Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Bisnis

Ada Aturan Baru Pajak Aset Kripto, Begini Respon Trader

Pemerintah melakukan perubahan aturan pemungutan pajak atas transaksi aset kripto. Hal itu seiring dengan diterbitkannya

Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Eka Yulianti Fajlin
PANTAU KRIPTO - Seorang trader sedang memantau pergerakan harga aset kripto di salah satu platform dalam negeri, Senin (4/8/2025) 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Serta Penilaian Kembali bagi Pihak Utama di Sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (POJK PKK PKPU IAKD).

Aturan ini untuk memperkuat tata kelola dan integritas penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD).

Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi mengatakan, penerbitan POJK ini merupakan respons atas pesatnya perkembangan teknologi informasi di sektor jasa keuangan, yang mendorong kebutuhan akan penguatan pengawasan terhadap pihak utama seperti pemegang saham pengendali, direksi, dan dewan komisaris penyelenggara IAKD, guna menjaga kepercayaan masyarakat.

Penerapan tata kelola yang baik, termasuk kecakapan manajerial dan integritas para pengelola, diyakini akan meningkatkan kredibilitas penyelenggara IAKD.

"Sebaliknya, ketidakpatuhan dan pelanggaran oleh pihak utama dapat menimbulkan ketidakstabilan operasional dan menurunkan kepercayaan publik terhadap industri," ungkapnya.

Adanya aturan baru soal pemungutan pajak aset kripto disikapi oleh para pelaku kripto. Salah satunya, Koko, seorang trader kripto asal Semarang. Ia mengaku tak mempermasalahkan kebijakan tersebut dan memilih menyesuaikan aturan saja.

"Mau nggak mau ya ikut aturan pemerintah," ujarnya.

Koko mengatakan, selama ini dirinya tidak terlalu memperhatikan besaran pajak yang dipotong dari setiap transaksi aset digital.

Meski sudah mendengar adanya kebijakan pemungutan pajak terbaru, ia mengaku tidak terlalu ambil pusing.

Alasannya, dia jarang melakukan withdraw (WD) atau menarik dana dari aset kriptonya.

"Saya jarang WD, nggak mesti. Kalau perlu saja,” kata Koko.

Jika pun harus menarik dana, Koko memilih untuk melakukannya dalam jumlah kecil, misalnya Rp 5 juta.

Menurutnya, proses penarikan dana dalam jumlah besar, seperti di atas Rp 100 juta, memakan waktu dan proses yang cukup rumit.

"Kalau WD besar itu prosesnya terlalu banyak konfirmasi. Nggak tahu kenapa. Jadi, saya pilih yang kecil tapi cepat,” jelasnya.

Bagi Koko, fleksibilitas dan kecepatan menjadi pertimbangan utama dalam bertransaksi aset digital, bukan soal pajak yang dikenakan. (eyf)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved