Di hadapan mejelis hakim, Mario menyebutkan bahwa dirinya hanya mengetahui bahwa sang ayah bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Kantor Pajak.
Jaksa lantas bertanya, apakah Mario tahu bahwa ayahnya memiliki sejumlah bisnis.
Usaha tersebut, di antaranya, bergerak di bidang properti dan jasa konsultasi pajak.
“Ada pekerjaan di bidang properti, konsultan pajak, saudara enggak tahu?” tanya jaksa.
“Saya enggak tahu kalau itu. Saya tahunya ya cuma Bapak ke Kantor Pajak aja,” jawab Mario.
“PT ARME pernah dengar?” tanya jaksa lagi.
“Saya enggak pernah dengar, enggak pernah tahu juga,” jawab terdakwa kasus penganiayaan itu.
Jaksa juga menanyakan, apakah Mario tahu soal bisnis restoran yang dikelola ayahnya di Yogyakarta.
Lagi-lagi, Mario mengaku tak tahu-menahu.
“(Restoran) Bilik Kayu, Saudara enggak pernah dengar itu?” tanya jaksa.
“Saya pernah dengar, tapi enggak tahu punya siapa, spesifiknya seperti apa, saya enggak tahu,” ucap Mario.
Jaksa juga menanyakan sejumlah aset yang diduga kepunyaan Rafael
Atas beberapa aset itu, Mario mengaku, sebagian mengetahuinya, sebagian lagi tak tahu-menahu.
Tak tahu ibunya jadi Komisaris
Dalam kesempatan ini, Jaksa juga menggali informasi soal dugaan keterlibatan ibunda Mario, Ernie Meike Torondek, dalam perkara ini. “
Apa pekerjaan ibu Saudara?” tanya jaksa penuntut umum.
“Ibu rumah tangga,” jawab Mario.
Mario mengaku tak tahu menahu bahwa ibundanya menjadi komisaris di sejumlah perusahaan milik sang ayah yang diduga menjadi sumber gratifikasi Rafael.
“Tahu ibu Anda sebagai komisaris?” tanya jaksa.
“Enggak tahu,” jawab Mario
“PT Cubes Consulting tahu?” tanya jaksa lagi.
“Enggak,” kata Mario.
“PT Arme tahu?” lanjut Mario.
“Enggak tahu,” tutur Mario.
Perkara Rafael Alun
Dalam perkara ini, Rafael Alun Trisambodo diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar bersama istrinya, Ernie Meike Torondek yang juga komisaris dan pemegang saham PT ARME.
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, uang belasan miliar itu diterima oleh Rafael Alun dan istrinya melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun disebut bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.
Keduanya mendirikan PT ARME pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieke sebagai Komisaris Utama.
Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha di bidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak.
Namun, dalam operasionalya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko.
Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, Rafael mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.
Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 2012 dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris di mana salah satu bidang usahanya menjalankan usaha di bidang pembangunan dan konstruksi.
Selain itu, Rafael Alun diduga menerima gratifikasi Rp 11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa 2.098.365 dollar Singapura dan 937.900 dollar Amerika Serikat serta Rp 14.557.334.857.
Dari hasil penerimaan gratifikasi itu, Rafael disebut melakukan cuci uang untuk menyamarkan hasil pendapatan yang tidak sah itu.
Atas perbuatannya, Rafael Alun dijerat dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Rafael diduga telah melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 Ayat 1 KUHP. (Kompas.com)