Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Prakiraan Cuaca Purbalingga: Hujan Suhu 24 Derajat per 22 Juli 2025

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis data prakiraan cuaca di Kabupaten Purbalingga

|
Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati
CUACA CERAH — Suasana cerah di persawahan Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Kamis (10/7/2025). 

Melansir Kompas.com, di Kota Semarang, suhu normal malam hari yang rata-rata berkisar 25 derajat celcius menjadi 22 derajat celcius, bahkan lebih rendah lagi.

Di kawasan pegunungan seperti Dieng di Wonosobo, suhu mencapai nol derajat celcius hingga menyebabkan empun upas yang sekilas seperti salju.

Melansir laman BMKG, bediding dalam bahasa Jawa bedhidhing, adalah istilah untuk menyebut perubahan suhu yang mencolok, khususnya di awal musim kemarau.

Suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi hari.

Sementara di siang hari, suhu melonjak hingga panas menyengat.

Fenomena bediding dalam konteks klimatologi merupakan hal normal, karena memang proses fisinya berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau.

Pada musim kemarau, umumnya jarang terjadi hujan di mana tutupan awan berkurang.

Sehingga panas permukaan bumi akibat radiasi matahari lebih cepat dan lebih banyak yang dilepaskan kembali ke atmosfer berupa radiasi balik gelombang panjang.

Dengan curah hujan yang kurang maka kelembaban udara juga rendah yang berarti uap air di dekat permukaan bumi juga sedikit.

Bersamaan dengan kondisi langit yang cenderung bersih dari awan, maka panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepaskan ke atmosfer luar.

Sehingga, membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari.

Kondisi ini umum terjadi di wilayah Indonesia dekat khatulistiwa hingga bagian utara.

Pada wilayah yang dekat khatulistiwa, meski pagi hari cenderung lebih dingin, namun siang hari udara akan terasa lebih panas.

Sementara pada wilayah selatan Indonesia seperti Sumatra Selatan, Jawa bagian selatan hingga Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada siang hari suhu udara juga akan lebih rendah dari periode bulan lainnya.

Fenomena ini cukup terasa pada bulan Juli, di mana saat ini angin timuran atau monsun Australia yang kering mengalir melewati wilayah-wilayah tersebut.

Pada bulan Juli juga merupakan puncak musim dingin Australia, sehingga udara dingin mengintrusi masuk wilayah Jawa bagian selatan hingga Bali, NTT dan NTB.

Dampaknya, meskipun kemarau di mana siang hari matarahari bersinar terang tanpa hambatan awan, namun udara dingin dari aliran monsun Australia lebih dominan memengaruhi penurunan suhu udara pada siang hari.

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved