Butuh pendataan real di lapangan terkait mana saja sekolah yang harus segera diperbaiki. Sehingga anggaran yang dikeluarkan bisa tepat sasaran.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) pada Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kudus, Anggun Nugroho menyampaikan, setiap tahunnya Disdikpora Kudus mendapatkan anggaran sekitar Rp 20-30 miliar dari APBD untuk memperbaiki sarpras pendidikan. Seperti bangunan kelas, perpustakaan, jamban atau toilet, ruang guru, tempat ibadah, hingga pagar halaman yang rusak.
Jumlah tersebut hanya menyasar sekitar 100 sekolah dengan alokasi anggaran Rp 200 jutaan. Sementara jumlah sekolah yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Kudus sebanyak 397 sekolah dasar (SD) dan 27 SMP.
Anggun menjelaskan, anggaran yang ada dengan sistem pembagian rata tidak bisa menyentuh semua lapisan kebutuhan sekolah secara tuntas.
Sehingga tujuan terciptanya sekolah dengan kondisi sarpras penunjang pendidikan bagus akan sulit tercapai.
"Sejauh ini tidak ada anggaran perawatan rutin sekolah rusak. Anggaran yang ada dibagi-bagi, dengan nilai kurang lebih Rp 200 jutaan tiap sekolah tidak akan cukup menuntaskan kebutuhan setiap sekolah. Karena sarpras pendidikan tidak hanya soal bangunan saja, juga alat-alat penunjang lainnya," tuturnya.
Menurut dia, terbatasnya APBD tanpa sumber anggaran lainnya tidak bisa dipaksakan untuk menuntaskan persoalan sekolah rusak secara menyeluruh.
Namun, pihaknya sudah mengusulkan program perbaikan sekolah tuntas dan pengajuan anggaran pemeliharaan rutin kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kudus untuk menghasilkan sekolah yang bagus, meski dilakukan secara bertahap.
Anggun menjelaskan, program perbaikan sekolah tuntas berarti memaksimalkan anggaran yang ada untuk menuntaskan persoalan beberapa sekolah setiap tahunnya. Minimal tercipta satu sekolah bagus tiap kecamatan dalam kurun waktu dua tahun.
Sisa anggaran lainnya ditambah dana perawatan rutin bisa digunakan untuk memperbaiki sekolah-sekolah dengan tingkat kerusakan ringan.
"Dinas sudah ajukan pola pemeliharaan gedung dengan prinsip harus tuntas. Misal dalam satu tahun anggaran hanya bisa menuntaskan lima sekolah saja, dengan anggaran yang cukup besar. Tahun anggaran berikutnya menyasar sekolah lainnya secara bertahap," jelas dia.
Meski demikian, Anggun melanjutkan, butuh asesment lengkap dan terupdate terkait kondisi sekolah-sekolah yang membutuhkan sentuhan anggaran.
Pihak sekolah harus jujur melaporkan semua kondisi sarpras masing-masing, baik yang sudah baik maupun yang rusak.
Dengan sistem tersebut, dia optimistis program perbaikan sekolah di Kota Kretek akan terlihat kapan selesai. Meskipun perlu waktu yang lebih panjang didukung sumber anggaran yang besar.
"Kami juga usulkan target berapa sekolah yang harus rehab tuntas. APBD dan pokir dewan diarahkan ke situ. Namun, semua kembali kepada pemangku kebijakan anggaran dan situasi politik," kata dia.