TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah meminta kepada pengelola masjid dan segenap umat Islam untuk tidak menyelenggarakan Sholat Jumat sementara waktu.
Jemaah bisa menggantikannya dengan Salat Zuhur di kediaman masing-masing terhitung mulai Jumat (3/4/2020) hingga keadaan tanggap darurat virus corona atau Covid-19 dicabut.
"Mengacu pada laporan Gugus Tugas Covid-19 Jateng,terjadi peningkatan Orang Tanpa Gejala (OTG), ODP dan PDP serta yang terpapar dan meninggal dunia, maka MUI Jateng terpanggil untuk menyampaikan tausiyah agar meniadakan Salat Jumat hingga tanggap darurat dicabut,'' kata Ketua Umum MUI Jateng, KH Ahmad Daroji, Rabu (1/4/2020).
• Desa di Banyumas Ini Siap Terima Jenazah Pasien Corona yang Ditolak, Ganjar Beri Apresiasi
• Cara Membuat Disinfektan: Bahan, Takaran, Hal yang Diperhatikan, dan Cara Penggunaan
• Lippo Plaza Mampang Jakarta Diubah Jadi Rumah Sakit Corona, Fasilitas Sama dengan Wisma Atlet
• Kendala Sidang Online di Sragen, Jaksa: Kita Tidak Tahu di Samping Terdakwa Ada Siapa
• Viral Jenazah-jenazah Pasien Corona di New York Amerika Dimasukan Dalam Truk Pendingin
Keputusan itu diambil setelah MUI menggelar rapat yang dihadiri Komisi Fatwa MUI Jateng; Dinas Kesehatan Jateng; pengurus tiga masjid, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Masjid Agung Semarang (MAS) dan Masjid Raya Baiturrahman; dan Biro Kesra Setda Provinsi Jateng.
Pada tausiyah itu disebutkan, selain meniadakan Salat Jumat, pengelola masjid juga diminta tidak menyelenggarakan jemaah salat rawatib/ salat lima waktu dengan berjamaah.
''Namun azan tetap dikumandangkan sebagai tanda waktu salat dan tidak menyelenggarakan kegiatan keagamaan yang melibatkan orang banyak, baik di masjid atau di tempat lain,'' jelasnya.
Keputusan tausiyah MUI Jateng berlaku hingga kondisi wabah mulai membaik. Sehingga tausiyah tidak disampaikan setiap sepekan sekali.
Namun, lanjutnya, mendekati puasa Ramadan 1441 hijriyah, MUI Jateng akan mengadakan rapat lagi untuk menyampaikan tausiyah terkait Salat Tarawih.
"Kami belum bisa memutuskan seperti apa nantinya isi tausiyah berkaitan dengan salat Tarawih selama sebulan. Hal ini harus dievaluasi sesuai perkembangan wabah Covid-19, semoga saja wabah corona semakin reda sehingga Tarawih berjemaah pada Ramadan bisa dilaksanakan," katanya.
Mantan anggota DPRD Jateng ini menambahkan, latar belakang memperpanjang peniadaan salat Jumat dan salat rawatib lima waktu, karena secara eskalasi penyebaran Covid 19 di Jawa Tengah tidak mereda, tetapi justru semakin meningkat.
Bahkan jumlah korban semakin bertambah, apalagi saat ini berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan dari 35 kabupaten/kota, saat ini sudah 32 daerah terpapar Covid-19.
Ini artinya Jateng sudah menjadi zona merah penyebaran wabah Covid-19.
"Yang memprihatinkan lagi, warga dari luar Jateng disinyalir sudah ada yang mencuri start mudik lebih awal.
Ini sangat membahayakan, karena warga yang sebelumnya berada di zona hijau bisa tertular Covid-19 akibat kedatangan warga dari luar daerah," ungkapnya.
Dengan keluarnya tausiyah ini, diharapkan akan membantu mencegah penyebaran wabah Covid-19, karena di Jateng jumlah masjid sebanyak 36.000.
Jika 50 persen saja menaati tausiyah MUI, maka setidaknya sudah 18.000 masjid tidak melaksanakan salat Jumat.
"Mudah-mudahan langkah MUI ini bisa membantu mencegah penyebaran wabah corona yang kian masif di Jateng," imbuhnya.
Ganjar dan Hendi Dukung MUI
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendukung keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah yang meniadakan pelaksanaan sholat Jumat (27/3/2020) di seluruh masjid di Jawa Tengah. Keputusan MUI itu dituangkan dalam surat pada Selasa (24/3/2020) lalu.
