mendapatkan lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung.
Namun malam harinya, kenyataan pahit justru datang menghantam.
Tatapan traumatis
Saat orang tua calon siswa menghubungi pemilik yayasan sekolah untuk konfirmasi administratif, mereka mendapat kabar tak terduga: anak tersebut tidak jadi diterima.
Alasan yang dikemukakan membuat keluarga calon siswa terkejut dan terpukul.
Menurut penuturan orang tua calon siswa yang enggan dibocorkan identitasnya, pemilik yayasan menyatakan bahwa “tatapan anak tersebut penuh traumatis,” dan dikhawatirkan pihak sekolah akan "menyakiti anak tersebut."
Alasan ini dinilai sangat subjektif dan tidak berdasar secara objektif maupun akademis.
Korban Bullying
Sang anak diketahui mengalami trauma yang cukup mendalam terhadap lingkungan sekolah.
Sebelumnya, ketika duduk di sekolah dasar, anak tersebut pernah menjadi korban bullying, sebuah pengalaman yang sangat meresahkan dan meninggalkan bekas dalam dirinya.
Akibatnya, anak ini merasa takut untuk kembali bersekolah dan akhirnya memilih untuk melanjutkan pendidikan dengan model homeschooling, jauh dari lingkungan sekolah tradisional.
Harapan baru
Namun, seiring berjalannya waktu, anak tersebut mulai menunjukkan keinginan untuk kembali bersekolah di lingkungan pendidikan reguler.
Harapannya untuk memulai babak baru di SMA Kesatrian menjadi semangat baru yang besar bagi dirinya.
Kembali down
Sayangnya, penolakan yang datang dari pihak SMA Kesatrian justru memberikan dampak psikologis yang sangat berat.
Orang tua anak mengakui bahwa keputusan tersebut membuat mental sang anak kembali down.
Rencana untuk bersekolah di lingkungan yang lebih sosial dan reguler, yang sudah lama diidam-idamkan, kini berantakan.
Penolakan ini menguatkan rasa ketakutan dan trauma yang pernah dialami anak tersebut, membuatnya kembali merasa cemas dan tidak percaya diri.
Padahal, di brosur dan pamflet yang terpampang di depan sekolah, SMA Kesatrian dengan lantang menggaungkan program unggulan "Sekolah Ramah Anak."
Pernyataan tersebut kini dipertanyakan kredibilitasnya, menyusul adanya penolakan anak tersebut.
Orang tua calon siswa mengaku telah memohon dengan sungguh-sungguh agar putra mereka setidaknya diizinkan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sembari proses evaluasi berlangsung. Namun permintaan itu ditolak.
Penolakan sepihak ini menjadi pukulan berat bagi keluarga calon siswa yang merasa tidak hanya diperlakukan tidak adil, tetapi juga mengalami bentuk penyingkiran yang tidak sesuai dengan prinsip inklusif dalam dunia pendidikan.
"Kejadian ini memicu pertanyaan luas mengenai standar penerimaan siswa baru di sekolah swasta, serta peran yayasan dalam menentukan keputusan yang menyangkut hak dasar anak untuk bersekolah," ujar orang tua siswa tersebut.
Baca juga: Fakta Mengejutkan 2 Bocah Batang Korban Penyekapan di Boyolali, Bahagia Kembali ke Rumah
Keluarga calon siswa, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi menjaga kondisi psikologis anak kini tengah mencari alternatif sekolah lain.
Mereka berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran tentang pentingnya konsistensi antara visi sekolah dan praktik di lapangan.
Pihak Sekolah Khawatir
Ketua Yayasan Kesatrian, Ira, memberikan klarifikasi terkait penolakan terhadap calon siswa tersebut.
Ira menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak menerima siswa baru itu didasari oleh kekhawatiran pihak sekolah akan memperburuk kondisi traumatis yang dialami oleh anak tersebut.
Menurutnya, meskipun pihak sekolah ingin memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk belajar, namun dalam kondisi saat ini, pihaknya merasa khawatir bahwa lingkungan sekolah bisa justru memperparah kondisi psikologis anak.
Ira juga menyarankan agar orang tua anak tersebut membawa sang anak ke psikolog untuk menjalani proses penyembuhan terlebih dahulu.
Ia berharap dengan bantuan profesional, kondisi anak bisa membaik dan pemulihan psikologisnya dapat tercapai sebelum melanjutkan pendidikan di sekolah secara normal. (*)
Baca juga: Cerita Kang Usep, Ditahan Usai Beli Motor Curian Rp 2 Juta, Dedi Mulyadi Terjunkan Tim
Prakiraan Cuaca Kota Semarang Hari Ini Kamis 28 Agustus 2025: Hujan Ringan |
![]() |
---|
Kaki Mbak Ita Goyang-goyang saat Hakim Bacakan Vonis |
![]() |
---|
"Saya Syok" Edi Warga Ungaran Tiba-tiba Terima Akta Cerai dari Istri, Menduga Palsukan Dokumen |
![]() |
---|
Lewat Buku “Jawa Tengah Berani Mendunia”, Strategi Ekspor Baru Diluncurkan di Hari Jadi ke-80 Jateng |
![]() |
---|
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.