Liputan Khusus

Sudah 10 Napi Bebas Program Asimilasi Berulah, Disiapkan 220 Petugas Awasi Aktivitas Narapidana

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penjara.

TRIBUNJATENG.COM -- Polda Jateng telah mengamankan sepuluh orang pelaku kejahatan. Di mana 10 orang tersebut merupakan mantan narapidana yang telah dibebaskan pemerintah melalui program asimilasi.

Usai bebas, mereka kembali membuat kejahatan tindak pidana. Seperti melakukan kejahatan pencurian motor, percobaan pencurian, pencurian dengan pemberatan, penipuan, penyalahgunaan narkoba, penganiayaan berat, pencabulan dan lain-lain.

"Dari 1.771 napi asimilasi yang dibebaskan ada 10 napi yang kembali melakukan kejahatan. Rata-rata mereka melakukan kejahatan pencurian motor, percobaan pencurian, pencurian dengan pemberatan, penipuan, penyalahgunaan narkoba, penganiayaan berat, pencabulan," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna di Polda Jateng, Selasa lalu.

Kepolisian siap melakukan tindakan tegas untuk melumpuhkan terhadap pelaku kejahatan termasuk napi asimilasi. Jika mereka masih melakukan tindak pidana, maka kami akan melakukan tindakan tegas dan terukur.

"Bahkan bila sudah meresahkan dan menyakiti masyarakat kita tidak segan-segan untuk lakukan tembak di tempat," ujarnya.

MAU KE SEMARANG BACA INI! Mulai Hari Ini Kendaraan Bukan Plat H akan Dihentikan

Cara Melindungi Amal Ibadah di Era Medsos dan Melacak Jebakan Iblis di Bulan Ramadhan

Harga Emas Antam di Semarang Hari Senin ini Mengalami Penurunan Rp 5.000, Berikut Daftar Lengkapnya

Kisah WNI Berpuasa di Kazan Rusia, Waktu Puasa 17-19 Jam hingga Ibadah Shalat Subuh Pukul 2 Dinihari

Sementara itu, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kemenkumham Jateng, Marasidin menyatakan pihaknya telah menerjunkan 220 petugas pengawas kemasyarakatan (PK) untuk memantau aktivitas narapidana yang menjalani asimilasi di rumah.

Menurutnya para Intel dari Koramil dan Polsek-polsek juga dikerahkan untuk memperketat pengawasan. Setiap hari rumahnya didatangi intel untuk mengecek kegiatan mereka setiap harinya.

"Untuk napi anak diawasi oleh pekerja sosial dari Dinsos setiap kabupaten/kota. Sedangkan napi dewasa dipantau pihak desa, perangkat kelurahan, petugas gabungan juga intelejen dari Koramil setiap wilayah.

Setiap hari rumahnya didatangi intel untuk mengecek kegiatan setiap harinya. Sehingga jangan sampai mereka berulah lagi," kata Marasidin.

Pihaknya menegaskan bagi narapidana yang kembali berulah seusai mendapat asimilasi, maka akan dijatuhi pidana tambahan. Hukumannya, berupa mengembalikan mereka lagi ke lapas asalnya. Lalu dikenai hukuman tambahan sesuai kasus yang menjeratnya.

"Yang pasti mereka tidak akan kami kasih asimilasi. Selanjutnya juga tidak akan dapat remisi selama dua tahun. Ini jadi syok terapi bagi narapidana yang berulah selama menjalani masa asimilasi di rumah," pungkasnya. (tim)

News Analisis: Kriminolog Iqrak Sulhin, S.Sos, MSi

KEBIJAKAN percepatan pengeluaran narapidana (kriminal umum) melalui asimilasi dan pembebasan bersyarat ini tidak lepas dari masalah overcrowding yang dialami Lapas/Rutan di Indonesia. WHO mengatakan, kondisi yang padat dan tertutup membuat Lapas/Rutan rentan penularan Covid-19.

Permasalahan overcrowding ini di luar kemampuan Ditjenpas untuk mengatasi, karena Lapas/Rutan tidak bisa menolak tahanan (sesuai KUHAP kewenangan fisik penahanan ada di Kemenkumhan), dan tidak pula bisa menolak terpidana baru (sesuai UU Pemasyarakatan yang merupakan pelaksanaan pidana).

Ini yang disebut problem hulu. Overcrowding terjadi karena penyidik lebih cenderung melakukan penahanan rutan ketimbang penahanan lainnya, seperti rumah atau kota. Demikian pula putusan pengadilan yang cenderung memenjarakan ketimbang pidana alternatif.

Halaman
123

Berita Terkini