Berita Bisnis
Ada Aturan Baru Pajak Aset Kripto, Begini Respon Trader
Pemerintah melakukan perubahan aturan pemungutan pajak atas transaksi aset kripto. Hal itu seiring dengan diterbitkannya
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: muh radlis
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Serta Penilaian Kembali bagi Pihak Utama di Sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (POJK PKK PKPU IAKD).
Aturan ini untuk memperkuat tata kelola dan integritas penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD).
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi mengatakan, penerbitan POJK ini merupakan respons atas pesatnya perkembangan teknologi informasi di sektor jasa keuangan, yang mendorong kebutuhan akan penguatan pengawasan terhadap pihak utama seperti pemegang saham pengendali, direksi, dan dewan komisaris penyelenggara IAKD, guna menjaga kepercayaan masyarakat.
Penerapan tata kelola yang baik, termasuk kecakapan manajerial dan integritas para pengelola, diyakini akan meningkatkan kredibilitas penyelenggara IAKD.
"Sebaliknya, ketidakpatuhan dan pelanggaran oleh pihak utama dapat menimbulkan ketidakstabilan operasional dan menurunkan kepercayaan publik terhadap industri," ungkapnya.
Adanya aturan baru soal pemungutan pajak aset kripto disikapi oleh para pelaku kripto. Salah satunya, Koko, seorang trader kripto asal Semarang. Ia mengaku tak mempermasalahkan kebijakan tersebut dan memilih menyesuaikan aturan saja.
"Mau nggak mau ya ikut aturan pemerintah," ujarnya.
Koko mengatakan, selama ini dirinya tidak terlalu memperhatikan besaran pajak yang dipotong dari setiap transaksi aset digital.
Meski sudah mendengar adanya kebijakan pemungutan pajak terbaru, ia mengaku tidak terlalu ambil pusing.
Alasannya, dia jarang melakukan withdraw (WD) atau menarik dana dari aset kriptonya.
"Saya jarang WD, nggak mesti. Kalau perlu saja,” kata Koko.
Jika pun harus menarik dana, Koko memilih untuk melakukannya dalam jumlah kecil, misalnya Rp 5 juta.
Menurutnya, proses penarikan dana dalam jumlah besar, seperti di atas Rp 100 juta, memakan waktu dan proses yang cukup rumit.
"Kalau WD besar itu prosesnya terlalu banyak konfirmasi. Nggak tahu kenapa. Jadi, saya pilih yang kecil tapi cepat,” jelasnya.
Bagi Koko, fleksibilitas dan kecepatan menjadi pertimbangan utama dalam bertransaksi aset digital, bukan soal pajak yang dikenakan. (eyf)
| BRI Serahkan Bantuan TJSL Bangunan Pujasera di Alun-Alun Sumowono untuk Pengembangan Ekonomi UMKM |
|
|---|
| 3 Level Kecerdasan Finansial Menurut BEI Jateng: dari Cerdas Menghabiskan Uang hingga Investasi |
|
|---|
| Awas Silent Killer Keuangan! Kenali 3 Jebakan Uang yang Bikin Anak Muda Gagal Kaya |
|
|---|
| Harga Emas Hari Ini Turun, Tapi Investor Jangan Panik! Diprediksi Meroket dalam 5 Tahun ke Depan |
|
|---|
| Rekor Baru! Investor Pasar Modal Indonesia Tembus 19 Juta, Generasi Muda Jadi Motor Utama |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20250804_kripto.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.