“Saya mendukung sepenuhnya keputusan MUI terkait peniadaan sholat Jumat, terkait pencegahan wabah virus Corona,” kata Ganjar saat dihubungi Tribun Jateng, Kamis (26/3/2020).
Senada dengan Gubernur Jateng, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi atau Hendi juga mendukung penuh keputusan MUI untuk meniadakan Sholat Jumat di semua Masjid.
“Saya mendukung MUI, sebagai ikhtiar kita bersama, untuk melakukan pencegahan meluasnya virus corona ini,” kata Hendi saat dihubungi tribunjateng.com.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah memutuskan untuk meniadakan pelaksanaan sholat Jumat pada 27 Maret 2020 pekan ini.
Hal itu sesuai dengan keputusan yang merujuk Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 yang dikeluarkan pada Selasa (24/3/2020).
Ketua MUI Jateng KH Ahmad Darodji sendiri telah mengadakan rapat dengan Komisi Fatwa, Dewan Pengurus MUI Jateng dan pengelola Masjid besar di Kota Semarang.
Keputusan itu berkaitan dengan situasi darurat Covid-19 atau virus corona yang tengah mewabah di Indonesia termasuk Jawa Tengah saat ini.
Tiga masjid besar di Kota Semarang, Masjid Agung Semarang, Masjid Raya Baiturrahman dan Masjid Agung Jawa Tengah juga sepakat akan hal tersebut.
“Kami berupaya mencegah untuk menyelenggarakan kegiatan atau ibadah yang bersifat kerumunan untuk sementara ini, termasuk sholat Jumat dan sholat lima waktu berjamaah,” tutur Ketua Takmir Masjid Agung Semarang KH Hanief Ismail kepada Tribunjateng.com, kemarin.
Sebagai informasi, adzan tetap dikumandangkan sebagai tanda untuk menunaikan sholat di rumah masing-masing.
“Untuk musafir atau siapapun yang mau melakukan sholat di masjid tetap kami perbolehkan, berjamaah boleh dengan tidak berdekatan,” ungkap Hanief.
Terkait pelaksanaan sholat Jumat yang selanjutnya, nantinya akan ada pengumuman lebih lanjut.
Penting diketahui, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah Tafsir juga menuturkan bahwa pihaknya juga memiliki prinsip yang sama untuk meniadakan sholat Jumat.
“Secara prinsip pimpinan dan warga Muhammadiyah mengikuti Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yakni sholat Jumat besok boleh diganti sholat Dhuhur di rumah masing-masing,” tuturnya, Kamis (26/3/2020).
Meskipun demikian, pihaknya masih memaklumi jika ada sejumlah masjid yang tetap menunaikan sholat Jumat.
“Yang tetap mengadakan mungkin juga ada, seperti daerah-daerah pelosok yang merasa situasi aman atau mobilitas sosial warganya yang relatif rendah,” imbuhnya.
Ia juga mengimbau agar masjid-masjid dan kantor Muhammadiyah dilengkapi dengan perangkat sesuai protokol yang ada.
Sementara itu, pihak Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah telah mengadakan Bahtsul Masail dan mengeluarkan sejumlah keputusan.
Isi keputusan itu yakni kabupaten atau kota yang termasuk zona hijau dan zona kuning wajib menyelenggarakan sholat Jumat dengan tetap mengupayakan kewaspadaan yang telah ditetapkan pemerintah.
Sedangkan untuk wilayah yang dinyatakan zona merah; maka diperinci sesuai desa, kelurahan atau lingkungan.
“Untuk desa, kelurahan atau lingkungan yang amsih aman dari penyebaran virus corona maka tetap wajib menyelenggarakan sholat Jumat dengan upaya pencegahan sesuai ketentuan atau protokol yang ditetapkan pemerintah,” ujar Ketua LBM PWNU Jateng Zaenal Amin.
“Sedangkan desa, kelurahan atau lingkungan yang telah dinyatakan terjadi penyebaran virus corona sehingga terjadi kekhawatiran masyarakat, maka tidak diwajibkan menyelenggarakan sholat Jumat. Ketidakwajiban ini berlaku sampai wilayah tersebut dinyatakan aman,” imbuhnya.
Ia menambahkan, untuk orang dengan status Orang Tanpa Gejala (OTG) tetap diwajibkan melaksanakan sholat Jumat.
Kemudian untuk Orang Dalam Pantauan (ODP)
tidak wajib dan dianjurkan tidak menghadiri sholat Jumat.
“Untuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan positif terpapar virus corona haram menghadiri sholat Jumat,” lanjutnya.
Pelaksanaan sholat Jumat itu diimbaunya untuk melibatkan ulama, tokoh dan pemerintah setempat dengan mengupayakan pencegahan sesuai ketentuan pemerintah.(mam)