Saksi kunci lainnya yang sudah diperiksa adalah tetangga korban berinisial N.
Dia melihat korban Darso dipegang oleh empat orang ketika melintas di lokasi kejadian.
Saksi ini melihat kejadian itu ketika hendak berangkat kerja.
"Kondisi itu di luar mobil yang oleh Polresta Yogyakarta disebut sedang kencing bersama," bebernya.
Di samping itu, dia menyambut positif kenaikan status kasus itu dari penyelidikan ke penyidikan.
Kenaikan status kasus itu diharapkan mampu menyeret para polisi atau terlapor untuk segera dipanggil ke Polda Jawa Tengah.
"Kami ingin para terduga pelaku segera diperiksa. Ini penting karena kami ingin satu bukti beripa pengakuan dari para tersangka jadi menurut saya perlu untuk dilakukan. Artinya tidak hanya sekedar formil-formil saja, perlu terobosan hukum oleh para penyidik," katanya.
Di sisi lain, Antoni menyebut pernyataan Polresta Yogyakarta yang menarasikan bahwa Darso mengajak polisi ke rumah pemilik rental mobil Riana ternyata bertolak belakang dengan lokasi para polisi melakukan interogasi kepada Darso di pinggir jalan tak jauh dari lapangan sepakbola Gilisari.
"Arah rumah Riana itu ke barat. Lokasi diduga penganiayaan ke utara," ucapnya.
Kejanggalan lainnya, ketika Darso disebut sakit jantungnya kumat mengapa tidak dibawa ke rumahnya yang hanya berjarak sekira 2-3 menit atau 300-500 meter dari lokasi kejadian.
Korban malah dibawa ke rumah sakit Permata Medika yang berjarak 11 kilometer atau perjalanan selama 20-30 menit.
"Mengapa? Padahal di rumah Darso sudah ada obat jantung. Darso sendiri sebelum diciduk polisi meminta waktu untuk mengambil obat itu tapi polisi melarangnya karena dinilai banyak alasan," katanya.
Sebelumnya, seorang warga Gilisari Purwosari Mijen, Kota Semarang, Darso (43) meninggal dunia selepas diduga dianiaya oleh sejumlah polisi dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Yogyakarta pada Sabtu, 21 September 2024.
Akibat kejadian itu, korban meninggal dunia selepas dirawat di rumah sakit dengan sejumlah luka lebam pada Minggu, 29 September 2024.