Untuk yang orangtua, yang mungkin salatnya tidak harus di lantai atas, ada space yang disiapkan.
Jadi perlu re-design sedikit saja agar space-space itu bisa dipakai,” ujarnya sambil menegaskan ketersediaan jalur untuk disabilitas.
Masjid Agung itu dibangun di atas lahan seluas lima hektare.
Ganjar berharap, keberadaan Masjid Agung ini mampu menjadi simbol kerukunan antarumat beragama. Nantinya, MAJT diharapkan menjadi pusat moderasi beragama.
Musababnya, lanjut Ganjar, di Magelang terdapat beragam rumah peribadatan dari berbagai agama.
Di antaranya rumah peribadatan agama Budha di kawasan Candi Borobudur, Kelenteng Liong Hok Bio (kelenteng tertua), dan bangunan ibadah yang dikenal sebagai Gereja Ayam.
“Nah itu yang menunjukkan bangunan-bangunan di mana agama apapun itu bisa hidup berdampingan di sini, sehingga semua akan berada pada posisi keseimbangan sosial dan saling menghargai dan menghormati,” ujarnya.
Ganjar menuturkan tidak mematok target penyelesaian MAJT tersebut.
Selain agar fisiknya maksimal, sesuai rencana MAJT Magelang akan selesai tuntas pada 2024 mendatang.
“Nanti bertahap sampai tahun depan tuntasnya, karena ini memang agak cepat dikebut. Kalau kemarin tidak ada Covid-19 mungkin ya sudah bisa selesai, karena kemarin hampir semua anggaran infrastruktur termasuk pembangunan yang seperti ini, jalan jembatan, itu kami geser semuanya.
Dan hari ini, kami coba menuntaskan dan kami atur lagi jadwalnya dan insyaallah tahun depan selesai. Tahun ini nanti sudah mulai kelihatan hasilnya,” tandasnya.
Sebagai informasi, pembangunan MAJT di Magelang ini diinisiasi pada 2019. MAJT Magelang merupakan kolaborasi Pemprov Jateng, Pemkab Magelang dan Kemenag, masing-masing 3,2 hektare, 1,6 hektare, dan 0,13 hektare.
Pembangunan dianggarkan berdasarkan nilai kontrak sebesar Rp118 miliar. Luas bangunan 24.866 meter persegi, dengan kapasitas jemaah 5.000 orang dan terdiri dari dua lantai.(*)