TRIBUNJATENG.COM, BLORA – Besaran nominal pengganti untuk lahan warga terdampak rencana pembangunan Bendung Gerak Karangnongko di Kabupaten Blora hingga kini belum jelas.
Lantaran perhitungan rencananya diserahkan tim penilai yang menghitung nilai tanah yang terdampak proyek strategis nasional tersebut.
Seorang warga dari Dukuh Tandak, Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora, Edi berharap nantinya nilai penghitungan tidak bersifat ganti rugi.
Tetapi ganti sepadan atau ganti untung, agar warga terdampak tidak rugi dan justru bertambah sengsara.
Dirinya memiliki tanah di dua lokasi, yang pertama seluas 3.600 meter persegi. Tanah tersebut yang saat ini di atasnya berdiri bangunan rumah dan ditempati.
Kemudian tegalan seluas 2.500 meter persegi. Lokasinya dekat rumah dan diprediksi turut terdampak.
‘’Waktu kemarin sosialisasi belum ada kejelasan besaran ganti ruginya. Katanya akan dihitung tim penilai,’’ ungkapnya, Rabu (23/8/2023).
Baca juga: Pembebasan Lahan Selesai Tahun Ini, Ratusan Warga Akan Terdampak Relokasi Bendungan Karangnongko
Baca juga: Didanai Pusat Rp 1 T, Pembangunan Bendung Gerak Karangnongko Akan Berdampak pada 5 Desa di Blora
Baca juga: Tertunda karena Pandemi, Tahapan Pembangunan Bendung Gerak Karangnongko Blora Dimulai Tahun Ini
Menurutnya, dalam sosialisasi yang dihadiri tim pengadaan tanah dari Provinsi Jateng dikatakan jika penghitungan bukan per meter persegi tetapi per bidang tanah.
‘’Tim survei katanya nanti akan datang menghitung. Kalau nilai per bidang berapa tidak tahu. Menunggu timnya itu katanya,’’ terangnya.
Salah seorang anggota tim persiapan pengadaan tanah dari Provinsi Jateng, Endro Hudiyono mengatakan jika untuk ganti kerugian tanah bukan berdasarkan NJOP.
Akan tetapi berdasarkan nilai pergantian wajar yang dihitung tim.
‘’Itu lembaga independen kantor jasa penilai publik. Kalau biasanya jual beli biasa tinggal ditentukan berapa harganya. Kalau pengadaan tanah ini gak begitu. Ada perhitungan ganti rugi fisik dan non fisik,’’ jelasnya.
Penghitungan secara fisik berdasarkan luasan tanah, komponen bangunan, tanaman, dan apa saja yang ada di atas tanah.
Termasuk bangunan usaha dan lain sebagainya.
‘’Kemudian komponen non fisik misalnya berapa lama menempati. Sehingga nantinya rumah yang ditempati baru lan lama akan beda. Sehingga walau bidang tanah jejeran, nilainya bisa beda,’’ terangnya.