TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sejumlah pemilik wisma karaoke di kawasan Argorejo atau Sunan Kuning (SK) mempertanyakan kebijakan Pemerintah Kota Semarang yang menutup seluruh tempat hiburan termasuk karaoke lantaran mewabahnya virus Corona.
Para pemilik wisma karaoke di SK telah mematuhi kebijakan pemkot tersebut mulai 25 Maret 2020.
Namun, faktanya kebijakan itu terhitung tebang pilih, pasalnya masih banyak tempat karaoke di Kota Semarang yang masih beroperasi.
• Ilmuwan Iwan Ariawan Prediksi Puncak Penyebaran Corona di Bulan Ramadhan dan Berakhir di Mei-Juni
• 2,5 Tahun Gaji Disumbangkan Tangani Virus Corona, Wabup Cilacap : Alhamdulillah Istri juga Ridho
• Pengakuan Penggali Kubur Jenazah Pasien Virus Corona: Ketika Ambulans Tiba, Jantung Berdegub Cepat
• Masih Ingat Driver Ojol Ditipu Penumpang Setelah Antar Sejauh 230 Km? Begini Nasibnya Sekarang
"Baru tadi malam, dengan mata kepala saya sendiri, karaoke di kawasan lain seperti Johar baru, Mberok dan lainya masih buka, ini ada apa? yang fair dong, kalau tutup satu tutup semua, andai buka satu buka semua," terang satu pemilik karaoke di SK, Kadang kepada Tribun Jateng, Selasa (7/4/2020).
Menurut Kadang, pihaknya menuntut keadilan dari Pemkot Semarang terhadap kebijakan penutupan karaoke di wilayah Semarang.
Sejauh ini pengelola di SK sangat patuh dengan intruksi Pemkot namun pihaknya merasa kecewa karena ketegasan Pemkot berpihak.
"Kenapa tempat karaoke lain masih beroperasi, saya lihat sendiri baru tadi pukul 02.00 WIB, ada karaoke meskipun lampu depan mati namun ada musik terdengar, kemudian banyak motor terparkir di kawasan tersebut, mana keadilan dan ketegasan Pemkot Semarang," paparnya.
Kadang menilai seharusnya Pemkot Semarang bertindak tegas, paling tidak memberikan win-win solution dari persoalan penutupan karaoke ini.
Sebab, pasca penutupan tempat karaoke lantaran wabah Corona, dia terpaksa merumahkan 17 karyawannya.
"Kalau tempat lain masih buka, boleh dong tempat kami buka, kami siap menerima aturan apapun yang penting bisa buka di tengah wabah Corona.
Kami harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, status kami saat ini ibarat di penjara tapi tidak dikasih makan," jelasnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh 130 pemilik wisma karaoke lain di kawasan Argorejo. Dari ratusan tempat karaoke terdapat sekira 1.500 orang yang menggantungkan hidup dari tempat usaha tersebut.
Pengelola Karaoke lain, Koko Charles juga mengeluhkan ketegasan Pemkot Semarang yang masih tebang pilih.
"Intinya kami meminta keadilan, bukannya kami iri, namun kenapa di luar boleh beroperasi di tempat kami di larang keras.
Kami warga negara yang baik, tempat karaoke kami termasuk wilayah bersih, tidak semrawut, paling mudah di atur malah diperlakukan tidak adil," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut Koko, pengelola karaoke SK menuntut di kawasan Argorejo disamakan dengan tempat karaoke lain di Kota Semarang yang masih buka seperti biasa.
Tuntutan Koko tersebut lantaran dirinya kini kebingungan, dengan membawahi hampir 20 karyawan pihaknya terlunta-lunta untuk memenuhi hak karyawan.
"Untuk biaya hidup pribadi saja sudah sulit, apalagi harus memikirkan bayar kontrak tempat usaha karaoke yang harus dibayarkan sedangkan di sini tidak ada pemasukan sama sekali," terangnya.
Sedangkan Yeye, pengelola karaoke, menuturkan secara pribadi menuntut keadilan saja dari Pemkot Semarang, jika tempat lain buka seharusnya di Argorejo juga bisa buka.
"Wajar kami merasa tidak adil, kecewa, sebab sama-sama punya usaha karaoke tetapi beda perlakuan," tegasnya.
Menurut Yeye, beberapa tempat usaha karaoke di Semarang yang masih beroperasi dengan bebas di tengah kebijakan penutupan Pemkot Semarang karena wabah Corona, di antaranya area Mberok, Dargo, Barito.
Bahkan ada tempat karaoke yang masih dalam satu Kecamatan dengan Argorejo juga masih bebas beroperasi.
"Mengapa hanya kami terus yang diawasi? Sedangkan tempat lainnya bebas," tanya Yeye.
Imbas penutupan karaoke di kawasan Argorejo ternyata tidak hanya berpengaruh kepada pengelola karaoke melainkan juga kepada para pemilik usaha di sekitar kawasan SK seperti pedagang keliling, warung kopi, tukang cuci dan lainnya.
Satu di antarnya, Cipto penjual sate kambing, dia mengaku omset usahanya turun 70 persen lebih.
Padahal ketika kawasan Argorejo beroperasi dia mampu mengantongi pendapatan bersih rata-rata Rp 700 ribu perhari.
Dari penghasilan tersebut dia mampu memperkerjakan enam orang karyawan.
"Kalau kondisi seperti ini terus lama-lama saya bisa gulung tikar, kalau mau tutup usaha juga bingung mau bayar pinjaman dari mana," tandasnya. (iwn).
• Mudik ke Semarang Bakal Dicegat Polisi di Perbatasan, Ini Alasannya
• 2 Kecamatan di Kota Semarang Masih Bersih dari Wabah Corona, Tembalang Terbanyak
• BREAKING NEWS, 2 Pasien Dinyatakan Positif Corona di Demak, Pulang dari Jakarta, Sekda: Status Siaga
• Tragedi Anak Angkat Bunuh Tebas Balita dan Ibu Pakai Parang, Pelaku Lalu Sembunyi di Hutan