Berita Jawa Tengah

BPS: Penduduk Miskin di Jateng Turun 66,73 Ribu Jiwa

Penulis: hermawan Endra
Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rilis angka kemiskinan di Jawa Tengah pada Maret 2023.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - BPS Jateng mencatat jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah menurun.

Pada Maret 2023 tercatat 3,79 juta orang.
 
Secara presentase, jumlah ini mengalami penurunan menjadi 10,77 persen atau 0,21 persen poin bila dibanding September 2022 yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang.
 
Hal ini disampaikan Kepala BPS Jateng, Dadang Hardiwan, Senin (17/7/2023).

Menurutnya, catatan positif perbaikan ekonomi, membawa tingkat penurunan kemiskinan mendekati saat sebelum pandemi Covid-19.

Baca juga: Dirjen Bina Marga: Anies Baswedan Salah Pahami Data BPS saat Kritik Pembangunan Jalan Era Jokowi

"Jumlah penduduk miskin Jawa Tengah pada Maret 2023 sebesar 3,79 juta orang."

"Atau turun 66,73 ribu orang bila dibandingkan September 2022."

"Dan turun 39,94 ribu orang bila dibandingkan Maret 2022," ucapnya kepada Tribunjateng.com, Senin (17/7/2023).
 
Dadang menambahkan, seiring meredanya pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi, kemiskinan di Jawa Tengah terus berangsur turun.
 
Selain itu, selama periode September 2022 sampai Maret 2023 tingkat inflasi cenderung rendah, berada pada 1,30 persen.

Sedangkan pada Maret 2022-September 2022 inflasi menyentuh 3,60 persen.

Baca juga: Ekspor Jateng Lesu Pada April 2023, Catatan BPS: Secara Bulanan dan Tahunan

Nilai Tukar Petani juga mengalami peningkatan pada Maret 2023 sebesar 107,52 dibandingkan September 2022 sebesar 105,97.
 
Selain itu, produksi padi pada Triwulan I 2023 mencapai 3,28 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), naik sebesar 1,10 juta ton, dibanding produksi padi Triwulan III 2022 sebanyak 2,18 juta ton GKG.
 
"Hasil catatan kami, yang memberikan pengaruh kepada kesejahteraan masyarakat, seperti penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT), pada Februari 2023 sebesar 5,24 persen, lebih rendah dibanding Februari 2022 sebesar 5,75 persen," urainya.
 
Terkait metodologi pengukuran kemiskinan, Dadang menyebut menggunakan Basic Needs Approach.

Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan. (*)

Baca juga: Kasus Suap Proyek DJKA Jateng: Tiap Bulan Semua Pegawai Terima Amplop, Total Capai Rp 100 Juta

Baca juga: Rencana Harry Maguire Seusai Tak Dipercaya Lagi Jadi Kapten Manchester United, Hengkang ke Chelsea?

Baca juga: 33 Personel Polresta Surakarta Terima Penghargaan, Ini Pesan Kombes Pol Iwan Saktiadi

Baca juga: Begini Suasana Hari Pertama MPLS di Kota Semarang: Kenakan Kebaya Hingga Hadirkan Captain Amerika

Berita Terkini