TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Indonesia adalah salah satu wilayah paling strategis di dunia, dengan posisi yang menjadi jalur utama perdagangan internasional.
Keunggulan geografis ini, menurut Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, merupakan anugerah sekaligus tantangan.
Kekayaan alam dan lokasi strategis Indonesia sejak dulu menjadi incaran bangsa-bangsa imperialis.
Oleh sebab itu, semangat bela negara perlu terus digelorakan sebagai bentuk penjagaan atas kedaulatan bangsa.
Bela Negara: Relevansi di Abad ke-21
Makna bela negara kini jauh melampaui konteks fisik dan militer. Dalam era modern, ancaman terhadap negara bersifat multidimensi—meliputi perang ekonomi, pangan, hingga ideologi.
“Si vis pacem, para bellum,” ujar KH Chriswanto mengutip peribahasa Latin yang berarti, “Jika kamu menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang.”
Persiapan ini tidak hanya dalam bentuk senjata, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi dan moral bangsa.
Kebijakan seperti pengembangan Food Estate menjadi salah satu langkah strategis pemerintah untuk memastikan ketahanan pangan.
Hal ini, menurut KH Chriswanto, tidak hanya menjamin kemakmuran rakyat tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Generasi Muda: Pilar Utama Bela Negara
KH Chriswanto menekankan bahwa generasi muda memegang peran kunci dalam menjaga semangat bela negara.
Namun, tantangan era digital, seperti derasnya arus informasi yang bertentangan dengan Pancasila, mengancam moralitas dan nasionalisme generasi ini.
Ia mengingatkan bahwa gaya hidup hedonisme dan konsumerisme yang semakin marak dapat melemahkan mental generasi muda sekaligus menguras sumber daya bangsa.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, menambahkan bahwa bela negara adalah cerminan cinta tanah air yang perlu ditanamkan sejak dini.