"Ya mau bagaimana lagi, kami tidak punya lahan hanya bisa bekerja harian," ucap Tasurun (51) buruh tani asal Kabupaten Kendal.
Ia juga mengatakan tidak ada standarisasi upah dari pemerintah seperti buruh pabrik.
Kondisi tersebut tak jarang membuat pemberi kerja seenaknya mematok upah untuk buruh tani.
"Mau mengeluh juga tidak bisa, yang jelas upah yang kami terima hanya cukup untuk makan," terangnya.
Tasurun merupakan satu dari jutaan buruh tani yang ada di Jateng.
Ia hanya bisa bekerja lantaran tak memiliki lahan pertanian.
Catatan Disnakertrans Provinsi Jateng, buruh memiliki porsi terbesar dalam hal status pekerjaan utama.
Di persentase buruh atau pekerja yang tak memiliki lahan hingga usaha mencapai 36,2 persen.
Jika dihitung, ada 7,2 juta buruh di Jateng dari total 20,4 juta penduduk yang bekerja.
Baca juga: Kebakaran Lahan di Blora, Nyaris Merembet ke Rumah Warga
Baca juga: PGRI Nilai Perhatian Pemkot Semarang Kepada Guru Non-ASN Baik, Prioritaskan Diangkat PPPK
Baca juga: Cara Dinkes Blora Tekan Angka Penularan HIV/AIDS, Pelajar Diminta Menjaga Diri dan Meningkatkan Iman
Baca juga: Pemkab Karanganyar Gandeng Yohanes Surya Terapkan Metode Gasing Dalam Pembelajaran Matematika