UIN SAIZU Purwokerto
Tambang dan Ekonomi Syariah: Membedah Kutukan atau Berkah?
Isu tambang tak pernah sederhana. Di satu sisi, bumi Indonesia diberkahi cadangan nikel, batubara, emas, dan migas yang melimpah
b. Penerapan Prinsip Hilirisasi Syariah
Alih-alih menjual bahan mentah, ekonomi syariah mendorong hilirisasi atau bahkan industrialisasi syariah. Bukan hanya menambah nilai tambah, tetapi membuka lapangan kerja, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan menumbuhkan wirausaha lokal berbasis koperasi dan UMKM syariah.
c. Distribusi Keadilan: Zakat, Waqf dan Redistribusi
Pendapatan tambang harus digunakan untuk menghapus kemiskinan struktural, bukan sekadar memperkaya elite. Ini bisa dilakukan lewat:
• Zakat korporasi tambang,
• Investasi waqf produktif,
• Dana sosial syariah (CSR zakat-infaq),
• Pendidikan gratis dan kesehatan publik, sebagaimana era SD Inpres dan Puskesmas di zaman Orde Baru yang didorong oleh para teknokrat Barkeley.
d. Etika Lingkungan: Larangan Tafsir Fasad
QS. Al-A'raf: 56 menegaskan:
"Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah diperbaiki..."
Tambang yang merusak lingkungan secara fatal, yang menciptakan longsor, banjir, dan deforestasi, sejatinya haram secara sistemik. Maka tambang harus tunduk pada standar AMDAL syariah—yakni eksploitasi yang tidak menimbulkan mafsadah (kerusakan) lebih besar dari manfaatnya.
Jalan Tengah: Ekonomi Hijau Syariah
Ekonomi syariah masa depan harus menyatu dengan konsep ekonomi hijau dan ekonomi berkelanjutan. Sebab bumi ini adalah amanah, bukan milik mutlak manusia.
Pemerintah hari ini mendorong hilirisasi tambang, tapi tanpa penguatan institusi, upaya ini bisa berubah menjadi pemusatan kapital pada segelintir kelompok. Ekonomi syariah menuntut dua hal sekaligus: efisiensi produksi dan keadilan distribusi.
Hilirisasi tidak boleh berhenti pada peningkatan ekspor, tetapi harus menjawab pertanyaan:
• Apakah buruh tambang hidup layak?
• Apakah penduduk desa sekitar tambang memperoleh pendidikan dan air bersih?
• Apakah lingkungan pasca tambang dipulihkan?
• Apakah hasil tambang membiayai UMKM dan santri desa, bukan hanya kampanye politik?
Tambang Syariah, Mungkinkah?
Ekonomi syariah bukan utopia. Ia adalah tawaran sistem yang menolak ekstraktivisme barbar, tetapi juga tidak anti-pembangunan. Kuncinya adalah tata kelola (governance).
Indonesia bisa belajar dari masa lalunya, saat uang minyak membiayai SD Inpres dan swasembada beras. Tapi kita juga harus kritis terhadap tambang minerba yang tanpa kendali hari ini. Solusi tidak bisa sekadar memperbesar negara, tapi membesarkan institusi yang adil dan amanah.
Dalam bahasa Nabi Muhammad SAW: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, pengelolaan tambang bukan hanya soal izin usaha, tapi juga pertanggungjawaban akhirat. Wallahu a’lam.
| Rakor Humas PTKIN 2025 Digelar di Tengah AICIS: Momentum Penguatan Citra Kampus Islam |
|
|---|
| Dosen FEBI UIN Saizu Angkat Isu Krisis Lingkungan di Forum ICNARA 2025 |
|
|---|
| Perkuat Semangat Intelektual dan Pelestarian Sejarah, HMPS SPI UIN Saizu gelar Pekan Sejarah 2025 |
|
|---|
| Dosen UIN Saizu Tampil di AICIS 2025, Usung Konsep Parenting Ekoteologis |
|
|---|
| Rektor UIN Saizu Teken Kerjasama Sinergis terkait Bahasa dan Kebudayaan Nasional |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Dosen-UIN-Saizu-Purwokerto-Muhammad-Ash-Shiddiqy.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.