Sidang Korupsi Mbak Ita
Sidang Tanggapan Pembelaan Mbak Ita & Suami, Jaksa Minta Hakim Tetap Vonis Ita 6 Tahun Alwin 8 Tahun
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) meminta majelis hakim menolak
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi dua terdakwa kasus dugaan korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang Hevearita Gunaryati Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri.
Selain menolak pledoi, jaksa juga meminta majelis hakim yang diketuai Gatot Sarwadi itu tetap menjatuhkan hukuman enam tahun penjara bagi Ita dan delapan tahun penjara untuk Alwin.
"Kami bersikap tetap pada surat tuntutan nomor 39/TUT.01.06/24/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 yang telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 30 Juli 2025 dan memohon agar nota pembelaan para terdakwa dan penasihat hukum dinyatakan ditolak," jelas kata Jaksa KPK Amir Nurdianto saat membacakan replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (11/8/2025).
Jaksa menolak seluruh pembelaan dari kedua terdakwa terhadap tiga dakwaan meliput melakukan pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) pada tingkat kecamatan 2023.
Alwin diduga menerima uang suap sebesar Rp2 miliar dari ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang Martono.
Dakwaan kedua, berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, kedua terdakwa diduga keduanya diduga menerima uang sebesar Rp1,7 miliar. Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Deka Sari, Rachmat Utama Djangkar.
Dari dua dakwaan itu, jaksa KPK juga menyeret Martono dan Djangkar ke meja persidangan yang dilakukan terpisah.
Dakwaan ketiga, terkait uang yang diterima oleh kedua terdakwa dari Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari sebesar Rp1 miliar yang sudah dikembalikan oleh para terdakwa kepada para saksi dalam bentuk dolar Singapura.
Uang yang dikembalikan dari para terdakwa bersumber dari Iuran Kebersamaan yakni penyisihan uang dari pegawai Bapenda yang mendapatkan bonus upah pungut pajak setiap tiga bulan sekali.
Jaksa KPK Amir merinci , terkait aliran uang suap sebesar Rp2 miliar atau komitmen fee dari ketua Gapensi Semarang Martono terbukti dalam persidangan yakni ketika Martono ingin mendapatkan proyek di lingkungan Pemkot Semarang maka harus menyerahkan fee kepada terdakwa 1 (mbak Ita) dan terdakwa 2 (Alwin) sebesar Rp10 miliar sampai dengan Rp15 miliar atau sama dengan 3 persen sampai dengan 5 persen dari total nilai pekerjaan.
"Terdakwa 2 (Alwin) menerima uang sebesar Rp1 miliar dari Martono. Terdakwa 2 menyampaikan jika kebutuhan operasional pelantikan terdakwa 1 sebagai Wali Kota Semarang adalah sebesar Rp2 miliar sehingga terdakwa 2 meminta kepada Martono untuk menambahkan lagi sebesar Rp1 miliar yang disepakati Martono dan direalisasikan penerimaan sebesar Rp1 miliar tersebut pada bulan Januari 2023 di rumah terdakwa 1 dan terdakwa 2," tuturnya.
Menurut Jaksa, keterangan tersebut tidak dibantah oleh Alwin pada saat diberikan kesempatan memberikan tanggapan.
Alwin hanya memberikan tanggapan terkait uang yang diterima terdakwa 2 dari Martono adalah utang-piutang.
"Meskipun hal tersebut juga dibantah oleh Martono yang menerangkan uang tersebut adalah komitmen fee," bebernya.
Berikutnya, dalam dakwaan kedua berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, dengan total suap sebesar Rp1,7 miliar yang berasal dari Direktur Utama PT Deka Sari, Rachmat Utama Djangkar.
Jaksa dalam dakwaan kedua ini menerangkan, pemberian uang komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar dari Rachmat Utama Djangkar terhadap kedua terdakwa benar terjadi.
Bahkan, Rachmat Utama Djangkar menyamarkan pemberian uang dari perusahaan dengan memberikan keterangan sebagai bukti pengembalian sebagai utang direksi.
"Alasan penasihat hukum terdakwa tentang perkara yang hanya berdasarkan acuan tanpa melihat alat bukti dari tim jaksa penuntut umum maka harus ditolak," ungkapnya.
Sementara dakwaan ketiga, terkait Mbak Ita dan Alwin yang menerima uang iuran kebersamaan sebesar Rp1 miliar sudah dikembalikan oleh para terdakwa kepada para saksi dalam bentuk dolar Singapura.
Jaksa menyebut, rentang waktu bulan tahun 2022 sampai dengan Januari 2024 kedua terdakwa telah menerima sebesar uang sebesar Rp1.883.200.000.
Perinciannya, Kepala Bapenda Semarang Indriyasari menemui Ita sebanyak empat kali dan memberi uang masing-masing sebesar Rp300.000.000 atau Rp1,2 miliar.
Selain itu, ada penerimaan uang oleh Ita pada bulan Januari 2024 sebesar Rp300 juta dan penerimaan uang sebesar Rp222 juta yang digunakan untuk kegiatan lomba masak nasi goreng khas Mbak Ita.
Selanjutnya ada penerimaan uang sebesar Rp161 juta untuk kegiatan Semarak Simpanglima, Harmoni Keluarga Kita dan Gebyar Pemuda Kita Hebat atau untuk kepentingan Ita untuk menaikkan tingkat elektabilitas.
"Berdasarkan hal tersebut, pledoi terdakwa 1 sepantasnya harus ditolak dan dikesampingkan.
Kemudian dalil-dalil terdakwa 2 adalah mengada-ada dan cenderung serampangan mencari celah hukum sehingga haruslah dikesampingkan," paparnya.
Ajukan Duplik
Kuasa Hukum kedua terdakwa, Ratna Ningsih menyatakan bakal mengajukan duplik atau jawaban atas replik yang diajukan oleh jaksa pada Jumat (15/8/2025).
"Duplik nanti akan menguatkan keterangan kami dalam pledoi atau nota pembelaan bahwa kedua terdakwa tidak melakukan yang didakwakan oleh para jaksa penuntut umum," jelasnya.
Pada persidangan sebelumnya, JPU KPK menuntut terdakwa 1 Hevearita Gunaryati Rahayu dituntut selama 6 tahun penjara denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Sementara Terdakwa dua Alwin Basri dituntut 8 tahun penjara denda Rp500 juta subsider kurungan penjara selama 6 bulan.
Mbak Ita dan Alwin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua, para terdakwa melanggar pidana yang diatur dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga, para terdakwa melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Iwn)
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin Basri Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding |
![]() |
---|
Ini Alasan KPK Belum Periksa Indriyasari Bapenda Semarang, Mbak Ita Merasa Dijebak |
![]() |
---|
Ini Alasan Mbak Ita dan Suami Kompak Ngotot Kepala Bapenda Indriyasari Juga Ditangkap KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.