Jateng di Rumah Saja

Panic Buying Warga Jelang Jateng di Rumah Saja, Dewan: Kebijakan Harusnya Dikaji dan Dikomunikasikan

Penulis: mamdukh adi priyanto
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasar Banjardowo Pemalang dipadati ibu-ibu rumah tangga, mereka membeli bahan makanan untuk stok dua hari, selama pasar di tutup, Jumat (5/2/2021).

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Penolakan gerakan Jateng di Rumah Saja dilakukan sejumlah elemen masyarakat.

Bahkan, sejumlah bupati dan wali kota mengubah atau memodifikasi beberapa aturan yang ada.

Gerakan Jateng di Rumah Saja diinisiasi Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Kebijakan itu diberlakukan pada 6-7 Februari 2021.

Beberapa daerah memilih mematuhi aturan dalam Surat Edaran Gubernur Jateng. Beberapa lainnya memodifikasi aturannya.

Misalnya aturan terkait operasional pasar tradisional selama dua hari tersebut.

Sikapi Jateng di Rumah Saja, Bupati Banjarnegara: Saya Setuju karena Terima Gaji, Bagaimana Rakyat?

Pengunjung Pasar Pagi Tegal Membludak Jelang Jateng di Rumah Saja, Kartini: Seperti Mau Lebaran

Pasar Akan Tutup 2 Hari, Ibu Ibu di Pemalang Berkerumun Lakukan Gerakan Borong Masal, Barang Ludes

Jateng di Rumah Saja, Pengunjung Pasar Baru Kudus Naik Tiga Kali Lipat, Warga Keluhkan Harga Naik

Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto menuturkan bupati dan wali kota yang notabene memiliki wilayah dan bersentuhan langsung dengan masyarakat, bisa mengubah aturan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE).

Dalam beleid itu diatur penutupan tempat keramaian semisal pasar, toko, mal didasarkan kearifan lokal daerah masing-masing.

"Karena itu, sejumlah bupati maupun wali kota tetap melonggarkan toko maupun pasar agar ekonomi tetap berjalan.

Semisal Wali Kota Solo, Bupati Batang, Bupati Banjarnegara dan Bupati Banyumas," kata Yudi, Jumat (5/2/2021).

Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto (TribunJateng.com/Mamdukh Adi Priyanto)

Meskipun demikian, ada juga beberapa daerah akan menutup dan melakukan pembatasan aktivitas pasar.

Contohnya Bupati Brebes, Wali Kota Tegal, Bupati Pemalang dan sebagainya.

Walhasil, menjelang penutupan pasar, warga melakukan aksi borong atau panic buying untuk kebutuhan selama dua hari.

Bahkan warga pantura barat Jateng menyebut Jumat ini sebagai Hari Prepegan.

Prepegan merupakan tradisi yang diperingati sehari sebelum hari besar keagamaan, semisal Idulfitri.

Pada Hari Prepegan, biasanya mereka tumpah ruah di pasar untuk membeli kebutuhan pokok atau logistik.

Beruntung, tidak semua daerah di Jateng melakukan penutupan pasar. Sehingga panic buying se-Jateng tidak terjadi.

Terkait penutupan pasar selama dua hari, Yudi menilai sulit untuk dilaksanakan.

Warga Jateng tidak semuanya PNS dan karyawan di mana pada akhir pekan adalah hari libur.

"Karakteristik masing-masing daerah juga berbeda beda. Banyak warga Jateng yang bekerja sebagai petani, buruh, pedagang yang tetap harus bekerja di akhir pekan serta upah mereka harian," terangnya.

Ia mencontohkan, jika pasar ditutup maka bagaimana dengan nasib petani sayur yang hari itu adalah waktunya panen.

Sama halnya dengan pedagang yang hanya mengandalkan pemasukan harian untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Maka jelas kerugian di depan mata.

"Yang seperti-seperti itu harus dipikirkan. Karena tidak semua warga Jateng itu PNS dan karyawan yang dapat gaji bulanan," tandas wakil rakyat dari daerah pemilihan (dapil) Jateng 1 (Kota Semarang) ini.

Ia menambahkan penolakan beberapa elemen masyarakat terjadi karena kurang komunikatifnya gubernur.

Gubernur pun diminta lebih komunikatif saat akan menelurkan sebuah kebijakan kedepannya.

"Sebuah kebijakan harusnya dikaji dan dikomunikasikan lebih dulu.

Karena ini berhubungan langsung dengan masyarakat di 35 kabupaten/kota. Gubernur mesti lebih komunikatif," kata Yudi. (mam)

Berita Terkini